BUNDA surprise begitu Kekira memberitahu Akbi sahabat masa kecilnya di Bandung.
“Nggak nyangka Akbi jadi ganteng banget begini.” Bunda kagum.
“Ah Bunda bisa aja.” Akbi tersipu. “Ayah apa kabar, Bunda?” sejak kecil ia terbiasa memanggil orangtua Kekira Ayah dan Bunda.
“Alhamdulillah baik. Nggak nyangka ya bisa ketemu di sini. Eh duduk dulu, Nak. Bunda bikinin minum dulu ya.”
“Aduh enggak usah repot-repot, Bunda.”
“Ah ndak repot kok.” Bunda berlalu ke dapur.
“Ngomong-ngomong rumah kamu di mana?” tanya Kekira sambil duduk di sofa dan menyalakan TV.
Akbi duduk di sampingnya.
“Cilandak.”
“Di mana tu?”
“Cari aja di google map.”
“Ihh ntar aku nyasar, kan aku belum tau Jakarta.”
Akbi tertawa. “Lagian nggak tau jalan pake nanya. Ntar aku bawa kamu main ke rumah, hafalin jalannya.”
“Janji lho.”
“Iya.”
“Tapi aku masih penasaran deh. Gimana kamu bisa kurus begini? Diet?”
“Aku nggak sengaja diet. Waktu kamu pergi, aku nggak semangat cari teman. Jadi aku sering ikut Papa olahraga. Jogging, basket, sampe fitness. Tiap inget kamu, aku selalu cari kesibukan untuk ngusir kesepian. Setelah itu olahraga jadi kebiasaanku. Makanya badanku jadi kurus.”
“Jadi kamu kurus gara-gara aku pergi?”
“Ya secara nggak langsung.”
“Bagus deh.. setidaknya kamu nggak kayak bola banget.”
“Seneng ya ledekin terus,” Akbi mencubit hidung Kekira.
“Duuhh kebiasaan deh dari dulu seneng banget cubit hidung aku. Ntar makin pesek yang ada.”
Akbi tertawa geli.
“Oh ya Papa Mama apa kabar?”
Air muka Akbi mendadak berubah. Murung.
Kekira menyentuh bahunya. “Bi..”
Akbi memaksakan tersenyum dan menatapnya sekilas.
“Papa Mama udah meninggal.”
Kekira kaget.
“Lima tahun lalu mereka kecelakaan. Dan nggak bisa diselamatkan.” Suara Akbi mengecil, pertanda menahan tangis.
Kekira bingung mau bilang apa. “Jadi, sekarang…?”
Akbi tersenyum kecut. “Aku tinggal sama Tante Vina dan Nenek. Cuma mereka keluargaku sekarang.”
Untuk beberapa saat mereka terdiam.
Suasana ceria berubah menjadi sedih.
Lalu Akbi tersenyum dan membelai kepala Kekira.
“Tapi sekarang kan ada kamu. Aku nggak kesepian lagi.”
Kekira tersenyum juga.
Muncul Bunda.
“Nih Bunda bawain pisang keju kesukaan kalian.”
“Wah aku kangen banget sama masakan Bunda. Dulu aku main ke rumah pasti deh pulang perut udah kenyang.” Akbi membantu menyusun piring di meja.
Kekira dan Bunda tertawa.
“Iya Bun, dulu kan Akbi gendut, jadi susah kenyang. Makannya jadi banyak deh.” Kekira meledek.
Akbi ikut tertawa. “Tapi sekarang kurusan kan?”
“Bukan kurusan lagi. Akbi jadi ganteng. Bunda sampe nggak nyangka jadi begini bentuknya. Pasti banyak yang naksir ya? Udah punya pacar belum?”
“Duh Bunda.. sampe diborong begitu nanyanya,” sahut Kekira geli.
“Nggak pa-pa dong, Sayang.. kan udah lama nggak ketemu Akbi.”
Akbi tertawa. “Bunda bisa aja.”
“Oh ya, kabar orangtua kamu gimana?”
Glek!
Kekira khawatir suasana hati Akbi berubah lagi.
Tapi Akbi hanya tersenyum datar.
“Papa Mama udah meninggal, Bunda.”
Bunda kaget. “Innalillahi wa innailahi roji’un. Kapan?”
“Lima tahun lalu. Kecelakaan mobil,” jawab Akbi.
“Ngg.. sekarang Akbi tinggal sama Nenek dan Tantenya, Bunda.” Kekira menambahkan.
“Bunda turut berduka cita ya, Nak.”
Akbi mengangguk. “Eh Bunda, boleh dimakan ini?”
“Boleh lah, Nak.. ayo silahkan dimakan.”
“Makan yang banyak, Bi. Kamu kan lagi masa pertumbuhan,” ledek Kekira.
“Tuh Bunda, Kekira kumat deh suka ledekin aku.”
Bunda tertawa. “Kalian tuh udah pada gede, tapi Bunda ngerasa masih pada anak-anak aja.”
“Emang masih anak-anak kan, Bunda? Anak Bunda ini pasti masih super manja deh sama Bunda,” kata Akbi sambil melahap pisang keju.
Kekira mencibir geli. “Biarin….”
“Sudah sudah.. kalian makan saja dulu.”
Selagi mereka asyik makan, TV menyiarkan berita penculikan yang lagi santer di Jakarta.
“Polisi masih menyelidiki kasus penculikan wanita muda yang menjadi kasus penculikan ketiga dalam bulan ini.” Begitu kata reporter.
“Duh Bunda jadi ngeri deh, Sayang.”
“Kasus apa sih, Bunda?” Kekira masih tidak mengerti.
“Yang Bunda liat di berita, belakangan ini lagi banyak terjadi penculikan. Yang belum terungkap pelakunya. Korbannya wanita muda dengan kisaran umur 17-25.”
“Oh ya? Trus korban-korbannya ketemu?”
“Ketemu. Tapi kondisinya sekarat sehingga banyak yang meninggal ketika baru ditemukan.”
Kekira bergidik. “Kok ngeri sih, Bun?”
“Aku juga denger kasus itu. Cuma ya sampe sekarang belum ada titik terang siapa pelakunya. Analisa polisi sepertinya pelakunya sama. Penculikan berantai. Sasarannya wanita muda. Tapi belum ada petunjuk tentang pelaku. Sepertinya pelakunya professional karena nggak pernah meninggalkan jejak sehingga penyelidikan buntu.” Penjelasan Akbi bikin Bunda makin panik.
“Aduh Sayang, Bunda jadi takut kamu diincar penculiknya.”
“Kok bisa gitu, Bun?”
“Kan sasarannya gadis seumuran kamu. Bunda jadi ngeri.”
Kekhawatiran Bunda memang beralasan.
“Bunda tenang aja. Kan sekarang ada aku yang jagain si manja ini.” Akbi maju sebagai pahlawan.
“Bener ya, Nak. Jagain Kekira baik-baik. Bunda bener-bener takut lho.”
“Siap, Bunda.”
Kekira hanya mesem-mesem.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments