SUDAH malam begitu Akbi pulang, Kekira masuk kamar dan mandi.
Bukan main cerianya gadis itu bertemu kembali dengan sahabat masa kecilnya.
Awalnya tadi Bunda menawarkan makan malam di rumah, tapi Akbi bilang ada urusan.
“Sayang, udah mau tidur?”
Bunda mengecek kondisinya.
“Iya Bunda.”
“Minum dulu obatnya ya.” Bunda membawakan obat dan air minum.
Kekira menghela nafas malas tapi menurut dan mengambil obat dari Bunda.
Setelah meminum obat, ia berbaring siap tidur.
Bunda meninggalkan kamarnya setelah mematikan lampu.
Begitu Bunda pergi, Kekira menyalakan lampu tidur dan duduk melamun.
Dia masih penasaran tentang rumor yang beredar kalau Akbi itu kepala geng motor.
Tadi belum sempat ditanya karena Akbi buru-buru pergi setelah menerima telepon.
Mungkin mau pergi balapan.
Kalau hobi balap, ia tidak mempermasalahkan.
Tapi menjadj kepala geng motor?
Sama sekali tidak terpikir oleh Kekira.
Ia mengambil HP dan hendak menghubungi Akbi.
Tiba-tiba HP-nya berbunyi, ada panggilan masuk dari Riga.
“Halo Assalamu’alaikum, Mas.”
“Kamu di mana?” suara Riga angkuh seperti biasa tanpa menjawab salam dari Kekira.
Kekira menelan ludah agak ngeri. “Di rumah.”
“Kamu kenapa belum tidur?”
“Ini mau tidur. Mas lagi di mana?”
“Lusa aku pulang ke Jakarta. Aku transfer uang, kamu beli baju baru untuk acara hari Sabtu. Aku nggak mau kamu tampil kampungan di depan keluarga aku. Paham?”
“Paham, Mas.”
Klik.
Kekira cemberut mendadak jadi kesal.
Niatnya menghubungi Akbi jadi sirna. Suasana hatinya mendadak buruk gara gara dihubungi tunangan judesnya.
Ia menarik selimut dan tak lama kemudian sudah terlelap.
***
“Hoy, Bi. Ke mana aja lo?”
Akbi menghentikan motornya dan melepas helm.
“Gimana luka-luka lo?” tanya Hendri.
Akbi mengibaskan tangan dan memandang satu per satu anggota geng Tyrex yang dipimpinnya.
“Jadi apa masalahnya sampe gue dipaksa hadir malem begini?” tanya Akbi keras. “Kita sepakat kumpul kan besok!”
“Ini darurat, Bi. Andre sama Goga diserang sama geng motor. Sekarang mereka ada di rumah sakit.”
“Oh ya? Apa masalahnya? Pasti mereka nggak nyerang tanpa alasan.”
“Andre nantangin mereka, gara-gara ceweknya direbut salah satu anggotanya. Jadi lah dia dikeroyok. Goga yang waktu itu mau bantu malah diserang juga.”
Akbi mendengus keras. “Masalah cewek lagi? Guys, cewek tuh banyak! Kalo satu pergi, ngapain diributin! Kayak nggak ada cewek lain aja.”
Semua terdiam.
“Ada yang tau siapa mereka?”
“Kita masih cari tau, Bi.”
“Kasih tau gue kalo udah dapet info. Biar gue yang nemuin mereka.”
“Tapi, Bi. Kita juga mau bales dendam.”
“Iya, Bi. Mereka udah nginjek-nginjek harga diri geng kita!”
“GUE BILANG GUE YANG BAKAL URUS! PAHAM LO SEMUA?!” bentak Akbi.
Semua tidak ada yang membantah.
“Masalah biaya rumah sakit Andre dan Goga gue yang urus!” Akbi memutuskan.
“Ngg…”
Semua saling pandang.
“Kenapa?”
“Itu, masalah biaya udah diurus sama Evan.”
“Evan?” Akbi mengerling. “Dia yang bayar?”
Hendri mengangguk. “Waktu kejadian, kita nggak mau ganggu lo yang masih luka-luka. Makanya Evan sebagai wakil ketua yang ambil keputusan.”
Akbi tidak ambil pusing. “Sekarang lo semua pulang ke rumah masing-masing. Inget, kalo ketemu sama geng motor itu, langsung hubungin gue. Jangan maen serang aja! Ngerti!”
Semua mengangguk.
“Gue duluan!” Akbi naik motor dan melesat pergi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments