Akhirnya OSPEK berakhir.
Kekira mempersiapkan diri memulai perkuliahan.
“Kita sekelas, Ki!” Cinay gembira merangkul Kekira.
Mereka mengambil jurusan Sastra Inggris.
“Eh kamu udah dapet jadwal kuliah kita?” tanya Kekira sambil memeriksa diktat kuliahnya.
“Bukannya kamu yang ambil tadi?”
“Iya, tadi aku selipin di buku yang mana ya? Kok nggak ada?” Kekira mencari-cari panik.
“Jangan-jangan jatuh?”
“Aduhhh tapi jatuh di mana..?”
“Cari ini?”
Kekira dan Cinay kaget.
Akbi!
Ya!
Kekira yakin cowok di depannya adalah sahabatnya sejak kecil, yaitu Akbi.
Karena ia penasaran, selama beberapa hari mencari tahu.
Dan ia mendapat info ketika SD hingga SMP Akbi bersekolah di Bandung. Fakta kalau ketika SD Akbi berbadan gendut membuatnya yakin cowok itu sahabatnya.
Tapi, bagaimana memberitahu Akbi?
Mungkin cowok itu sudah tidak ingat padanya.
Sudah 10 tahun lewat.
Bahkan cowok itu tidak mengingat namanya Adinda Kekira Kurniawan.
“Halo?” Akbi melambaikan tangan di depan wajahnya.
Kekira tersentak. “Eh iya.”
Cowok itu tampak makin ganteng, tanpa jas almamater yang selalu dikenakan waktu jadi panitia OSPEK. Kini cowok itu pakai kemeja abu-abu yang tidak dikancing, di dalamnya pakai T-shirt hitam.
“Eh makasih ya, Kak.” Kekira gugup menerima kertas itu.
Akbi ngeloyor pergi.
“Kak Bira kok ke sini ya? Dia kan jurusan Ekonomi.”
Kekira terdiam. Iya ya, ngapain dia di gedung Sastra?
“Tapi dia kayak perhatian gitu sama kamu,” bisik Cinay.
Kekira mengerling. “Ah perasaan kamu aja.”
“Kata siapa? Biasanya dia malah nggak peduli sama cewek.”
“Ah makin nggak ngerti. Yuk ke kelas. Kita kan belum tau kelas di mana.”
“Yuk deh.”
Berdua mereka berjalan menyusuri koridor yang penuh mahasiswa lalu-lalang.
Melewati kelas senior angkatan ternyata ada Akbi, bersama seorang cewek cantik berambut pendek.
Mereka berbicara cukup keras sehingga terdengar yang lewat.
“Gue nggak suka cara lo!” Akbi terlihat marah.
“Kenapa emangnya, Bi? Toh Tante Vina sama Nenek kamu juga suka sama hadiah yang aku bawain?”
“Tapi gue nggak suka! Berapa kali gue bilang enggak usah dateng ke rumah!? Lo tuh bukan pacar gue, ngapain sok ngedeketin keluarga gue?!”
“Tapi Tante Vina sama Nenek suka sama aku kan? Kenapa kamu nggak resmiin aku jadi pacar kamu aja?”
“Gue nggak suka sama lo, dan nggak akan pernah mau jadi pacar lo!” Akbi ngeloyor pergi tanpa peduli dipanggil.
Ketika melewati Kekira dan Cinay, ia melirik sinis dan garang banget, lalu bergegas meninggalkan gedung Sastra diiringi tatapan semua.
Cewek yang dimarahi Akbi barusan terlihat merengut kesal.
***
“Dia senior kita, namanya Trixie. Jurusan Sastra Indonesia. Udah lama dia suka sama Kak Bira. Walau udah ditolak, tapi dia tu udah kulit badak. Terus aja usaha.”
Kekira berpikir. “Nay, boleh minta tolong?”
“Tolong apa?”
“Nomor teleponnya Bira. Kamu punya?”
“Nggak punya sih. Ntar aku tanya Mas Reno deh. Eh kamu mau nelepon dia? Ih jangan cari masalah deh, liat kan tadi dia kayak gimana? Sama Kak Trixie yang udah kenal aja dia judes, apalagi kita anak baru.”
“Tenang aja. Aku nggak bakal macem-macem.”
Melintasi parkiran, pandangan Kekira tertumbuk pada sosok yang menaiki motor.
Akbi!
Akbi nampaknya tidak melihat mereka, melarikan motornya cepat hingga menyambar genangan air dan…
Cruuttt!
“Astagfirullah!” Kekira memejamkan mata karena air kotor itu menerpa mukanya.
“Eh Ki, ya ampun…”
Motor Akbi berhenti.
Membuka kaca helm dan menoleh.
Matanya menyipit melihat Kekira mengibaskan jilbab pink-nya yang kotor.
Lalu ia melajukan motornya lagi tanpa meminta maaf.
“Tuh kan, kamu mau deketin orang kayak gitu? Nggak punya sopan banget kan, udah jelas salah bukannya minta maaf, maen pergi aja,” dumel Cinay.
Kekira membersihkan air kotor di mukanya, sambil memandangi Akbi dari kejauhan.
Apa ia bisa mengingatkan Akbi tentang persahabatan mereka?
***
“Sayang, makan dulu. Bunda udah masakin ayam bakar madu kesukaan kamu.”
Kekira masih memegang HP-nya.
“Ayo dong, Sayang. Kamu kan harus minum obat,” bujuk Bunda. “Kita makan bareng Ayah.”
“Iya, Bunda.” Kekira menyimpan HP di meja depan TV dan menuju ruang makan.
“Eh anak Ayah nih, tumben keramas malem-malem?” komentar Ayah melihat rambut Kekira yang panjang tergerai memang basah.
“Iya, Yah. Tadi siang keringatan soalnya.” Alasan Kekira.
Padahal gara-gara kena cipratan air kotor tadi. Sampai ia masuk rumah diem-diem supaya Bunda nggak tahu. Soalnya Bunda suka hiperbolis kalo liat dia lecet sedikit. Maklum, anak kesayangan.
Mereka mulai makan.
Tapi pikiran Kekira kemana-mana.
Dia berpikir, kenapa Cinay belum menghubunginya?
Katanya Cinay mau meminta kakaknya memberitahu nomor telepon Akbi.
Sudah malam begini, belum ada tanda-tanda.
“Oh ya, Nak. Pak Reza mengundang kita sekeluarga makan malam di rumahnya. Sabtu depan. Kamu dandan yang cantik ya? Soalnya Pak Reza mau memperkenalkan kamu ke keluarga besar.”
Kekira mengangguk. “Baik, Yah.”
“Tapi kok Riga nggak pernah ke sini lagi, Nak?” tanya Bunda.
“Mas Riga lagi tugas keluar kota, Bunda. Sampai minggu depan.”
Mereka melanjutkan makan malam.
Baru beberapa suap, HP Kekira berbunyi.
“Hey, Nak.. abisin dulu makannya,” tegur Bunda melihat anaknya langsung melesat ke ruang TV.
Kekira bergegas membaca pesan whatsapp dari Cinay, dan tersenyum senang melihat deretan nomor telepon yang dicarinya.
“Kekira, Sayang… makan dulu, pamali lho makan nggak dihabisin.” Ayah yang menegur.
“Iya, Yah!” Kekira kembali dan melanjutkan makannya.
“Ada apa, Sayang? Kayaknya seneng banget?” tanya Bunda. “SMS dari Riga ya?”
Kekira hanya tersenyum kecil, dan memakan nasinya dengan perasaan riang.
***
#10 tahun lalu, di Bandung. SD Perwira, kelas VIB. Taman dekat rumah kita pernah mengubur sesuatu. Apa kamu masih ingat itu?#
Kekira mengirim SMS itu pada nomor Akbi yang didapatnya.
Ia ingin tahu apa Akbi masih mengingatnya?
Oh ya, satu lagi.
Mereka pernah mengubur botol berisi surat.
Ada dua surat.
Akbi dan Kekira menulis masing-masing. Mereka berjanji akan bersama-sama membacanya jika bertemu kembali.
Mungkin ketika dirinya pergi, Akbi sudah menggali botol dan membaca surat yang ditulis untuknya.
Hati Kekira berdebar-debar menanti balasan dari Akbi.
10 tahun berlalu, akhirnya ia bisa bertemu sahabatnya.
Namun sampai tengah malam ia terjaga, Akbi belum membalas SMS-nya.
Apa dia tidak ingat Kekira?
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments