Hari ini Cello pulang ke rumah orang tuanya. Cello disambut ayahnya. "Sudah berapa lama kamu tidak pulang?" tanya Devon pada putranya.
"Aku laki-laki, Pa. Ingin tidur di mana pun tidak masalah," jawabnya enteng.
"Baik, asal kamu tidak suka jajan," sindir Devon.
Cello menarik ujung bibirnya. "Bukankah papa dengar rumor kalau aku ini gay, mana mungkin aku jajan sembarangan," balasnya tak mau kalah.
Setelah pemuda itu masuk ke dalam rumah. "Bang, bagi duit." Daisy menengadahkan tangannya.
"Kamu ini, baru masuk sudah ditodong," protes Cello. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Lalu dia berjalan melewati Daisy.
"Abang pelit," umpatnya kesal.
Cindy keluar dari kamarnya setelah mendengar kegaduhan di luar. Mata Cindy mencari-cari seseorang. "Mana menantuku?" tanya Cindy pada putranya.
Cello memutar bola matanya jengah. "Aku tidak bersamanya, Ma."
"Kenapa kamu tidak ajak dia makan malam di sini?"
"Hah, Abang punya pacar? Bukannya abangku ini gay," ledek Daisy sambil mencolek dagu Cello. Dia tahu kalau rumor gay itu tidak benar. Daisy hanya mengolok-olok kakaknya.
"Kamu kira gay tidak bisa punya pacar?" balas Cello tak mau kalah.
"Siapa wanita itu?" tanya Devon yang ikut bergabung. "Apa kamu sengaja menyembunyikannya dari kami?"
Cello menghembuskan nafasnya kasar. "Aku akan ajak dia besok ke sini. Aku hanya ingin bilang kalau lusa aku akan menikahi dia."
Ucapan Cello membuat adik dan ayahnya tercengang. Sedangkan ibunya tidak heran karena dia sudah tahu kalau anak laki-lakinya itu akan menikah. Walaupun terkesan mendadak.
"Kamu becanda?" tanya Devon.
Cello menggelengkan kepalanya. "Aku serius, Pa. Ini demi meredam rumor gay yang menimpaku. Aku ingin mematahkan pandangan buruk orang lain padaku. Aku juga ingin membuktikan kalau semua itu hanya kerjaan orang iseng."
Cindy tiba-tiba tersedak ludahnya sendiri.
"Apa dia cantik? Aku tidak ingin memiliki kakak ipar yang jelek," ejek Daisy.
"Cantik, sangat cantik," jawab mamanya.
Devon dan Daisy menoleh pada Cindy. "Apa mama pernah bertemu dengannya?" tanya Devon pada istrinya.
Cindy mengangguk. "Ya, ketika Cello mengajaknya ke kantor," jawabnya.
"Dia tinggal di mana? Apa dia berasal dari keluarga baik-baik?" tanya Devon.
"Besok saja ceritanya, Pa. Aku capek." Cello berjalan menaiki tangga.
"Dasar anak kurang ajar. Diajak bicara orang tua malah pergi," gerutu Devon.
Sementara itu, Fara merasa bosan. Seharian ini dia gabut. Biasanya dia kerja dan tidak pernah menganggur. Tapi semenjak Cello memindahkannya ke apartemen dia jadi tidak bisa bekerja serabutan.
Perut Fara berbunyi. "Aduh lapar," ucapnya sambil mengusap perutnya. Fara ingat dia mendapat kartu ATM dari Cello. Dia pun akan mencoba menggunakannya untuk berbelanja.
"Emang bisa ya belanja pakai kartu beginian?" tanya Fara pada dirinya sendiri.
Fara turun melalui lift. Dia sudah bisa menggunakan lift setelah kejadian kemaren. Ketika berada di depan gedung, sebuah motor berhenti persis di depannya.
Pemilik motor itu membuka kaca helm fullface miliknya. "Hai," sapa Rendy. Fara hanya tersenyum.
Ketika Fara akan melewati Rendy, tangannya dicekal. "Mau ke mana? Ntar dicariin omnya?" ledek Rendy.
"Mau jajan laper," jawab Fara.
"Memangnya kamu belum makan?" tanya Rendy. Fara menggeleng.
Rendy menarik tangan Fara. "Ayo aku traktir." Fara terpaksa mengikuti Rendy.
Rendy mengajak Fara makan di lesehan. "Makan di sini nggak apa-apa kan? Atau kamu ingin makan di tempat lain?" tanya Rendy.
Fara menggeleng. "Aku rasa perlu dicoba," jawabnya.
"Cakep. Kamu memang perlu coba makanan rakyat seperti ini. Nggak kalah enaknya dengan makanan restoran. Iya nggak, Bang?" Rendy meminta pendapat penjual bakso tersebut. Penjual itu mengacungkan jempol.
"Bang, bakso uratnya dua ya, minumnya teh hangat dia," pinta Rendy. Penjual bakso itu menganggukkan kepala.
Fara mengedarkan pandangan matanya.
"Kamu lihat apa?"
"Aku masih asing dengan lingkungan di sini. Jadi aku mau mengamati dulu," jawab Fara tanpa menoleh ke arah Rendy.
"Dulu kamu tinggal di mana sebelum tinggal di apartemen ini?" Fara menoleh ketika mendengar pertanyaan Rendy.
"Aku, aku..." Belum sempat Fara menyelesaikan ucapannya penjual bakso lebih dulu menyela.
"Pesanannya, Mas," ucapnya sambil menyodorkan dua bakso dan dua teh hangat di meja.
"Makasih, Bang. Ayo dimakan! Kalau kamu belum siap cerita ya sudah jawab pertanyaan aku ketika kamu sudah siap," ucap Rendy sambil mengaduk baksonya dengan saos dan kecap.
Fara tersenyum. "Pemuda ini baik juga. Aku rasa aku bisa berteman dengannya. Jadi aku tidak bisa jika sendirian di apartemen," batin Fara.
"Kok kamu senyum-senyum sendiri?" tanya Rendy.
"Baksonya enak." Fara mengalihkan pembicaraan.
Usai menghabiskan satu mangkuk bakso porsi besar, Rendy menanyakan jumlah yang harus dibayar. "Berapa semuanya, Bang?"
"Aku bayar sendiri aja," tolak Fara tidak enak.
"Udah biar aku aja," kata Rendy.
"Nggak usah, aku tidak enak," jawab Fara dengan jujur.
"Totalnya tiga puluh delapan ribu," jawab penjual bakso tersebut. Fara pun menyodorkan kartu ATM yang diberikan Cello.
"Apa bayar pakai ini bisa?" tanya Fara dengan polos.
Rendy membelalakkan mata ketika melihat kartu kredit tanpa limit yang dipegang oleh Fara. "Dia anak sultan ternyata," batin Rendy.
Rendy pun maju dan memberikan uang empat puluh ribu pada penjual bakso tersebut. "Ini, Bang. Pakai uangku saja."
Fara merasa tidak enak. Percuma saja memiliki kartu itu jika dia tidak bisa membayar bakso yang dia makan. "Om Anwar berbohong padaku," batin Fara kesal.
"Maafkan aku. Aku kira kartuku bisa dipakai. Saat ini aku tidak punya uang sepeser pun. Tapi suatu hari aku akan membayar hutangku," kata Fara merasa tidak enak pada Rendy.
Rendy terkekeh. "Kamu becanda? Kartu itu bisa membeli apa saja yang kamu inginkan," kata Rendy memberi tahu.
Fara memutar-mutar kartu ATM yang dia pegang. "Oh ya? Tapi buktinya tadi penjual itu tidak mau menerima kartu ini."
Rendy merasa takjub melihat tingkah gadis itu. "Dia anak sultan tapi tidak tahu cara memakai kartu itu. Apa dia anak orang kaya baru?" batin Rendy mengamati Fara.
Fara melihat ke arahnya sendiri. "Apa ada yang salah dengan penampilanku?" tanya Fara dengan polos.
Rendy tersenyum. "Kamu cantik," gombalnya.
Aih Mas Rendy mah bisa aja. Kalau kalian lagi gombalin cewek bilang apa?
...♥️♥️♥️...
Othor mau ingetin tiap hari Senin kalian akan dapat satu kuota vote buat author. Vote ya
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments