Fara menatap ke dalam mata Cello. "Jangan membuatku berharap lebih," ucap Fara dengan nada bergetar. Selain orang tuanya tidak ada lagi yang menyayangi dia. Sayangnya keduanya sudah dipanggil oleh Yang Kuasa.
Kini Cello memberikan harapan tak tergapai. Benarkah Cello akan memberikan cintanya ataukah dia hanya memberikan harapan palsu pada Fara?
"Ehem, jangan GR. Aku tidak bermaksud apa-apa." Cello bingung bagaimana menanggapi Fara.
Cello kembali menyalakan mesin mobilnya. Mereka pulang ke apartemen. Cello hanya menurunkan Fara di depan gedung. Setelah itu dia kembali ke kantor.
Fara masuk dengan langkah gontai. Seseorang mengamati Fara dari kejauhan. Dia tak sengaja melihat Fara ketika baru turun dari mobil. "Fara," ucap Riska dengan lirih.
Riska adalah adik tiri dari Fara yang masih sekolah di bangku SMA kelas XI. Hari ini dia diajak oleh kawan-kawannya bolos sekolah. Mereka baru saja turun dari taksi saat akan memasuki toko baju yang berada di depan gedung apartemen tempat Fara saat ini tinggal.
"Aku akan laporkan kamu sama mama," gumam Riska.
"Ris, kamu ngapain bengong?" tanya salah seorang temannya.
"Eh, nggaka apa-apa. Udah pilih baju belum?" Temannya menggelengkan kepala.
"Sana pilih nanti aku yang bayar," ucap Riska sambil menunjukkan kartu kredit miliknya.
Riska dan ibunya menggunakan sisa harta kekayaan ayah Fara untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Ibu Riska yang bernama Miranda tidak bekerja. Dia sibuk bermain saham kripto di handphone. Kadang dia mendapatkan keuntungan tapi tidak sedikit kerugian yang dia alami.
"Berapa semuanya?" tanya Riska pada kasir di toko tersebut.
"Totalnya satu juta dua ratus ribu," ucap kasir tersebut menyebutkan jumlah uang yang harus dibayar oleh Riska.
Gadis itu menyodorkan ATM yang dia miliki. "Beres. Habis ini kita jalan ke mana lagi?" tanya Riska pada teman-temannya.
"Kamu yakin masih ada sisa saldo di kartu kamu itu?" tanya teman Riska yang ragu.
"Masihlah," jawab Riska meyakinkan teman-temannya. Gadis-gadis itu pun pergi meninggalkan toko lalu berpindah ke tempat lain.
Hampir setiap hari mereka bolos sekolah. Riska hanya dimanfaatkan teman-temannya. Meskipun dia tahu dia tidak keberatan. Yang penting dia populer dan disegani di sekolah.
Setelah seharian sibuk di luar, Riska kembali ke rumah. "Ma, mama," teriak Riska memanggil ibunya.
"Ada apa kamu teriak-teriak?" tanya Miranda
"Aku lihat Fara tadi," lapor Riska.
"Di mana?"
"Dia masuk ke sebuah apartemen mewah, Ma." Ucapan Riska membuat Miranda tercengang.
"Apa mungkin kamu salah lihat? Tidak mungkin dia tinggal di sana. Kamu tahu dia mana mungkin punya uang untuk menyewa apalagi membeli apartemen."
"Mama kudet. Zaman sekarang mana ada anak gadis yang suci. Tidak ada yang bisa dipercaya. Bisa saja dia menjadi sugar baby om-om kaya," tuduh Riska pada Fara.
"Benarkah? Kalau itu benar kita bisa untung. Kita peras dia seperti dulu," ucap Miranda menyampaikan ide konyolnya itu.
"Aku setuju, Ma. Besok aku antar mama ke tempat itu. Kita datangi dia secara langsung," timpal Riska menanggapi ide sang ibu. Kedua tertawa jahat memikirkan keberhasilan rencana mereka.
Di tempat lain, Fara bingung bagaimana dia masuk sedangkan dia tidak tahu sandi unit apartemen yang dia tinggali. "Haduh ribet banget sih masuknya pakai beginian. Aku mana mengerti," gumamnya lirih. Dia menoleh ke kanan kiri tak ada yang bisa dimintai tolong.
Kaki Fara merasa pegal karena berdiri di depan unit apartemennya. Dia ingin kabur tapi pasti Cello akan menangkapnya. Dia sudah bilang akan menikah dengannya lusa.
"Dia sudah baik membayar semua hutangku yang segunung sampai lunas. Aku harus membalas kebaikannya meskipun dia minta nyawaku sekalipun," gumam Fara sambil berjongkok di depan pintu.
Tak lama kemudian Anwar datang membawa sesuatu di tangannya. "Non Fara kenapa duduk di luar?" tanya Anwar. Dia membantu Fara bangun.
"Aduh kaki aku kesemutan. Tadi mau masuk tapi aku tidak tahu caranya," ungkapnya. Anwar tertawa mendengar ucapan gadis itu.
Kemudian dia memberi tahu nomor sandi yang harus dimasukkan agar bisa membuka pintu apartemen tersebut. "Anda sudah mengerti?" tanya Anwar. Fara mengangguk paham.
"Saya disuruh Pak Cello menyerahkan ini." Anwar memberikan paper bag yang ada di tangannya. Fara menerima paper bag tersebut lalu mengintip isinya.
"Handphone?" tanya Fara pada Anwar. Anwar mengangguk.
"Di dalamnya sudah ada nomor Pak Cello dan nomor saya. Anda dapat menghubungi saya kapan pun dan di manapun saya akan datang sesuai perintah Anda," ucap Anwar memberi tahu.
Fara terlihat senang. "Benarkah? Terima kasih handphonenya."
"Sampaikan sendiri pada orang yang membelikan anda handphone ini," kata Anwar kemudian dia pergi meninggalkan Fara.
Gadis itu masuk ke dalam kamar. Dia tidak sabar membuka handphone baru miliknya. "Wah apel digigit," seru Fara menyebut merk handphone keluaran terbaru itu.
"Apa dia tidak akan bangkrut membelikan aku handphone semahal ini," gumam Fara sambil membolak-balik handphone baru miliknya.
Sesaat kemudian ponsel itu bergetar. Dia melihat ada panggilan masuk dari Cello. "Halo," jawab Fara dengan ragu.
"Kamu sudah terima handphonenya?" tanya Cello melalui sambungan telepon.
"Sudah, terima kasih," ucap Fara sambil tersenyum. Dia terlihat bahagia.
"Jangan senang dulu. Itu tidak gratis. Itu bayaran kamu sebagai tukang bersih-bersih di apartemen yang kamu tinggali. Jangan malas! Aku tidak mau melihat apartemen itu kotor sedikit pun," omel Cello.
Fara menirukan omongan Cello di handphone tapi tanpa bersuara. "Iya, ya bawel." Gadis itu memutus sambungan telepon secara sepihak.
"Ihk cowok ngeselin. Dia ngomel kaya ibu-ibu komplek lagi ghibah sama teman-temannya," gerutu Fara.
Sesaat kemudian gadis itu mencoba kamera handphone tersebut. Dia selfie berkali-kali hingga galeri hpnya penuh. "Udah cukup nanti dipilih mana yang bagus," gumamnya melihat foto-foto hasil jepretannya.
Fara keasyikan bermain handphone hingga matanya lelah. "Hoam... Ngantuk banget."
Tangannya tak sengaja mengirim salah satu foto di galeri handphonenya ke nomor Cello. "Udah ah ngeditnya besok lagi. Aku mau upload di medsos biar kaya yang lain."
Ting
Sebuah pesan gambar masuk ke handphone Cello. Cello melihat nama pengirim tersebut. "Ngapain nih cewek kirim foto ke aku?" tanya Cello pada dirinya sendiri.
Saat dia membuka pesan gambar tersebut Cello langsung menatap jijik. "Dasar cewek kurang kerjaan. Dia pikir aku akan suka padanya setelah mengirim foto ini?"
Cello membuang handphonenya di meja. Dia kemudian menatap langit-langit. Cello sedang meratapi nasibnya yang sial harus terjebak pernikahan gara-gara rumor gay yang masih belum diketahui siapa orang yang menyebar berita bohong itu.
Sambil nunggu mampir ya ke sini
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 98 Episodes
Comments
Ana Wiwid
jangan lama lama upnya ya thor....
2023-01-09
0
Warini Blitar
selalu ditunggu
2023-01-08
0
Nanik Puspita
lanjutkan kakakkkkk
2023-01-08
0