Kompetisi desain arsitektur di Kota Malang biasanya diadakan setiap enam bulan sekali untuk jangkauan yang besar. Kebanyakan, lomba major seperti ini adalah desain yang berkaitan untuk penataan kota malang.
Peserta kompetisi major juga tidak sembarangan. Setiap orang yang ingin ikut berpartisipasi dalam kompetisi ini harus melalui beberapa tahap seleksi.
Dan kebanyakan, para peserta adalah lulusan arsitek universitas ternama. Para dosen dan ahli di bidang arsitektur.
Sedangkan untuk lomba yang minor, diadakan setiap bulan dan bisa diikuti oleh umum tanpa ada syarat khusus ataupun seleksi sebelum kompetisi.
Kompetisi desain arsitektur minor, jika bagi seseorang yang ahli adalah kompetisi receh. Selain karena hadiah atau bounty nya yang kecil, juga karena aspek penilaian gambar tidak serumit kompetisi major.
Beberapa hal terkait bangunan dan gedung benar-benar diabaikan, yang paling penting dalam kompetisi minor adalah rasionalitas dan estetika.
Memang, sejatinya kompetisi minor ini diadakan untuk menarik anak muda yang berbakat dan memiliki minat dalam bidang seni bangunan.
Juri penilai juga sudah mengetahui sejauh mana dan sedalam apa mereka harus menilai karya-karya yang dikumpulkan ketika lomba.
Jaka, kali ini mengikuti kompetisi tingkat minor. Sebenarnya, Jaka tidak terlalu mengetahui perhitungan seperti apa yang dibutuhkan untuk membuat sebuah bangunan atau gedung.
Ia sendiri hanya berbekal bakat menggambarnya, dan juga beberapa referensi dari buku yang ada di perpustakaan.
Kayuhan demi kayuhan ia lalui hingga akhirnya sampai di gedung ikatan arsitek kota malang regional Malang.
Sesampainya disana, ia terkejut karena sudah ada banyak sekali peserta yang hadir. Belum lagi, hanya Jaka seorang diri peserta yang masih duduk di bangku SMP.
Banyak orang yang melihat Jaka dengan tatapan heran, mungkin dalam benak mereka bagaimana bisa seorang anak SMP bisa mengetahui kompetisi ini dan bahkan ikut berpartisipasi di dalamnya.
Kebanyakan peserta adalah siswa yang sedang menempuh pendidikan di tingkat SMA dan mahasiswa perguruan tinggi.
Jaka yang menyadari bahwa semua orang sedang menatapnya mencoba untuk tetap tenang dan mengabaikan mereka semua.
Ia menyadari bahwa dirinya memang mengikuti kompetisi ini hanya mencoba peruntungan saja. Jaka tidak berharap lebih, ia juga tidak akan menyesal jika nantinya gambar miliknya diremehkan oleh semua orang.
Jaka berjalan menuju ke tempat pendaftaran yang ada di depan pintu masuk utama.
“Permisi, apakah benar disini tempat registrasi?” tanyanya sopan.
“Ya, dik, benar. Ada yang bisa kakak bantu?”
“Saya ingin mendaftar untuk kompetisi ini.” jawab Jaka sembari menyodorkan pamflet yang ia bawa.
Sontak jawaban yang diutarakan Jaka membuat petugas terkejut begitu saja. Terlihat dari ekspresinya yang berubah drastis.
Namun, petugas itu tetap berusaha profesional dan memberikan formulir pendaftaran.
Tidak lupa juga, petugas itu membantu Jaka untuk mengecek kembali peralatan yang biasanya digunakan untuk menggambar desain seperti jangka, penggaris, dan lain-lain.
Sudah siap, kini Jaka menunggu waktu untuk masuk ke dalam ruangan bersama seluruh peserta yang juga berpartisipasi dalam kompetisi ini.
Tidak lama, sekitar 30 menit Jaka berjalan-jalan mengelilingi gedung itu. Tiba-tiba terdengar suara pengumuman agar segera memasuki ruangan sesuai dengan lembar pendaftaran yang telah disetujui.
Jaka pun memasuki gedung yang benar-benar megah itu. Di dalamnya sudah banyak sekali bangku berwarna putih hitam yang sudah tertata dengan rapi.
Dalam hatinya, ia merasa kagum dengan desain interior gedung itu. Tak ayal jika gedung seperti ini dijadikan sebagai gedung ikatan arsitek indonesia regional Malang.
Berjalan perlahan menuju ke bangku dengan nomor 58 dan tetap tak lepas dari tatapan semua orang yang selalu menyorot apa yang Jaka lakukan.
Pengawas kompetisi pun juga sudah memasuki ruangan. Ada beberapa peraturan yang disampaikan oleh pengawas itu.
Namun, pengawas yang membawakan penyampaian itu dengan santai membuat semua orang tidak terlalu tegang seperti ketika melaksanakan ujian sekolah.
Jaka cukup mengerti dengan peraturan dan apa yang harus ia lakukan. Hingga akhirnya pengawas mengijinkan untuk memulai membuat konsep dan menggambar.
Semua peserta dengan serentak langsung mengambil peralatan yang ada di dalam tasnya masing-masing.
Dalam kompetisi minor ini, ada beberapa bidang yang ditawarkan. Jaka mengambil bidang konstruksi gedung keuangan.
Menurut Jaka, gedung badan pengawas keuangan yang saat ini sudah cukup membosankan dan terkesan kuno jika dibandingkan dengan gedung perekonomian yang lain.
Beberapa kali ketika Jaka pergi ke kota, ia selalu membatin dan secara tidak langsung mengkritik tentang bangunan itu.
Dalam benaknya juga sudah tergambar bagaimana gedung badan pengawas keuangan itu yang seharusnya.
Toh, untuk kompetisi minor tidak diperlukan penghitungan yang akurat.
Jaka pun menggambar gedung itu dengan tenang. Setiap garis dari pensil mungilnya begitu halus dan bisa diselesaikan dalam satu goresan saja.
Di tengah-tengah keasyikannya menggambar, tiba-tiba ada seseorang yang ada di sebelahnya tidak sengaja menjatuhkan peralatannya.
Sontak hal itu membuat beberapa peserta yang lain merasa geram karena fokusnya terganggu.
Ruangan yang pada awalnya begitu senyap, tiba-tiba dipenuhi dengan suara-suara pelan yang menggerutu dengan pelan.
Pengawas masih mengabaikan kejadian barusan, hingga ada satu orang yang ada di depan beranjak dari bangkunya dan menuju ke peserta yang menjatuhkan peralatannya tadi.
"Kalo berisik keluar aja." ucap peserta itu.
Tak terima diteriaki seperti itu, peserta di samping Jaka pun terbawa emosi dan saling berteriak memaksa satu sama lain.
Seisi ruangan pun dibuat terkejut dan akhirnya fokus kepada mereka berdua.
Hingga pada akhirnya pertengkaran itu dilerai oleh pengawas dan kedua orang itu didiskualifikasi dari kompetisi karena menyebabkan keributan.
Jaka yang masih duduk di bangku SMP memiliki keuntungan tersendiri. Ia tidak terpancing dengan keributan yang terjadi dan masih asyik menikmati goresan pensilnya.
Sedangkan peserta yang lain, mungkin hampir sepenuhnya sudah kehilangan fokus dan konsentrasinya pada desain yang mereka miliki masing-masing.
Terlihat dari beberapa peserta yang awalnya dengan fokus menatap lembar gambarannya, kini mulai meletakkan pensilnya dan memegang kepalanya tanda mereka kehilangan ide.
Dua jam waktu berlalu cukup cepat, tepat sepuluh menit sebelum Jaka akhirnya meletakkan pensilnya dan meregangkan otot-otot tubuhnya.
Ia memandangi hasil gambarnya dan cukup puas dengan semua itu.
"Waktu habis, tolong diletakkan semua peralatan gambarnya di meja. Biarkan saya mengambil lembar gambarnya." ucap sang pengawas.
Beberapa peserta mematuhinya dan ada beberapa peserta yang terlihat menghela nafas panjang.
Kompetisi usai, dan pengumuman hasil pemenangnya akan diumumkan lima hari kemudian yang bisa dilihat di gedung IAI.
Pemenang akan dibagi menjadi dua kategori, yakni juara desain terbaik dan juara 1 dari keseluruhan aspek yang dinilai.
Jaka pun pulang meninggalkan gedung itu dengan senyuman, ia merasa lega karena bisa menyelesaikan desainnya dengan baik.
Meskipun ia dalam hatinya tidak berharap lebih pada gambar miliknya.
Hari demi hari, Jaka lalui. Tidak terasa satu minggu sudah berlalu sejak ia mengikuti kompetisi minor arsitektur.
Sepulang sekolah, Jaka langsung pergi menuju ke gedung IAI untuk melihat hasil pengumuman itu.
Begitu banyak sekali peserta yang juga sudah mengerubungi papan pengumuman itu.
Jaka sadar bahwa tubuhnya tidak sebesar peserta yang lain yang notabene adalah siswa SMA dan mahasiswa perguruan tinggi lebih memilih untuk menunggu hingga sepi.
Dilihatnya dari kejauhan, ada beberapa peserta yang menampakkan wajah sedih dan wajah puas dengan hasil yang baru saja mereka lihat.
Sekitar 15 menit berlalu, akhirnya Jaka bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri papan pengumuman itu.
Ia mulai mengurutkan dari peringkat yang paling bawah, yaitu peringkat 72.
Hingga ia terkejut ketika namanya ada di puncak, peringkat 1 dalam kategori desain terbaik. Jaka sendiri tidak pernah terbesit pun dalam pikirannya jika ia akan menjadi juara.
Air matanya tidak bisa dibendung lagi, dan ia segera menuju ke dalam gedung untuk mengambil hadiah dari IAI.
Setelahnya, ia pulang dengan bahagia. Kompetisi pertama ia menangkan, dan terlebih lagi hanya Jaka satu-satunya siswa SMP yang mengikuti kompetisi ini melawan banyak sekali peserta yang diatasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments