Chapter 017

Sudah seminggu berselang, sejak kepergian adikku Roni. Kini, tinggal aku dan Jaka yang harus berusaha sebaik mungkin untuk melanjutkan hidup yang penuh tanda tanya.

Aku melihat Jaka masih belum bisa merelakan kepergian Roni. Sesekali Jaka masih memanggil nama Roni ketika sedang mencari sesuatu.

Merasa cukup kasihan mendengar hal itu, aku menghampiri Jaka berharap bisa menenangkannya.

"Jaka, lagi ngapain?" tanyaku dari balik pintu.

Aku tidak tahu apa yang sedang Jaka lakukan di dalam kamarnya.

Terdengar seperti isak tangis, namun samar-samar karena ada suara bapak-bapak yang baru saja pulang dari tempat mencari rezekinya sedang berbincang di depan rumah.

Sore ini, adalah sore yang cukup aneh bagiku. Banyak sekali hal-hal yang mulai terasa janggal sejak kepergian Roni.

Aku sendiri merasakannya, biasanya aku akan meminta Roni untuk membantu mengangkat jemuran ketika sepulang sekolah.

Namun kali ini harus aku lakukan sendiri, dan Jaka yang biasanya langsung menuju ke dapur untuk membantu membersihkan peralatan yang kugunakan untuk berdagang, kini pun harus kulakukan sendiri.

Tidak bisa aku menyalahkan kepergian Roni ataupun menyalahkan rasa kehilangan Jaka, lebih baik aku yang kali ini harus lebih tegar dibandingkan dengan diriku yang sebelumnya.

"Nggak ada, Mbak." ujar Jaka dari dalam kamar.

"Mbak boleh masuk?" tanyaku kembali.

Tidak ada jawaban lagi setelah pertanyaan keduaku kali ini. Namun, gagang pintu kamar itu tiba-tiba bergerak dan alhasil membuka pintu kamar yang sedari tadi tertutup.

Jaka terlihat duduk termenung di atas kasurnya.

"Jaka, bisa berbicara sebentar?"

Adikku mengangguk dan menggeser posisi duduknya mengisyaratkan ijin untukku berbicara dan duduk di sebelahnya.

Belum sempat aku mengatakan sepatah katapun pada Jaka, ia sudah memulai pembicaraan terlebih dahulu.

Jaka menceritakan tentang bagaimana sudut pandangnya pada Roni.

Bagi Jaka, Roni adalah saudara yang bisa mengerti keadaannya tanpa bercerita sedikit pun.

Ketika Jaka baru masuk di bangku SMP, ia sempat merasa bahwa sedikit kesulitan untuk beradaptasi terhadap perbedaan sifat teman-temannya.

Jaka tidak menceritakan hal itu kepada Ibu, Ayah, bahkan kepada diriku. Namun, satu hal yang tidak pernah diduga oleh Jaka adalah Roni yang tiba-tiba membuatkan secangkir teh hangat sepulang sekolah.

Roni mengatakan, bahwa Jaka tidak perlu khawatir terhadap bagaimana teman-temannya di kelas. Tak lupa kala itu, Roni juga menuturkan bahwa Jaka adalah orang yang unik.

Sifat yang dimiliki Jaka mustahil untuk dibenci orang-orang yang memang memiliki kepribadian yang baik.

Terkecuali orang yang sudah memiliki rasa iri dan dengki terhadap orang lain. Cara penyampaian Roni yang begitu tenang membuat teh yang Jaka minum terasa hangat, walaupun pada kenyataannya itu adalah teh panas.

Jaka pun berterima kasih kepada saudaranya itu karena telah menenangkan dirinya dari ketakutan untuk memiliki teman baru di kelasnya.

Dalam obrolanku dengan Jaka, ia juga bercerita bahwa ia sangat bangga memiliki saudara seperti Roni.

Banyak sekali hal-hal yang pada awalnya Jaka tidak bisa lakukan akhirnya berani untuk mencoba karena ada Roni.

Tak ayal, jika di lingkungan teman-teman Roni, Roni adalah sosok organisatoris yang baik. Kemampuannya untuk memutuskan hal-hal dengan cepat juga terkesan lebih dewasa di mata teman-temannya.

Sifatnya itu didukung dengan hobinya yang menyukai untuk membaca berita di koran ketika dulu Ayah masih berlangganan.

Pertanyaan demi pertanyaan bisa Roni lontarkan kepada Ayah jika ia merasa penasaran dengan sesuatu.

Jawaban yang diberikan oleh Ayah pun juga kerap kali berhasil memuaskan rasa penasarannya itu.

Aku mendengar semua yang diceritakan oleh Jaka dengan saksama. Yang bisa kulakukan saat ini adalah memeluknya, dan tidak terlalu banyak berkomentar.

Cukup membuat adikku nyaman untuk sementara ini adalah hal yang paling baik.

Tidak ada yang bisa menebak apakah hari esok aku masih ada disini atau tidak.

Teringat pesan Ibu kepadaku, saat Ibu mengajakku berjalan-jalan di hari Minggu sore.

"Pesan Ibu, jadilah anak yang bermanfaat bagi orang di sekitarmu, tidak perlu muluk-muluk. Cukup berbuat baik dan menyenangkan orang saja." kata Ibu.

Aku yang sedang duduk termenung sendirian di ruang tamu tiba-tiba bernostalgia pada beberapa momen ketika aku dan Ibu sedang berdua.

Pesan yang singkat, namun tidak bisa dijelaskan karena maknanya sangatlah luas.

Kini, aku yang berstatus sebagai pedagang dan juga sebagai Ayah, Ibu, dan saudara bagi Jaka harus semakin lihai untuk berganti peran.

Aku dipaksa harus tahu kapan aku menjadi sosok Ayah, menjadi sosok Ibu, dan menjadi saudara untuk Jaka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!