Bu Nurul, tetangga yang rumahnya tepat di sebelah rumahku tiba-tiba berjalan di sampingku dan menyamakan langkah kakinya.
“Eh Bu Nurul, mau langsung pulang bu?” tanyaku.
“Iya, langsung pulang saja. Ngomong-ngomong kalau boleh tahu, Roni sakit apa ya, nduk?”
“Oh, itu bu, Roni wajahnya pucat terus juga panas. Mungkin lagi demam saja.”
Mendengar jawabanku, Bu Nurul tiba-tiba menghentikan langkahnya. Ia menyipitkan matanya seolah sedang fokus mencari sesuatu.
Aku merasa bingung, jalan yang kami berdua lewati cukup gelap, hanya ada beberapa lampu jalan desa yang bahkan itu tidak menyala semuanya.
“Mencari apa, bu?” tanyaku kembali.
Aku merasa tidak bisa menebak Bu Nurul sedang melakukan apa, karena pandangan matanya lurus ke arah jalan pulang.
Sedangkan di depan, tidak ada terlihat orang atau kendaraan yang akan melintas jalan ini. Reflek aku menggelengkan kepalaku dan ikut mengernyitkan dahi.
“Tunggu, nduk.” ucapnya pelan.
Dalam benakku, apa sesuatu yang harus aku tunggu. Aku tidak merasakan apapun, telingaku tidak mendengar suara sama sekali.
Aku berputar melihat sekeliling dan tidak nampak apapun karena kondisi yang gelap. Pohon bambu di sisi kiri dan kanan juga semakin mendukung kegelapan malam hari.
“Kamu dengar itu tidak?” tanyanya sekali lagi bahkan aku belum sempat membalas perkataan yang sebelumnya.
Kucoba memejamkan mata, menelusuri semua suara yang bisa kudengar saat ini. Hingga aku mendengar sebuah teriakan.
Sebuah teriakan yang sangat tidak asing, seperti hampir setiap hari aku bisa mendengar suara itu.
Semakin lama, suara teriakan itu semakin dekat. Langkah kaki yang begitu cepat juga mulai mengiringi suara teriakan itu.
“Jaka.” batinku.
Aku segera berlari meninggalkan Bu Nurul sendirian tanpa sempat berpamitan. Beberapa langkah aku berlari, dan juga baru beberapa orang jamaah yang aku lewati, aku semakin jelas mendengar suara teriakan itu.
Jaka berlari ke arahku dengan berteriak. Teriakan yang awalnya terdengar sangat keras dan kasar, kini aku bisa mendengar bahwa teriakan itu menyelimuti tangisan.
Aku menghentikan langkah kaki, Jaka datang dan memelukku dengan erat. Ia menangis, dan meninggalkan teriakan yang tadinya ia gaungkan.
Tidak bisa aku bantah lagi, tangisan ini bukanlah tangisan biasa. Seorang Jaka tidak akan mungkin meninggalkan saudaranya ketika sakit seorang diri di rumah.
Aku pernah mendengar tangisan ini hanya satu kali sebelumnya, yaitu ketika Jaka mendapat kabar bahwa Ayah dan Ibu pergi untuk selamanya.
Dalam benakku, aku masih menolak bahwa ini adalah kabar buruk bagi Jaka dan aku.
Namun, dalam hatiku aku sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Perasaanku kacau tidak menentu, masih tidak siap mendengar apa yang setelah ini Jaka kabarkan kepadaku.
“Mbak, Roni Mbak..” ucap Jaka disela-sela isak tangisannya.
Aku hanya mengangguk dan tersenyum kepada Jaka. Jamaah yang baru pulang pun sontak langsung melihat kamu berdua.
“Roni meninggal, Mbak.”
Kakiku tidak berdaya, aku terjatuh di depan Jaka. Benakku masih menolak kabar yang baru saja terngiang di dalam telingaku.
“Roni, maafin Mbak.” ucapan terakhirku sebelum aku kehilangan kesadaran.
Berbondong-bondong warga yang ada di sekitar membopong tubuhku dan mengantarku pulang.
Jaka, kali ini menjadi seorang pahlawan yang tidak bisa diukur jasanya. Disaat aku masih dalam keadaan tidak sadar, Jaka mengurus semuanya.
Dia yang pergi ke rumah ketua RT untuk mengabarkan berita duka, dia pula yang pergi ke mushola dan menemui marbot untuk mengumumkan bahwa saudaranya telah tiada.
Aku tersadar. Di sebelahku sudah ada Bu Nurul dan beberapa tetanggaku yang lain.
“Alhamdulillah, gimana nduk? Masih pusing?” tanya Bu Nurul.
“Jaka dimana bu?” Aku mengabaikan pertanyaan Bu Nurul begitu saja.
“Jaka masih di luar, tadi beli keperluan buat tahlil malam ini nduk. Kamu duduk dulu saja. Tadi Bu Nurul sudah minta bantuan ke tetangga yang lain kok.” ucapnya sambil mengelus kepalaku.
Meskipun kepalaku masih terasa pusing, namun aku tetap memaksa untuk berdiri.
“Saya sudah tidak apa-apa kok.”
Aku segera bangkit dan mengajak Bu Nurul untuk pergi ke dapur ikut membantu tetangga yang sudah dari tadi sudah sibuk sendiri. Toh, ini juga kepergian Roni, adikku.
Sudah selayaknya aku yang menjadi peran utama dalam hal ini. Jaka sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, kini giliranku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments