Chapter 004

Teringat, sebelum berkeliling desa menikmati hamparan sawah luas dengan alunan suara yang dihasilkan oleh tarian sekumpulan padi.

Sepeda ontel itu, kini digunakan oleh Roni dan Jaka untuk pergi ke sekolah. Sebelumnya, mereka berjalan kaki atau terkadang ikut menumpang tetangga sebelah yang mempunyai mobil.

Melihat mereka berdua sudah meninggalkan rumah, kini giliranku juga untuk melanjutkan aktivitas.

Dalam kesendirianku saat ini, aku mendoakan dengan singkat kedua adikku yang sedang menuntut ilmu. “Ya Allah, dengan segala puji semesta alam hanya untukmu, berilah mereka keselamatan dan kelancaran.”

Aku tahu bahwa Allah akan mengabulkan doa-doa hambanya, aku juga tahu bahwa tidak ada batasan apapun untuk meminta pada Sang Pencipta seluruh alam.

Saat ini, tugasku adalah mencuci piring yang baru saja digunakan. Setelah itu, aku menyiapkan keranjang yang ada di dapur dan segera kubawa ke depan teras.

Keranjang yang sehari-hari kugunakan untuk mengangkut barang daganganku ke pasar.

Aku pun juga memiliki sepeda ontel yang dulu pernah dibelikan oleh Ayah karena aku berhasil mendapatkan ranking 2 di kelas.

Banyak bagian dari sepeda ontel berwarna biru putih yang sudah berkarat. Aku membersihkan sepedaku menggunakan kain bekas, dan segera meletakkan keranjang dagangku di sadel belakang.

Aku kembali untuk masuk ke dalam rumah dan menuju ke dapur untuk mengambil dua ikat daun pisang, sambal, dan gorengan.

Kubawa semua daganganku itu dan kuletakkan ke dalam dua belah keranjang kiri kanan. Sebisa mungkin harus seimbang agar tidak jatuh di tengah jalan.

Setelah kurasa semuanya sudah seimbang, aku kembali masuk ke dalam dan mengambil nasi.

Tempat nasi berukuran besar dan cukup berat, mau tidak mau harus kuangkat sendiri dengan memaksa otot lenganku yang kecil ini.

Kubopong nasi yang di atasnya tertutup serbet usang berwarna merah itu dan kuletakkan di keranjang bagian depan.

Nafas panjang kali ini keluar dari mulutku, bahkan aku belum berangkat mengayuh menuju pasar saja sudah terasa ada keringat yang keluar dari dahiku.

Aku kembali kembali ke dalam dan mengambil dompet merah kecil pemberian Ibuku. Kulihat uangku masih lengkap, tanda bahwa Roni dan Jaka belum mengambil uang saku hari ini.

Sadar akan hal itu, bergegas aku segera mengunci rumah dan pergi menyusul mereka berdua yang seharusnya masih tidak terlalu jauh. Paling tidak, jika mereka sudah sampai, aku bisa menitipkan pada gurunya nanti.

Tidak lupa kuucapkan basmalah sejenak setiap akan memulai hariku, dan berharap hari ini diberikan rezeki yang terbaik.

Meter demi meter kulalui dengan sepedaku yang sudah mengeluarkan banyak sekali bunyi nyaring.

Aku sadar bahwa tidak bisa membeli sepeda baru, namun aku tetap berusaha merawatnya dengan rutin mengecek pelumas rantai dan tekanan angin pada kedua rodaku.

Suara nyaring itulah yang juga menjadi penyemangatku untuk bekerja, dengan adanya suara itu, fokusku untuk mengayuh tidak akan teralihkan.

Meskipun kayuhan sepedaku terasa berat, tetapi kali ini aku harus tetap mengayuh lebih cepat lagi agar bisa memberikan uang saku kedua adikku.

Beberapa menit berlalu aku masih tidak melihat tanda-tanda keberadaan mereka, aku menyangka kali ini mereka sudah tiba atau sudah dekat dengan sekolah.

Ya, sekolah mereka jika diukur jaraknya sekitar empat kilometer. Untung saja, rute menuju pasar searah dengan sekolah Roni dan Jaka.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!