Roni dan Jaka adalah kedua adikku yang lahir secara bersamaan. Ibu mengandung mereka berdua selama sembilan bulan.
Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perjuangannya ketika itu, membopong perut besar yang berisi seorang bayi sudah sangatlah berat, apalagi dua orang jabang bayi.
Meskipun lahir bersamaan, Jaka dan Roni hanya memiliki sedikit kemiripan dalam fisik mereka.
Roni, jika dilihat dengan kasat mata, memiliki tubuh yang jenjang dan wajah yang sedikit tirus.
Sedangkan Jaka, memiliki tubuh yang lebih pendek daripada Roni, namun ia mudah sekali dikenali karena wajahnya yang lebih terlihat membulat.
Selain itu, hal yang paling mudah dibedakan adalah Roni terbilang cukup sulit untuk memiliki tubuh yang gemuk. Berbanding terbalik dengan Jaka, meskipun ia sudah mengurangi porsi makannya, ia tetap saja dengan mudah menaikkan berat badan.
Aku sama sekali tidak masalah dengan kondisi fisik dan perbedaannya yang dimiliki oleh kedua adikku. Selama adikku sehat, dan tidak mudah terserang penyakit aku sudah sangat bersyukur.
Namun, aku sebagai seorang kakak pasti lebih mengetahui bagaimana sifat dan karakter kedua adikku yang sebenarnya.
Roni, adalah seorang laki-laki yang bisa bersikap dewasa dan tidak terburu-buru jika ingin mengambil keputusan.
Sedangkan Jaka, memang ia adalah seseorang yang lebih sering muncul sifat kekanak-kanakannya daripada Roni. Tetapi, yang aku sukai adalah Jaka sangat tanggap dan peka pada hal-hal kecil yang seharusnya orang dewasa lakukan.
Meskipun terkadang, Jaka tidak begitu terlalu memikirkan apa dampak yang akan terjadi jika ia melakukan pekerjaan itu.
Keteguhan hati Roni, dan kesabarannya dari dulu sudah menjadi hal yang dibangga-banggakan oleh Ayah dan Ibu. Aku pun mengakuinya.
Ia lebih bisa mengalah pada Roni ketika ada satu hal yang tidak bisa dibagi untuk mereka berdua. Dari banyaknya kesempatan, Roni lah yang lebih sering mengajakku untuk berbicara berdua dan membahas banyak hal.
Lain halnya yang ada pada diri Jaka. Ayah dan Ibu sangat mengagumi keberanian Jaka. Meskipun ia tahu bahwa terkadang yang ia lakukan hanyalah menggertak.
Aku pun kali ini juga setuju dengan apa yang Ayah dan Ibu katakan. Suatu ketika, Ayah pernah memberiku nasihat sepulangku dari sekolah.
Ayah berkata, bahwa jangan sampai keberanian yang dimiliki oleh Jaka padam begitu saja hanya karena larangan-larangan sepele.
Tidak banyak anak di usia Jaka kala itu yang bisa berbicara dan menggertak banyak orang untuk membela Ibu ketika Ibu dibercandai oleh para pedagang di pasar.
Jaka pernah berteriak dan menyuruh para pedagang itu untuk diam. Maklum, seorang Jaka kecil masih belum memahami bagaimana canda dan guyonan orang dewasa.
Ibu yang mendengar Jaka berteriak pun tertawa dan akhirnya memeluk Jaka. Kebanggan seorang Ibu karena memiliki anak yang sudah berprinsip membela ibunya jika terjadi sesuatu yang buruk.
Kali ini, aku merinding mendengar panggilan yang diucapkan oleh Roni. Tidak pernah satu kali pun dalam kesempatanku berbicara berdua dengan Roni merasakan hal seperti ini.
Sebuah ucapan dengan pekatnya perasaan yang terucap dari mulutnya seolah membuatku harus lebih waspada pada apa yang akan terjadi.
“Iya? Mau minum obat sekarang?” tanyaku membalas panggilannya.
Roni menggelengkan kepalanya. Tangannya menggenggam tanganku lebih erat lagi, dan akhirnya melepaskannya.
Kedua tangannya bergetar, pandangannya kosong. Aku mencoba untuk tetap tenang tetapi tidak bisa. Banyak sekali pikiran-pikiran yang sudah aku coba untuk alihkan.
“Roni, kangen sama Ibu.” ucapnya dengan lirih sambil menetaskan satu air mata dari mata kanannya.
..deg..
Aku tertegun mendengar dan tidak percaya apa yang baru saja adikku sendiri katakan.
Mataku terpejam, menahan semua air mata yang saat ini sudah terkumpul dan menunggu untuk dikeluarkan.
Teringat banyak sekali orang di kampung ini yang memiliki cerita yang hampir sama. Ketika seseorang sedang sakit dan mengucapkan kata rindu atau kangen pada seseorang, tidak lama orang itu akan menjemputnya.
Kucoba untuk menetralkan pikiranku, banyak sekali penolakan atas apa yang baru saja terucap dari mulut adikku. Dalam benakku, aku membentak semua pikiran yang menyesakkan.
“Aku juga kangen Ibu.” balasku dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments