Arina menoleh lalu tersenyum ke arah Bunga. Kemudian berdiri lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh Ghazi yang kini sudah terlelap.
Sebelum beranjak pergi Arina mencium kening Ghazi dengan penuh kasih sayang, ia terkekeh lucu melihat cara tidur Ghazi yang selalu memasukan ibu jarinya kedalam mulut. Entah menurun dari siapa kebiasaan itu.
"Ayo ke ruang tamu, akan aku ceritakan semuanya"
"Baiklah"
Mereka berjalan menuju ruang tamu, Bu Jumini yang melihat itu ikut mendekat. Ia yakin Arina pasti akan menceritakan semuanya, tentang kejadian empat tahun yang lalu.
"Jika kamu belum sanggup bercerita tak apa Arin, aku sama ibu akan sabar menunggu" ucap Bunga saat melihat raut kesedihan di wajah Arina.
"Aku baik-baik saja Nga, jangan khawatir" balas Arina.
Sebelum bercerita Arina menarik napas panjang, kini ia akan mengulang cerita empat tahun silam dimana ia begitu terluka.
"Saat itu aku datang kerumah sakit karena waktu itu aku telat datang bulan. Aku pergi diam-diam supaya kamu dan Ibu tidak tahu" Arina memulai ceritanya.
"Setelah aku di periksa, aku ternyata sedang hamil. Aku takut apalagi aku tidak tahu siapa Ayah dari anak ku. Saat itu aku benar-benar bingung karena aku tidak punya uang dan tidak bekerja."
Arina menjeda ucapannya, kembali menarik napas panjang untuk menghilangkan rasa sesak yang di rasa.
"Tapi malam itu dokter Pandu yang memeriksa kehamilanku meminta ku untuk bertemu. Dia menawarkan bantuan dan berjanji akan menjagaku selama aku hamil"
"Aku bingung harus bagaimana, apalagi aku dan dokter Pandu baru saja bertemu . Tapi laki-laki itu menawarkan kebaikan dengan tulus"
"Hingga akhirnya aku setuju, dokter Pandu membawaku ke Amerika dimana kedua orang tuanya tinggal. Disana aku di sambut layaknya keluarga sendiri. Mereka semua sayang sama aku dan mereka menjagaku dengan baik sampai akhirnya aku melahirkan Ghazi"
"Setelah melahirkan Ghazi aku memutuskan untuk bekerja dan Ghazi di asuh oleh Mamanya dokter Pandu. Aku harus menabung untuk masa depan Ghazi dan aku tidak mungkin terus menumpang di rumah dokter Pandu. Setelah tabungan ku cukup banyak aku memutuskan untuk kembali ke kota ini"
Tak terasa air mata Bunga dan Bu Jumini menetes saat mendengarkan cerita Arina. Bu Jumini sendiri pun tidak menyangka kalau Arina sanggup melewati masa sulit itu. Apalagi Arina sanggup mengandung anaknya sampai melahirkan.
"Harusnya waktu itu kamu tetap memberi tahu aku dan Ibu, apalagi saat kamu hamil, kami pasti akan merawat kamu dengan baik" kata Bunga sembari menyeka air matanya.
"Aku tau itu, kalian sangat baik padaku. Entah dengan cara apa aku harus mengucapkan terima kasih. Tapi waktu itu aku tidak ingin menambah beban kalian" balas Arina
"Iya Rin, Ibu bahkan sampai bertanya-tanya apa ibu pernah menyinggung perasaanmu sampai kamu pergi" sahut Bu Jumini.
"Sudah lupakan saja masa itu, yang penting sekarang aku sudah kembali dan mari kita buka lembaran baru" balas Arina.
Bu Jumini membalas dengan senyuman, ia masih tidak menyangka kalau Arina sudah kembali pada mereka. Menurut Bu Jumini, Arina adalah wanita yang kuat karena mengambil keputusan yang bijak. Wanita lain pasti akan memilih menggugurkan kandungannya dari pada mempertahankan nya seperti ini.
"Iya kamu harus menjadi ibu yang hebat untuk anak mu" kata Bu Jumini.
"Oh ya, besok apa kamu bisa nemenin aku untuk melihat-lihat rumah ? aku akan membeli rumah" tanya Arina pada Bunga.
"Kenapa kamu ingin membeli rumah ?.tinggal saja disini bersama kami " jawab Bunga
"Supaya dekat dengan tempatku bekerja Bunga, lagian aku tidak ingin selalu merepotkan kalian"
"Huh" Bunga menghela napas "Baiklah besok akan aku temani, aku akan mengambil cuti dulu"
"Makasih" Arina langsung memeluk tubuh Bunga hingga keduanya tertawa pelan.
Bu Jumini tersenyum melihat kelakukan Bunga dan juga Arina. Wanita paruh baya itu beranjak berdiri dari duduknya dan menuju kamar untuk istirahat.
Sementara Arina dan Bunga masih betah di ruang tamu, empat tahun tidak bertemu membuat keduanya terlalu asik bercerita.
"Apa sekarang kamu sudah punya pacar ?" tanya Arina pada Bunga.
Bunga tertawa pelan mendengar pertanyaan itu, kemudian tak berapa lama wanita itu menarik napas panjang "Aku baru saja putus sama dia Rin"
"Loh kenapa ? apa kalian ada masalah ?"
"Dia selingkuh, waktu itu dia ketemuan sama wanita lain di kafe dan kebetulan aku ada disana juga. Aku marah tapi ternyata pria itu memutuskan aku di hadapan semua orang"
Arina mengelus pundak Bunga, ia tahu bagaimana sakitnya di khianati karena Arina sudah merasakan nya sendiri.
"Sabar !.... Lupakan saja laki-laki seperti itu karena tidak pantas untuk kamu. Aku yakin suatu hari nanti kamu akan mendapatkan pria yang lebih baik lagi" ujar Arina menyemangati Bunga.
"Aamiin" Kedua telapak tangan Bunga di usapkan ke wajahnya untuk mengaminkan doa Arina. "Lalu bagaimana dengan mu ? bukankah tadi kau cerita kalau dokter Pandu sangat baik, apa kau tidak jatuh cinta padanya ?"
Kini giliran Arina yang menarik napas panjang "Aku sudah tidak percaya yang namanya cinta, yang terpenting bagiku saat ini adalah kebahagiaan Ghazi"
"Aku ngerti Rin, berada di posisimu pasti akan sangat sulit untuk membuka hati lagi"
Arina mengangguk, pengkhianatan yang di lakukan Mirza dulu menimbulkan luka terdalam di hidup Arina. Mungkin bukan hanya luka, Arina juga mengalami trauma sehingga sulit untuk jatuh cinta.
"Oh ya katanya kamu akan bekerja, memangnya kamu akan kerja dimana ? kamu kan baru kembali ?" tanya Bunga beruntun.
"Dokter Pandu yang memberi aku pekerjaan, aku kerja di butik tapi aku belum tau dimana tempatnya"
"Oh"
Hingga tak terasa waktu sudah tengah malam, Arina dan Bunga menyudahi pembicaraan mereka. Keduanya memasuki kamar masing-masing. Karena saat ini rumah itu sudah memiliki empat kamar berbeda dengan dulu.
Arina memasuki kamar tamu, ia berbaring di sebelah Ghazi yang terus saja mengu.lum ibu jarinya.
"Apa Daddy mu juga seperti ini ?" gumam Arina.
Mata Arina belum juga mengantuk, karena tiba-tiba pikirannya tertuju pada Mirza dan Carissa.
"Kenapa aku harus mikirin mereka, pasti saat ini mereka sudah sangat bahagia. Bukankah mereka saling mencintai"
"Atau mungkin saja Mas Mirza sudah memiliki anak"
Arina merutuki kebodohannya karena masih memikirkan Mirza dan Carissa, padahal kedua orang itu yang membuat hidupnya seperti ini.
"Dulu kak Caris sangat menyayangi aku, jika dia di ajak main sama Mama pasti aku juga akan di ajak. Tapi setelah Papa pergi semuanya berubah. Kak Caris tidak menyayangiku lagi" batin Arina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments
Wirda Lubis
jangan di ingat yang menyakiti kita airin
2024-01-04
2
Miya Wibowo
visual dong thor
2024-01-03
0
Dewi Ansyari
Kok lama banget sih Arina bertemu Sama pria yg menghamilinya😱
2023-12-25
3