DSDM-Bab 03

Pria itu masuk dan berdiri di depan Arina. Kemudian menarik kursi dan duduk di atasnya.

Arina pun mengubah posisi menjadi duduk, di benaknya masih bertanya-tanya siapa pria yang kini duduk di dekatnya.

"Perkenalkan saya Rinal pengacara Tuan Mirza. Kedatangan saya kesini untuk menyuruh Nona menanda tangani surat cerai dari tuan Mirza" pria yang baru saja memperkenalkan diri sebagai pengacara itu tampak mengeluarkan sebuah kertas.

"Bagaimana jika saya tidak mau menanda tangani surat cerai itu ?" tanya Arina, ia ingin tahu apa yang akan di lakukan Mama Hera dan Carissa jika ia tetap tidak mau menanda tangani surat tersebut.

"Maka saya akan memberi anda ancaman. Saya tau semua tentang kehidupan anda, bahkan saya tau kalau anda hanyalah anak haram hasil hubungan gelap Ayah anda dan Ibu Anda" balas Rinal dengan suara menjijikan.

Mendengar hal itu detak jantung Arina berdegup kencang, kisah sang Mama yang menjalin hubungan dengan sang Papa membuat semua orang beranggapan kalau Arina hanyalah anak haram. Sudah Lama Arina berusaha melupakan hal menyakitkan ini, tapi Rinal dengan entengnya mengingatkan semuanya.

"Nona segeralah tanda tangani surat ini !" Rinal mendesak Arina. Ia terlihat terburu-buru tanpa mengerti apa yang saat ini membuat Arina terdiam.

Karena tak punya pilihan lain, Arina mengambil pena yang berada di tangan Rinal, membaca kembali surat cerai yang kini sudah berada di tangannya. Arina tidak menyangka kalau pernikahannya dengan Mirza harus berakhir seperti ini.

Tidak bisa Arina pungkiri, kalau di lubuk hatinya yang paling dalam. Ia sangat mencintai Mirza. Bagaimana pun sikap Mirza selama ini, tidak pernah membuat Arina membenci pria itu.

Perlahan namun pasti Arina membubuhkan tanda tangannya pada tempat yang sudah di sediakan. Setetes air mata meluncur begitu saja, namun dengan gerakan cepat Arina menghapusnya. Ia tidak ingin terlihat lemah di hadapan siapapun.

Setelah selesai menanda tangani surat cerai itu, Arina kembali menyerahkan kertas itu kepada Rinal.

"Sekarang tanda tangani yang ini Nona !" ucap Rinal yang kembali menyerahkan sebuah map kepada Arina.

"Apalagi ini ?" tanya Arina.

"Anda bisa membacanya sendiri nona"

Mata Arina fokus membaca isi yang tertulis disana, kedua bola mata itupun terbuka lebar. Itu adalah surat pemindahan harta, dan seluruh harta yang dulu atas namanya kini menjadi atas nama Carissa.

"Apa-apaan ini ?" Arina hampir saja membuang kertas itu, tentu saja ia tidak akan menyerahkan hartanya pada Carissa.

"Sudah saya bilang anda tidak bisa menolak, atau hal buruk terjadi padamu" Rinal mencengkram tangan Arina dengan kuat, membuat wanita itu meringis.

"Tanda tangani semuanya !" pinta Rinal dnegan tegas.

Keadaan ini membuat Arina tidak bisa membantah, dan lagi-lagi ia membubuhkan tanda tangannya. Sekarang hidupnya benar-benar hancur. Di buang suami dan kehilangan seluruh harta yang selama ini sang Papa berikan.

"Terima kasih atas kerja samanya nona !" Rinal tersenyum setelah mendapatkan apa yang ia inginkan, tak menunggu lama Rinal sudah meninggalkan ruangan itu.

Tangis Arina tertahan di udara, dadanya terasa sesak dan rasanya ia ingin mati saja. Hidup sendiri di dunia yang kejam ini membuat Arina tidak sanggup. Entah kemana tujuannya nanti setelah kehilangan semuanya.

Bahkan saat ini harta yang ia punya hanya satu buah gaun yang terletak di atas meja nakas, pakaian ganti ketika ia keluar dari rumah sakit nanti.

*

*

*

Sementara itu Rinal keluar dari rumah sakit dengan raut wajah penuh kebahagiaan. Menuju sebuah mobil yang terparkir di depan rumah sakit.

"Bagaimana ? apa kamu berhasil membuat Arin menanda tangani semuanya ?" tanya Mirza yang sudah tidak sabaran, rupanya pria itu menunggu di dalam mobil.

"Tentu saja" Rinal memberikan seluruh kertas yang tadi di tanda tangani Arina pada Mirza.

Senyum penuh kemenangan terbit di bibir Mirza "Bagaimana kamu bisa melakukan ini ?" tanya Mirza.

"Aku mengancamnya, jika dia tidak mau menanda tangani surat itu maka aku akan membocorkan pada media kalau dia anak haram" jelas Rinal.

"Hahaha" tawa Mirza menggelegar. "Tak sia-sia aku mengeluarkan uang banyak jika hasilnya jadi begini"

Rinal memutar matanya malas, jika bukan karena uang yang Mirza janjikan ia pun sangat malas berurusan dengan Mirza maupun Carissa.

*

*

*

Kini Mirza sudah tiba di rumah dan langsung di sambut oleh Carissa. Wanita itu langsung memeluk Mirza dengan manja saat melihat kedatangan Mirza.

"Bagaimana hasilnya sayang ?" tanya Carissa

"Seperti yang kita harapkan, Arin menanda tangani semuanya"

"Benarkah ?"

"Apa aku pernah berbohong padamu"

Satu kecupan Mirza berikan di kening Carissa, wanita itu tersenyum senang menerimanya, apalagi saat melihat tanda tangan Arina yang terpampang disana.

"Jadi sekarang harta Papa sudah sah menjadi milikku ?" Carissa menatap Mirza.

"Iya Caris, sekarang kamu satu-satunya pewaris Papa"

Saking bahagianya Carissa bahkan melompat-lompat, membuat Mirza terkekeh sambil geleng-geleng kepala. Keduanya berpelukan untuk merayakan kemenangan yang di cari dengan jalan cepat.

"Kamu memang yang terbaik" Teriak Carissa di dalam pelukan Mirza.

*

*

*

Dua hari berlalu.

Tidak ada satu orang pun yang datang untuk melihat keadaannya, bahkan saat sang dokter sudah memberikan izin untuk pulang tak ada juga yang datang menjemput.

Arina masih duduk di bibir ranjang, kini ia sudah berganti pakaian dengan gaun yang kemaren terletak di atas meja nakas. Kembali menghapus air mata yang terus menetes membasahi pipi.

Beruntung Arina memiliki uang dari rekening pribadi yang selama ini ia rahasiakan, rekening yang selama ini hanya Arina yang tau. Dan dengan uang itulah ia membayar tagihan rumah sakit.

"Aku harus kuat, aku harus menunjukan pada Mas Mirza kalau aku bukan wanita lemah" gumam Arina.

Arina berdiri kemudian meninggalkan kamar itu, keluar dari rumah sakit tanpa di jemput siapapun. Tujuannya saat ini pulang kerumah Mama tirinya, karena rumah itu juga rumah Ayahnya jadi Arina rasa ia berhak tinggal disana.

Sebuah mobil taksi Arina hentikan, ia naik dan memilih duduk di dekat pintu. Kepalanya ia senderkan ke kaca jendela.

"Mau kemana Neng ?" tanya sopir taksi dengan ramah

"Perumahan Cempaka Pak"

Sopir taksi itu langsung menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang, sesekali ia menatap kaca mobil untuk melihat keadaan Arina.

Tidak berapa lama sopir taksi menghentikan mobilnya tepat di alamat yang tadi Arina sebutkan. Ia menunggu sampai Arina keluar sendiri namun sudah lima belas menit Arina pun tak kunjung keluar. Sang sopir kembali melirik kaca spion ternyata Arina tengah melamun sambil menangis.

"Neng udah sampai" ucap sopir taksi dengan pelan.

Detik itu juga Arina tersadar, ia mengangkat kepalanya dan melihat sekeliling, benar ternyata kalau saat ini ia sudah di depan rumah Mama Tirinya.

Terpopuler

Comments

Ziana hanafelly

Ziana hanafelly

lah goblok goblok loe nulis karakter Ariana yg goblok bin bego harta dia harta hak nya dia

2024-02-22

0

vie na Ai

vie na Ai

Arin ini goblok udah d ceraikn udah menandatangani pemindahan harta ngapain ke stu lagi tolol

2024-02-08

0

max dju hega

max dju hega

arina mempertontonkan kebodohannya dan semoga arina miskin semiskin2nya karna kebidohannya

2024-01-07

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!