DSDM-Bab 06

Pertanyaan dokter tadi membuat Arina terdiam, ia tidak tau harus menjelaskan ataupun menjawab apa. Karena saat ini ia dan Mirza sudah bukan suami istri lagi.

"Sekarang kamu ke kamar mandi dulu ! ambil air kencing kamu dan masukan kedalam wadah ini" pinta sang dokter sambil menyerahkan wadah kecil pada Arina.

Arina menerima wadah itu, walau ia tidak tau apa yang akan di lakukan dokter ini, tapi Arina tidak ingin bertanya. Menurut saja adalah jalan terbaik, begitu pikir Arina.

Setelah mengambil air kencingnya, Arina kembali duduk di tempatnya semula. Tak lupa memberikan wadah yang berisi air kencing itu ke pada sang dokter.

"Apa saya bisa mengetahui hasilnya hari ini dok ?" tanya Arina terbata-bata. Jangan tanyakan bagaimana detak jantungnya sekarang, bahkan telapak tangannya saja sudah berkeringat dingin.

"Tentu saja nona, bahkan anda bisa menunggu sebentar untuk melihat hasilnya"

Beberapa saat kemudian dokter yang bernama Pandu itu pun mengangkat sebuah testpack, dan disana terlihat begitu jelas dua garis berwarna kemerahan.

"Selamat ya Nona, saat ini anda sedang mengandung" ucap dokter Pandu sambil menyerahkan testpack itu kepada Arina

Arina menerima nya dengan tangan bergetar, akhirnya ketakutan nya selama ini terjawab sudah. Tak terasa air mata itu menetes membasahi pipinya membuat dokter Pandu bingung.

Seandainya rumah tangganya dengan Mirza masih bertahan, mungkin semua ini akan menjadi suatu kebahagiaan untuknya. Tapi kenyataan justru berbanding terbalik, karena Arina sendiri tidak tahu siapa pria yang merenggut kesucian nya malam itu dan menanam benih di rahimnya.

"Apa dokter bisa mengeluarkan anak ini ?" tanya Arina dengan nada bergetar.

Seketika kedua bola mata dokter Pandu membulat sempurna. Ia tidak menyangka kalau Arina punya niat untuk melakukan aborsi.

"Anda ingin aborsi ?" tanya dokter Pandu memastikan..

Kepala Arina mengangguk pelan, sungguh ia tidak mengharapkan anak yang ada di rahimnya. Karena ia yakin kehadiran nya kelak akan membuat hidupnya semakin menderita.

"Jangan lakukan itu Nona, di luar sana banyak wanita yang ingin punya anak. Lagian bagaimana kalau suami anda tau kalau anda ingin aborsi, pasti dia akan marah"

"A-ku tidak mengenal pria yang menghamili aku" jawab Arina cepat, walau akhirnya ia menyesal kenapa sampai mengatakan hal pribadinya pada dokter Pandu.

Dokter Pandu menyipitkan matanya, sebenarnya ini bukan pekerjaannya. Tapi melihat wajah penuh ketakutan di diri Arina membuat dokter Pandu merasa kasihan.

"Sebaiknya anda jangan melakukan aborsi, karena ini akan membahayakan nyawa anda sendiri nona " saran dokter Pandu. Sekarang ia mengerti kenapa sejak tadi Arina ketakutan saat melakukan tes.

"Saya mau pulang dok, terima kasih sudah memeriksa saya" ucap Arina yang akhirnya memilih untuk pergi, sepertinya dokter Pandu tidak akan mengabulkan permintaannya.

"Tunggu !" ucap dokter Pandu.

Arina menghentikan langka nya "Ada apa dok ?"

"Jika ada apa-apa silahkan datang kemari nona ! saya akan membantu anda sampai lahiran" balas dokter Pandu terdengar tulus.

Arina hanya menjawab dengan anggukan, kemudian benar-benar pergi dari ruangan dokter Pandu.

Arina menghentikan sebuah taksi untuk mengantarnya pulang. Seperti biasa ia menyenderkan kepalanya di kaca jendela. Bingung apa yang harus ia lakukan sekarang. Ia sendiri tidak tau siapa pria yang menghamilinya, lagian ia juga tidak punya uang untuk kehidupan anak nya kelak.

Malam harinya ponsel Arina berdering, wanita itu mengernyit saat melihat nomor baru. Dengan cepat Arina menggeser menu hijau agar panggilan terhubung.

"Halo siapa ini ?" tanya Arina dengan suara pelan, ia takut Bunga akan terbangun.

"Maaf mengganggu nona, saya dokter Pandu, yang memeriksa anda tadi siang"

"Dari mana dokter mendapatkan nomor saya ?"

"Itu tidak penting... Bisakah nona menemui saya di restoran X, ada yang ingin saya katakan dan ini penting"

Arina terdiam beberapa saat, ia dan dokter Pandu tidak saling mengenal, bahkan bertemu pun baru sekali yaitu tadi siang. Terus sekarang dokter Pandu memintanya untuk bertemu.

Lama Arina berpikir, hingga ingatan nya tertuju pada permintaan nya tadi siang. Mungkinkah dokter Pandu akan mengabulkan permintaannya.

"Baik dok, saya akan kesana"

"Ok saya tunggu, kalau sudah sampai hubungi saya"

Setelah itu panggilan terputus, Arina menoleh belakang dimana Bunga masih tidur dengan lelap. Keadaan rumah sangat sepi jadi Arina bisa diam-diam pergi dan berjanji akan pulang sebelum Bunga dan Bu Jumini menyadari kepergiannya.

*

*

*

Dua hari kemudian....

Bunga baru saja pulang dari pasar, dengan senyum kebahagiaan Bunga memasuki rumahnya. Hari ini adalah hari pertama Arina akan bekerja dan kebetulan wanita itu mendapat sif siang. Jadi Bunga ingin mengantarnya nanti.

"Arin, aku pulang" ucap Bunga dengan suara lantang.

Bunga membuka pintu utama, ia tahu di rumah hanya ada Arina seorang. Karena Bu Jumini belum pulang bekerja sementara adiknya masih sekolah.

Bunga duduk di kursi di ruang tamu, menunggu Arina keluar kamar. Biasanya setelah mendengar suara Bunga. Arina langsung keluar lalu mereka bercerita dengan seru.

"Arin" kembali Bunga memanggil.

"Arin kemana sih ? apa dia di kamar mandi ya ?" tanyanya pada diri sendiri.

Bunga berdiri dari duduknya, pertama ia mengecek kamar dan memang kosong tidak ada Arina disana. Jadi Bunga memutuskan ke belakang rumah untuk mengecek kamar mandi. Disana juga tidak ada Arina.

"Arin kamu dimana ?" teriak Bunga.

Kembali keruang tamu dan bermaksud untuk menghubungi ibunya, mata Bunga terbelalak saat membaca pesan yang baru saja masuk ke ponselnya.

"Kamu kemana Arin ? kenapa kamu pergi ninggalin aku" Bunga kembali duduk, air matanya sudah menetes dengan deras.

"Padahal Ibu tidak mempermasalahkan kamu mau tinggal berapa lama disini"

Lama Bunga menangis di ruang tamu, sampai ia sendiri tidak menyadari kalau ibunya sudah pulang. Wanita itu begitu larut dalam kesedihan.

Bu Jumini mendekati putrinya, lalu mengelus bahu Bunga hingga membuat wanita itu menatap sang ibu.

"Apa yang terjadi nak ? kenapa kamu menangis ? bicara sama ibu" ucap Bu Jumini.

Bunga tak menjawab, ia memberikan ponselnya pada sang ibu.

"Apa ini ?" tanya Bu Jumini.

"Ibu baca saja pesan yang ada disana !" pinta Bunga.

Bu Jumini membaca pesan di ponsel Bunga. Seketika bu Jumini kaget lalu melirik Bunga yang masih terisak.

"Apa maksud pesan ini Bunga ?" tanya Bu Jumini.

Terpopuler

Comments

Wirda Lubis

Wirda Lubis

arina pergi dari rumah bunga

2024-01-04

4

Miya Wibowo

Miya Wibowo

kemana rin

2024-01-03

0

Dini Lestari

Dini Lestari

spa pesan arin kok gk ada ,

2023-12-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!