Karena Elsa sudah tidur tadi sore, dia jadi kesulitan memejamkan mata. Namun pria di sampingnya sudah masuk ke alam mimpi dengan begitu mudahnya. Masih tidak percaya. Bagaimana bisa yang menjadi suaminya ini adalah seorang dekan fakultas hukum?
Posisinya Elsa tidur di dekat dinding sementara Tama di sisi yang lain. Kali ini Elsa sedang duduk memeluk lututnya sendiri. Kalau keluar, Mamanya pasti akan marah. Kebiasaan Elsa juga menyimpan ponsel di atas nakas, sekarang dia susah membawanya karena Tama menghalangi.
"Ganteng juga," Gumam Elsa langsung menutup mulutnya sendiri. "Tapi udah tua beut."
Daripada terus mengagumi sosok Tama yang setengah blasteran, Elsa memilih mengambil ponselnya dengan mengulurkan tangan perlahan supaya Tama tidak terganggu. Karena fokus pada wajah Tama, Elsa malah salah mengambil ponsel. "Dah ini punya dia." Ponselnya mirip, begitu juga dengan silikon nya.
Tidak sengaja menggeser ponsel Tama yang tidak terkunci. Ada pesan dari wakil dekan I terkait akademik untuk Angkatan sekarang.
Bukan masalah untuk melihatnya kan? Elsa menyamankan posisi tidurnya yang terlentang.
'Wah, ini jadwal pelajarannya ya? Ih, ada wali dosen juga. Wali dosen aku siapa ya?'
Elsa terlalu fokus melihat file yang dikirimkan wanita bernama Evita tersebut.
"Eunghh!"
"Hah!" Bruk! Perempuan itu meringis pelan ketika ponsel menimpa wajahnya. Berat dan juga menyakitkan. Lagipula kenapa sih dia malah bergerak?
Mengusap wajahnya yang terasa sakit. Elsa menyimpan lagi ponsel tersebut dan membalikan badan menghadap tembok. Tidak lupa menyusul guling supaya menjadi penghalang diantara mereka. "Gak boleh melebihi batasan," Ucapnya pada Tama yang terlelap.
***
"Abdul! Lu di belakang gue ih!" Teriak Elsa yang baru saja masuk ke dalam barisan
"Elsa lu jangan teriak teriak mulu. Lu itu inceran kating tau." Ira memperingati.
"Masa? Emang gue cantik?" Memegang pipinya sendiri yang memerah.
"Bukan itu, Bodo. Lu inceran mereka buat dijadiin beban. Nantinya bakalan dipamerin di akhir bamba buat anak yang sering buat kesalahan."
Ya ampun, Elsa pikir dirinya akan menjadi incaran pria pria tampan di kampus. Hanya mimpi memang, mana ada wajah pas pasan sepertinya diperebutkan. Pagi ini untungnya Elsa tidak terlambat, dia berangkat dengan tukang ojek saat Tama masih berada di masjid. Meminimalisir macet dan juga kendala lainnya, jadi berangkat lebih awal.
Namun sekarang berakhir dengan dirinya yang merasa lemas karena hanya sarapan satu gigitan roti.
Kali ini, Elsa diharuskan untuk berbaris sesuai kelompok. Mereka akan melewati pos demi pos sebelum menuju ke aula fakultas dimana mereka akan mulai memperkenalkan anggota kepemimpinan fakultas
"Kelompok 1 maju! Nyanyiin yel yel nya!" Teriak seorang panitia.
(Pakai lagu balonku ada lima) "Organku ada banyak! Rupa rupa jenisnya! Ginjal, jantung, paru paru, mata, kulit dan hidung. Kalau kau habis duit! Dor! Jual lah salah satu! Jangan sampai putus ilmu! Hanya karna kurang dudu!"
Sampai di pos satu, mereka ditanya tentang dasar dasar hukum, butuh waktu 30 menit di sana. Pos dua, Elsa harus siap mental karena mulai ada bentakan dan bentakan. Tapi yang jadi point penting di sini adalah perutnya yang terasa perih.
"Yang dibelakang kenapa?!"
"Siap, lapar, Kak!" Jawab Elsa.
"Sakit?!"
"Siap nggak, Kak! Lapar aja!"
"Derita kamu itu! Kan udah dibilangin buat sarapan dulu!" Elsa sudah siap mendapatkan semburan dari kakak tingkat wanita itu. Tapi seorang laki laki lebih dulu menahannya hingga tidak jadi mendekati Elsa. "Udah langsung lanjut aja, masih banyak kelompok yang belum masuk ini."
Elsa beruntung kali ini, kelompok satu akhirnya bisa masuk ke aula dan duduk di atas lantai dengan alas yang mereka sendiri.
"Elsa, kedepannya kalau lu ditanya gitu mending diem aja. Nanti lu kena marah juga."
"Kan gue jawabnya jujur." Elsa membela dirinya sendiri.
"Mana tadi yang lapar?" Seorang panitia perempuan tiba tiba datang.
"Saya, Kak." Mengangkat tangannya, Elsa begitu percaya diri.
"Ini dari Rizky."
"Ya ampun makasih, Kak. Kakak pemberi rizky yang tidak diduga duga."
"Maksudnya yang ngasih ini roti namanya Kak Rizky."
"Oh?" Elsa mengangguk kikuk.
***
Hari ini adalah hari yang paling membosankan. Jadwal setelah sholat nanti, mereka akan mendengarkan perkenalan dari lembaga fakultas dan organisasi mahasiswa. "Pasti pegel nih nanti kaki gue," Ucap Ira saat mereka pulang dari mesjid.
"Gue mau duduk di belakang ah."
"Jangan, nanti lu jadi sasaran kating. Udah di tengah yang aman. Terus katanya kalau kita di belakang, pasti bakalan ditunjuk sama orang di depan buat lakuin sesuatu." Abdul yang bertugas sebagai informan di sini menyampaikan.
"Yaudah deh duduk di tempat tadi aja."
"Cepetan lari! Waktunya udah mau habis!" Teriak wanita yang tadi memarahi Elsa karena lapar. Dia menatap tajam sampai wajahnya berubah jadi manis ketika sang dekan berjalan lewat sana. "Pak." Sapanya dan mencium tangan dekan tersebut.
Abdul dan Ira juga melakukan hal yang sama. Elsa? Dia tidak mau orang lain curiga, jadi ikut saja mencium tangan pria itu.
"Tiga kali."
"Hah?"
"Salim nya tiga kali. Kemaren dua belum."
"Permisi, Pak," Ucap Elsa segera menarik tangan kedua temannya dari sana.
"Tadi Pak Erlangga ngomong apa sama lu?" Tanya Ira penasaran.
"Gak ngomong apa apa."
"Itu Dekan beken banget melebihi mahasiswanya sendiri tau. Mana ganteng banget dia tuh, duh kakak tingkat aja yang pengen dibimbing sama dia banyak." Abdul mulai berbicara.
"Ceritain tentang dia dong. Udah lama jadi Dekan?"
"Dulu dosen biasa. Tapi taun kemarin kepilih jadi dekan fakultas hukum katanya. Ganteng bet. Dingin dingin gimana gitu. Seger gue juga liatnya." Abdul menggelengkan kepalanya.
"Iya sih ganteng banget. Mana masih jomblo lagi."
Elsa seketika menghentikan langkahnya. Wah berarti kabar itu pak dekan udah nikah belum kesebar ya? Selamat juga Elsa.
"Lu ngapain tiba tiba berhenti? Ayok maju!" Ira memukul pundak Elsa kesal.
"Tapi tau gak? Katanya sampai ada fandom pak Erlangga loh. Dia banyak dikagumi soalnya." Abdul kembali melanjutkan menyiarkan berita tentang betapa populernya Tama
Elsa? Dia hanya diam mendengarkan saja. Tapi saat memulai perkenalan fakultas dengan Tama yang memimpin di tengah, Elsa memang sadar kalau pria itu memang tampan.
"Anjir ganteng banget." Terdengar bisik bisik mereka yang memuji.
'Laki gue tuh, boss,' ucap Elsa dalam hatinya.
Bagaimana pria itu membuka pembicaraan, memang terdengar sangat menawan. "Fakultas hukum itu identik dengan demo, makannya setiap mahasiswa diharuskan bisa orasi. Siapa yang mau coba di sini? Saya tunjuk ya." Elsa menegang saat Tama menatapnya. "Kamu yang rambutnya kribo diikat dua. Coba maju buat orasi."
Mata Elsa membulat, apa pria itu tidak waras?
"Cepatan kamu, dipanggil Pak dekan buat orasi," Ucap salah satu kakak tingkat yang ada di sampingnya memaksa Elsa untuk berdiri dan melangkah ke depan
Matanya tidak lepas dari Tama yang menatapnya datar. Apa apaan pria ini? Baru juga mereka bertemu lagi dan sudah mengibarkan bendera perang?
Diberikannya microphone pada Elsa oleh panitia. Dengan tangan bergetar, Elsa melihat pada lautan manusia di depannya. Bangsaat sekali suaminya ini.
Elsa tau apa itu orasi, tapi yang dia tau ketika melakukan demi hanyalah… "HIDUP MAHASISWA!"
krik! Krik! Tidak ada sahutan ketika Elsa sudah mengepalkan tangannya.
"Tepuk tangan semuanya," Ucap Tama dari belakang sana. Oke, Elsa membenci kesal pada suaminya.
'Ralat, gak ganteng sama sekali. Julit yang ada!'
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
gia nasgia
Elsa sukses di kacangin paksu 😂
2025-02-27
0
liari sandi
awas elsa lg mode senggol bacok niii
2024-11-06
0
Lala_lela067
tambahin
seonggol dong!! 🤣
2024-03-30
1