^^^Azza dan Alister^^^
^^^.^^^
^^^.^^^
^^^l'océan délivre un espoir^^^
^^^(samudera mengantarkan sebuah harapan)^^^
...----------------...
Kening Azza mengerut dan dengan perlahan membuka matanya ketika sinar matahari menerpa wajahnya. Matanya berkedip beberapa kali sebelum ia sadar bahwa ini sudah pagi. Menoleh ke samping ia tak menemukan keberadaan Alister.
Azza segera duduk dan merapatkan selimut di tubuhnya. Azza menoleh ke samping dan bisa melihat bahwa sekarang sudah jam 8 pagi.
Astaga!! la benar-benar langsung tidur setelah menangis.
la mencari tasnya untuk melihat apakah Ibunya menelpon atau tidak. Namun ia segera menangis setelah sadar bahwa tasnya masih tertinggal di pesta semalam.
"Pasti Mama khawatir," isaknya meremas rambutnya kesal.
Azza segera berdiri dan memakai pakaiannya kembali, tak mempedulikan bahwa bagian inti tubuhnya masih terasa ngilu akibat semalam.
"Kak Ali," Azza melihat Alister baru masuk kamar sambil menenteng tas kecilnya. Senyum Azza terbit dan segera merebut tas itu lalu mengambil ponselnya. Namun apa yang ia lihat tak ada satupun pesan maupun panggilan dari Mamanya.
Mata Azza menatap Alister yang mendekat kearahnya.
Laki-laki itu tersenyum tipis, mengelus rambut kusut Azza.
"Mandi dulu ya,"
Azza mengangguk patuh dan berjalan menuju kearah kamar mandi. Jujur saja tubuh Azza terasa remuk, Azza butuh air hangat untuk meringankan tubuhnya.
Setelah air di bathtub penuh, Azza melepas semua pakaiannya tadi dan masuk kedalamnya.
"Ah, lega." Desahnya menyandarkan punggungnya di ujung bathtub. Matanya terpejam ketika air hangat itu membuat tubuhnya terasa lebih enak.
Setelah airnya dingin, Azza segera membilas tubuhnya dan mengambil handuk untuk menutupi tubuhnya. Azza berdiri di depan kaca wastafel, matanya berkedip saat tanda merah keunguan begitu banyak di leher dan juga dadanya.
Ceklek
Pintu kamar mandi terbuka menampilkan sosok Alister yang masuk menghampirinya.
"Kak Ali,"
"Hmm."
Azza memejamkan matanya seketika tangan Alister mengelus pipinya dan terhenti di bibirnya. Mata Azza terbuka ketika tubuh mereka begitu rapat dan dapat merasakan nafas hangat Alister menerpa wajahnya.
Wajah Azza bersemu ketika melihat tanda merah juga di tubuh Alister. Bukan dirinya kan yang membuat kissmark itu, rasanya sasha tak percaya apa yang dilakukan pada leher, dada dan perut Alister.
"Aku tunggu kenapa kok lama sekali, aku kira tertidur di kamar mandi makanya aku menghampirimu."
"Ini sudah selesai kok kak," gugupnya.
Alister mengangguk dan memberi jarak keduanya. Alister menjilat bibirnya sebelum membalikan tubuhnya.
"Aku tunggu di luar."
Azza mengangguk dan menghela nafas lega. Sungguh, Azza masih malu tentang semalam itu. Dan bisa-bisanya Alister bersikap biasa aja tidak sepertinya yang ingin menghilang sekarang juga!
***
"Aku semalam udah telpon Tante Luna kalau kamu sama aku. Itupun kalau kamu ingin tahu."
"Apakah Mama mengiyakan?" Alister mengangguk.
"Aku bilang kamu mabuk."
Mata Azza terbuka lebar mendengar ucapan Alister padanya. Alister terkekeh melihat raut wajah panik Azza. Begitu lucu.
"Bercanda,"
Azza ikut tersenyum ketika melihat Alister tertawa. Kenapa begitu sangat tampan, apakah bisa Azza melepas pria yang dicintainya itu.
"Kak Ali tentang semalam..." wajah Azza memerah sambil menundukkan wajahnya tak berani menatap wajah tampan Alister.
"Kenapa tentang semalam?"
Azza menggigit bibirnya, ia ingin mengatakan apakah Alister akan bertanggung jawab untuk menikahinya, tapi sepertinya Alister hanya menganggap semalam biasa saja, seperti yang biasa mereka lakukan.
"Tidak jadi." Lesunya dengan terpaksa memberi senyum palsunya.
Alister mengangguk dan tak bertanya lagi sehingga membuat Azza merasa kesal namun tak berdaya.
Sungguh cinta yang membuat Azza harus makan hati terus menerus.
"Aku mau pulang," ucapnya menatap Alister yang memainkan ponselnya.
"Oke."
Baiklah mungkin ini yang terakhir kalinya Azza berharap kepada Alister. Azza akan belajar untuk melupakan yang semalam, anggap saja seperti cinta satu malam.
***
Satu bulan kemudian.
Sudah satu bulan berlalu dan artinya sebentar lagi Azza akan masuk ke universitas dan menjadi mahasiswi baru.
Azza sudah mencoba berusaha melupakan cintanya untuk Alister meski sering kali gagal. Tapi Alister yakin suatu saat nanti pasti Azza akan menemukan cinta baru yang bisa saja membuatnya melupakan sosok Alister. Dan Azza berharap seseorang itu bisa mencintainya dan juga menerima dirinya apa adanya.
Bukankah sudah wajarnya seseorang untuk berharap.
"Mama masak apa?" Azza menghampiri Mamanya yang sedang masak di dapur. Meski Mamanya cantik dan merawat diri, tak bisa di pungkiri bahwa Mamanya sangat pintar memasak. Maka tak heran kalau Azza juga pandai memasak.
"Tumis kangkung, ayam goreng sama cumi-cumi asam pedas manis. Bantu mama taruh di piring ya, Sayang," ucap Aluna pada putrinya yang ada di samping.
Kening Azza mengerut ketika bau masakan Ibunya membuatnya mual. Azza segera menutup mulutnya dan berlari menuju ke kamar mandi tak jauh dari dapur.
Azza memijat keningnya saat merasakan pusing di kepalanya. Padahal kemarin dia baik-baik saja kenapa jadi begini.
Tak ingin memikirkan hal itu, Azza segera membasuh bibirnya dan berjalan menghampiri Mamanya kembali. Namun bau masakan menyengat di hidungnya membuat Azza kembali mual dan memuntahkan cairan bening saja.
"Pasti masuk angin." Pikirnya, karena semalam Azza terlalu merendahkan suhu AC nya saat merasakan panas.
"Ma Azza ke depan aja ya hehe," tanpa mendengar jawaban Mamanya, Azza segera berlari menuju ke depan rumahnya.
Berlibur di rumah memang membosankan apalagi ketika Azza tak suka berdiam diri di rumah. Maka saat ini untuk menghilangkan kebosanannya Azza menyiram tanaman Mamanya. Sesekali Azza bersenandung kecil dan tersenyum ketika tanaman berbagai bunga menghiasi taman kecil rumah mereka.
"Hai kak Azza!!" Teriak seseorang membuat Azza menoleh kesamping dan ternyata dia adalah Alice, adik Alister yang berdiri di depan pagarnya.
Azza segera mematikan kran dan menghampiri Alice yang membawa rantang.
"Kamu mau kemana?" tanyanya setelah membuka gerbang rumahnya.
Alice tersenyum memperlihatkan gigi rapinya dan menaikan tangannya menunjukan rantang yang di bawanya.
"Antar ini buat Tante Luna dari Mama Amber, hihi.."
"Wah.. terima kasih ya."
Alice mengangguk dan menyerahkan rantang itu kepada Azza dan langsung di terima oleh Azza.
"Ada acara apa nih Al?" tanyanya mendekap rantang itu. Dari baunya saja pasti masakan Tante Amber enak, pikirnya senang.
"Mama masak lebih,"
Azza mengangguk dan tersenyum ke arah Alice. Alice menautkan alisnya ketika melihat benda melingkar di leher Azza. la tak asing dengan kalung itu dan baru sadar bahwa itu sama persis dengan yang dibeli kakaknya di toko mas mall waktu lalu.
"Kalung kakak bagus deh,"
Azza menunduk dan memegang kalungnya, tersenyum canggung.
"Oh..iya..."
"Beli di mana kak?"
"Di kasih seseorang." Jujurnya.
"Pacarnya ya, ciee..."
Azza tersenyum malu di goda oleh adik dari lelaki yang ia cintai.
"Hehe.. bisa dikatakan begitu." Azza meringis mendengar ucapannya.
Alice mengangguk dan tak bertanya lebih banyak lagi. Ini juga bukan urusannya, tapi yang pasti Alice tahu, ada sesuatu antara kakaknya dan Azza.
"Kalau gitu Alice pulang dulu ya kak,"
"Oke, terima kasih ya makanannya!"
"Sama-sama."
Azza menutup gerbang rumahnya dan mengendus rantang yang ia pegang. Tiba-tiba Azza merasa lapar dan ingin segera membuka rantang ini.
"Apa itu Za?"
Azza menaruh rantang di meja makan dan membukanya.
"Dari Tante Amber Ma,"
Aluna mangangguk dan meletakan piring berisi masakannya di meja.
"Kamu taruh di piring gih," ucapnya saat melihat masakan dari tetangganya.
Azza mengangguk semangat. Setelah meletakan di piring, Azza duduk di kursi dan mengambil nasi dan masakan Tante Amber. Azza makan dengan lahap merasakan masakan pas di lidahnya. Sangat enak malah.
Daffa yang baru keluar dari kamar duduk di kursi dekat putrinya. Daffa terkekeh melihat porsi makan putrinya.
"Makannya banyak banget, tidak takut gemuk Za?"
Azza menoleh kearah Papanya dan cemberut.
"Habisnya enak Pa,"
"Tapi tak serakus itu Sayang," celetuk Luna duduk di depan Azza. Mengambilnya nasi dan lauk pauk untuk suaminya.
"Makasih Ma,"
"Sama-sama Pa,"
Azza menatap piringnya dan ia cukup terkejut bahwa porsi makannya lebih dari biasanya. Rakus juga ternyata dirinya. Azza segera mengambil air minum dan meneguknya.
Azza malu!! Seketika kenyang sendiri.
"Tak apa-apa Ma, Azza masih masa pertumbuhan."
"Azza kan sudah besar Pa, harus bisa jaga pola makannya. Nanti Alister kabur lagi," Luna berniat menggoda anaknya tapi ternyata bukannya malu dan merengek seperti biasanya, Azza hanya diam dan tak menanggapi godaan mamanya.
"Ma, Pa, Azza kenyang. Azza keatas dulu ya." Pamitnya tersenyum beranjak dari kursinya.
Alister...
..._____...
Bagaimana nih? Tanda-tanda baby ga sih?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Syarifah
berharapny jgn sampe hamil. kasian azza
2022-12-31
3