^^^Azza dan Alister^^^
^^^.^^^
^^^.^^^
^^^toutes les pensées ne sont pas les mêmes^^^
^^^(tidak semua pikiran sama)^^^
...----------------...
"Ayo kita nikah muda."
Azza tertunduk lesu mengingat apa yang diucapkan pada Alister dua hari yang lalu. Bagaimana bisa ia dengan mudahnya mengajak Alister menikah muda padahal pacaran saja masih jalan 2 bulanan.
Alister pasti langsung ilfil padanya sebab saat ia mengatakan itu, Alister hanya diam saja tak menjawab ajakannya dan hanya mengucapkan kata tidur.
Ajaibnya ia langsung tidur seperti yang diucapkan laki-laki itu dan keesokan paginya ia tak mendapati Alister di sisinya.
"Bodoh banget!" Kesalnya masih menyalahkan mulutnya yang suka bicara tanpa di filter dulu.
Mata Azza mengintip balkon kamar Alister yang tak ada penghuninya. Azza sadar sepenuhnya bahwa ia terkesan memaksa meski hanya ucapan saja.
Menikah muda?
Ayolah, siapa yang mau menikah diusia sedini mungkin. Azza terlalu naif jika mengharapkan Alister langsung mengiyakan ajakannya itu.
Menikah bukan perkara yang gampang, Azza tahu itu. Tapi, kalau memang itu jalannya agar bisa terus bersama Alister, Azza ikhlas lahir batin menikah muda.
Sayangnya semua hanya angannya saja. Mungkin ia terlalu tamak untuk mendapatkan Alister seutuhnya.
Tangannya memegang kalung yang melingkar di lehernya, senyum terukir di bibirnya kala mengingat Alister memberikan kalung ini di ulang tahunnya yang ke 17 tahun.
"A², Azza dan Alister." Azza tersenyum sambil melihat liontin itu.
"Sweet banget sih, bikin baper aja."
***
Azza turun dari tangga dengan seragam sekolah melekat di tubuhnya. Menghampiri Mama dan Papanya yang sarapan di meja makan.
Azza duduk di kursi dan mengambil roti tawar yang di olesi selai nanas lalu memakannya. Matanya menatap kedua orang tuanya yang terlihat sekali bahagia, dimana kedua pasangan itu saling melengkapi satu sama lain. Papanya, Daffa bisa dikatakan tidak terlalu tampan dan bertubuh besar, berbeda dengan Mamanya, Aluna begitu cantik dan langsing meski sudah berusia senja.
Kadang kala Azza merasa iri pada keduanya, membayangkan posisi itu adalah dirinya dan Alister. Alister yang tampan dan Azza yang biasa saja.
Betapa indah imajinasinya.
"Sayang, bukannya ujiannya sudah selesai?" tanya Aluna menatap putrinya yang memakai seragam sekolah.
"Hehe, iya Ma. Masuk dulu sebelum libur menanti hari pengumuman kelulusan," jawabnya sambil mengunyah rotinya yang tinggal sedikit.
"Oh, Mama kira langsung libur."
"Hehe... Azza berangkat ya Pa, Ma," pamitnya mencium pipi kedua orangtuanya sebelum melenggang pergi dari ruang makan itu.
Azza menghela nafas pelan berjalan keluar dari rumah. Masuk kedalam mobil yang di sopiri pak sopir.
"Pak, nanti di apartemen XX ya," ucapnya pada sopirnya dan membuka tasnya untuk mengambil ponselnya.
"Loh, tidak ke sekolah Non?"
"Emm, Azza nanti bareng sama kak Alister. Tapi bapak jangan bilang sama Papa Mama ya kalau Azza ke apartemen kak Alister."
"Baik Non." Lebih baik pak sopir mengiyakan majikannya saja. Ia juga tak mau ikut campur masalah orang lain.
Mobil berhenti di depan gedung apartemen, Azza membuka pintu mobil sebelumnya ia memperingati sopirnya agar tak mengatakan pada orang tuanya. "Jangan bilang loh ya pak," ucapnya langsung menutup pintu mobil.
Setelah mobilnya melenggang pergi, Azza masuk ke gedung itu menuju kearah unit apartemen Alister.
Tangan Azza menekan password sebelum membuka pintu itu. Diam-diam Azza tersenyum lega dan masuk dengan langkah pelan.
Selalu rapi. Begitulah apa yang dilihatnya, kadang Azza iri pada Alister yang begitu rapi berbeda dengannya yang selalu berantakan.
Melepas sepatunya dan kaos kakinya, Azza melatakan di rak sepatu dan berjalan menuju ke kamar Alister yang sudah ia hafal. Azza membuka kamar Alister yang gelap dengan pencahayaan yang minim.
Meletakan tasnya di sofa, Azza naik ke ranjang besar itu dan melihat Alister yang masih tidur dengan posisi miring.
Azza membuka selimut tebal itu dan menidurkan dirinya dengan posisi menghadap ke arah Alister yang begitu damai dengan mata yang terpejam.
"Orang ganteng kalau tidur tetap aja ya ganteng. Iler aja tidak ada," ucapnya masih menatap Alister dengan tatapan memuja.
Tangannya terulur membelai pipi Alister tanpa terusik sedikitpun. Ingin sekali tiap bangun tidur bisa melihat wajah tenang Alister dan berada dalam pelukannya. Pasti terasa sangat menyenangkan.
"Kak Alister," panggilnya saat melihat mata Alister bergerak terbuka. Azza dapat melihat manik hitam Alister menatap ke arahnya yang juga mengedipkan matanya.
Senyum Azza makin melebar dan meringsek masuk ke dalam pelukan Alister tanpa di suruh.
"Kangen..," ucapnya manja memeluk tubuh Alister dengan erat. Menghirup aroma tubuh Alister yang sama sekali tak bau.
Alister membalas pelukan Azza dan mengelus rambut halusnya.
"Ini jam berapa?" tanya Alister dengan suara serak, khas orang bangun tidur.
"Jam 8," jawab Azza tanpa mau melihat wajah
Alister.
Azza masih menikmati pelukannya pada tubuh hangat Alister yang tiga hari ia rindukan.
"Pagi-pagi udah kesini mentang-mentang tahu password-nya."
Azza mendongakkan kepalanya menatap Alister yang juga menatapnya.
"Tidak apa-apa kan kak?"
"Tidak apa-apa kok," Alister mengulas senyumannya dan mengecup kening Azza. Azza tersenyum kecil dengan perilaku Alister barusan. Hatinya berbunga-bunga betapa ia menyukai perilaku Alister saat ini, membuatnya merasa memiliki pacar yang sesungguhnya.
"Kamu pakai seragam?"
"Hehe iya," cengirnya sambil memainkan jari jemari Alister yang panjang. Tangannya begitu tampak kecil jika disatukan dengan tangan Alister yang besar.
"Kak Ali," panggilnya pelan menatap Alister yang tersenyum tipis padanya.
"Ya?"
"Kakak seharian di sini atau mau keluar?"
"Kenapa?"
"Di sini aja ya, berduaan sama aku," Pintanya, mengedipkan kedua matanya.
Alister menggelengkan kepalanya melihat tingkah Azza yang tetap sama.
"Aku mandi dulu," ucapnya beranjak dari ranjang menuju ke kamar mandi.
"Kak Ali!"
"Apa lagi Za?" Alister menoleh ke belakang melihat Azza yang sudah duduk.
"Azza ikut mandi ya," ucapnya berniat menggoda Alister yang terdiam menatapnya.
Alister tersenyum miring.
"Mau ikut?" Alister menggerakkan kedua jari telunjuk dan tengah kearah Azza yang langsung memerah. Tanpa menunggu jawaban, Alister langsung masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya
***
"Aku yakin kamu tadi ijinnya ke sekolahkan," Alister menatap Azza yang duduk di pangkuannya, mengelus rambut Azza yang tergerai indah.
Azza tersenyum malu saat Alister menebak begitu tepat. Tapi bagaimana lagi, ia rindu dengan pria yang memangkunya ini. Kalau keluar begitu pagi dengan pakaian seragam sekolah kan Papa dan Mamanya tak akan curiga dan berpikir ia sekolah.
"Habisnya, seminggu tidak ketemu karena ujian dan 2 hari tidak ketemu lagi kan jadi rindu," jawabnya menyandarkan kepalanya di dada Alister, mendengar detak jantung Alister yang normal.
"Kak Alister belum jawab pertanyaanku dua hari lalu. Sekarang Azza ingin denger jawabannya."
"Pertanyaan yang mana?"
Azza menggigit bibirnya lalu menatap mata Alister yang tajam.
"Soal nikah muda," jawabnya nyaris berbisik, matanya tak berani menatap mata Alister dan mengalihkan pandangannya kesamping. Menunggu jawaban Alister yang membuat jantungnya berdetak begitu cepat.
Elusan tangan Alister berhenti saat Azza mengucapkan kata-kata yang sudah ia lupakan dan kini ia teringat lagi dimana Azza mengajaknya menikah muda dua hari yang lalu.
"Menikah muda itu tak mudah Za. Menikah bukan hanya soal cinta saja tapi sebuah komitmen dimana kedua pasangan saling melengkapi kekurangan masing-masing."
"Aku tahu kak tapi kita sudah melakukan hal yang kelewat batas dimana hubungan yang harus dilakukan oleh pasangan suami istri, dan aku udah menyerahkan keperawananku buat kamu."
"Tapi tidak dengan menikah Za!"
"Kak, apa kakak masih belum mencintai Azza? Apa kebersamaan kita selama ini tak ada artinya?" tanyanya dengan suara bergetar. Sesulit itukah membuat Alister mencintainya, sesulit itukah menggapai hati pria yang dicintainya.
Azza tahu menikah memang tak semudah yang dibayangkan, tapi salahkah jika Azza ingin selalu bersama dengan Alister.
Melihat Azza yang siap menangis membuat Alister jadi tak tega. Tangannya mengelus pipi Azza dan mencium bibir Azza dengan lembut.
"Aku mau tanya kenapa kamu ngebet banget untuk nikah muda?" tanyanya, setelah melepas ciumannya
"Aku takut kak Alister bakal pergi dari aku," ucapnya pelan.
"Kenapa kalau aku pergi darimu?"
Mata Azza melotot tak percaya mendengar ucapan Alister.
"Apa memang kamu ingin meninggalkanku setelah aku menyerahkan semua?!" Tangan Azza mengepal erat.
Azza jadi teringat saat Alister meminta menjadi pacarnya karena ia menyerahkan satu-satunya yang berharga. Apakah setelah itu Alister akan meninggalkannya begitu saja layaknya pakaian yang sudah tak terpakai.
Mata Azza menatap nanar wajah Alister yang terlihat begitu tenang. Azza tak tahu ternyata Alister begitu tega padanya setelah semua tak tersisa. Cintanya, harga dirinya, dan satu-satunya yang berharga sudah di miliki laki-laki ini.
...______...
Jadi bagaimana?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
viva vorever
mkn kisah ini pelajaran juga buat kaum hawa,agar tak mencintai manusia melebihi Dzat penciptanya,tak buta dlm mencintai laki2,karena perpisahan itu pasti,dan azza mkn blom memahami bahwa cintanya suatu saat akan menyakiti dirinya sendiri
2023-01-05
1