^^^Azza dan Alister^^^
^^^.^^^
^^^.^^^
^^^ce n'est pas grave, je ressens toujours la même chose.^^^
^^^(tak masalah, perasaanku masih sama)^^^
...----------------...
Alister membuka kotak makan yang diberikan Azza tadi pagi. Hanya masakan sederhana yang katanya dimasak oleh gadis itu sendiri. Mengambil sendok, Alister menyendok makanannya dan memasukan kedalam mulutnya.
Enak, rasanya pas di lidahnya.
Alister kembali memakan makanan buatan Azza hingga habis setengah.
"Tumben kau bawa bekal, merah musa lagi."
Alister menoleh kesamping yang ternyata teman sebangkunya sekaligus sahabatnya.
"Hm," Alister menutup kotak makan itu dan memasukan kembali ke dalam tasnya.
"Dingin banget di ajak bicara." Dengus Faiz, salah satu teman Alister yang suka sekali mengganggunya.
"Aku bukan kulkas."
"Jangan-jangan itu salah satu dari fans-mu ya. Tumben kamu makan biasanya di kasih padaku,"
"Karena aku tahu kamu ini miskin."
Mata Faiz membulat. Ingin sekali ia menoyor kepala Alister yang kadang kala nyelekit dan yang membuatnya heran kenapa ia bisa berteman dengannya.
"Wajah tampan, mobil keren, jam tangan mahal, rambut gaya masa kini, bibir ****-able, tak kalah tampan aku denganmu dan sorry aku tak miskin." Faiz mengibaskan seragamnya tersenyum narsis dan mengerlingkan matanya ketika salah satu siswi di kelasnya menatapnya.
"Daripada banyak bicara, tolong beli minuman untukku." Alister mengambil uang 10 ribu di saku celananya dan mengulurkan uangnya ke tangan Faiz.
Faiz menatap uang 10 ribu di tangannya.
"Kau memberiku uang pas, sekali-kali lembaran uang warna merah." Gerutu Faiz namun tetap melakukan apa yang dikatakan Alister sekalian beli makanan.
***
"Aku lihat Naomi makin hari makin cantik," Faiz menggelengkan kepalanya menatap penuh minat pada gadis yang terkenal tercantik di sekolah mereka.
"Kau betul tidak tertarik padanya? Dia menyatakan cinta dua kali kenapa kau tolak, Al. Kalau dia nembak aku sih langsung ku terima dan ku ajak main ranjang."
Alister melihat kearah dimana yang di maksud Faiz. Harus Alister akui Naomi memang cantik dengan rambut terurai sepinggang berwarna kecoklatan.
"Kalau tak suka mengapa diterima," jawabnya kembali memainkan ponselnya.
"Seperti si Azza yang kelas sebelah ya? Kau tolak dia juga,"
Alister menoleh ke samping menatap Faiz cuek.
"Mengapa bahas aku tolak perempuan atau tidak? Jangan-jangan kamu suka aku?"
"Ya mana mungkin, aku masih suka yang berlubang dan tidak berbatang. Tidak bisa aku bayangkan kau denganku main pedang-pedangan." Faiz bergidik ngeri membayangkannya, di mana ia di bawah kuasa Alister dan saling beradu pedang. Faiz bergidik ngeri dan ingin muntah seketika.
Pletak!
Alister menimpuk kepala Faiz dengan buku tebal. Faiz yang di timpuk merasakan sakit pada kepalanya.
Sialan Alister. Kepalanya ini berisi IQ yang tinggi. Bisa-bisa ia jadi bodoh gara-gara timpukan keras.
"Aku masih suka yang berlubang, jadi singkirkan pikiran bodohmu itu!"
"Kau suka tapi tak pernah masuk kan? Cemen banget kau tuh," ejeknya.
Alister menggelengkan kepalanya dan memfokuskan kembali ke layar ponselnya.
"Aku bukan kamu yang suka masuk kemana-mana."
"Udah SMA sebentar lagi lulus, Al. Lepas keperjakaanmu sama Naomi gih, lumayan kan dia. Menikmati masa muda tidak apa-apa sekali - kali, zaman sekarang mah jarang ada perawan, aku saja lepas perjaka 2 tahun yang lalu."
Alister menggelengkan kepalanya tak mau menanggapi Faiz yang makin ngawur.
"Eh..eh.. ada fans berat kamu tuh datang ke sini. Gila! Body goal gitu masih kau tolak juga Al, tidak habis pikir aku sama kamu tuh."
"Itu mata dijaga. Duluan ya Iz."
Alister berdiri memasukan ponselnya di saku dan bukunya ke dalam tas. Menghampiri Azza yang langsung bergelayut manja padanya.
Faiz yang di tinggal melongo tak percaya pada pemandangan di depannya ini. Sejak kapan Alister dengan Azza dekat begini? Apakah mereka pacaran. Faiz langsung menggelengkan kepalanya dan berdecak.
"Makanya dia duduk di sini ternyata menunggu perempuan itu. Bego banget aku sama tuh kulkas."
***
Azza duduk di sofa apartemen Alister sambil memainkan ponselnya. Hari ini adalah hari Minggu sehingga Azza mampir ke apartemen pacarnya ini, sebenarnya bukan mampir sih tapi memang sengaja datang kesini.
Azza tak berani masuk kedalam kamar Alister tanpa cowok itu suruh. Azza takut nanti dikira ia lancang lagi. Masih juga pacaran 1 minggu tapi Azza sudah bertingkah manja padanya, jangan sampai Alister jijik melihatnya begini.
Tiba-tiba senyum Azza terbit, sekian tahun ia mencintai laki-laki itu dan ditolak yang kesekian kali akhirnya dia jadi pacarnya juga.
Betapa bahagia bisa bersama dengan yang dicintai.
Sudah hampir satu jam Alister tak keluar dari kamar membuat Azza merenggut seketika. Azza berdiri membiarkan tas kecilnya tergeletak di sofa dan berjalan menuju kamar Alister yang pintunya ternyata tak di kunci.
Azza membuka pelan pintu kamar itu dan masuk kedalam. Matanya menangkap sosok laki-laki yang sialnya malah memainkan game dan membiarkan dirinya sendirian di luar sana sedangkan Alister fokus dengan apa yang ia lakukan saat ini.
Azza segera menghampiri Alister dan duduk di sebelahnya. Azza tak mengerti permainan apa yang di mainkan Alister tapi tampaknya Alister serius sekali tanpa menyadari bahwa ada dirinya duduk disampingnya.
"Kak Al," panggilnya pelan namun tidak digubris. Azza memanggilnya lagi hanya dijawab dengan deheman saja.
Azza memberanikan diri mencium pipi Alister berulang kali bahkan leher juga, menggoda Alister agar melihat kearahnya.
"Za!" Peringat Alister tapi matanya fokus ke depan.
"Kakak fokus saja sama gamenya, anggap aku tak kasat mata!" Ujarnya menahan rasa kesal.
Kenapa rasanya ia diduakan dengan benda mati ini.
Azza terus mengganggu Alister dengan terus menciumnya tak terkecuali sudut bibir laki-laki itu.
"Kak,"
Alister kembali mencium bibir Azza hingga Azza sendiri kewalahan, Azza bisa merasakan bahwa Alister begitu mahir berciuman.
Apakah pacarnya ini pernah ciuman dengan perempuan lain? Membayangkan Alister mencium perempuan selain dirinya membuat hati Azza seketika berdenyut sakit. Rasanya tak rela kalau Alister pernah dimiliki yang lain.
Alister kembali mencumbu Azza di seluruh tubuhnya, menandai bahwa Azza adalah miliknya. Tanda merah tercetak dimana-mana kecuali leher, Alister hanya menandai satu karena Alister tahu di situlah tempat dimana orang dapat melihat.
Ini rasanya sangat nikmat meskipun geli.
"Inginnya mengajak jalan-jalan setelah gameku selesai, tapi aku berubah pikiran saat kamu menggodaku seperti tadi." Bisiknya, menatap wajah Azza yang penuh keringat dan mengusapnya, menyingkirkan anak rambut yang lengket pada wajah cantik Azza.
Wajah Alister mendekat dan menempelkan bibir mereka dan kembali berciuman, lagi.
...______...
Jangan lupa tinggalkan jejak, wajib dari Pangeran Atlantis!!! Cuma klik doang kok, yuk bisa yuk!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments