^^^Azza dan Alister^^^
^^^.^^^
^^^.^^^
^^^la confiance exige une reconnaissance ^^^
^^^(kepercayaan memerlukan sebuah pengakuan)^^^
...----------------...
Azza menatap laki-laki di sampingnya yang matanya masih tertutup, bahkan Azza bisa merasakan deruan nafas teratur Alister yang menandakan bahwa
Alister tidur terlelap.
Jari jemarinya menelusuri wajah tampan Alister, dari alis, mata, pipi, hidung dan terakhir bibir, Azza begitu berhati-hati menyentuh wajah pacarnya takut bahwa ia membangunkannya.
Laki-laki ini yang sudah membuatnya jatuh cinta dari ia masih kecil. Cinta yang ia kira cinta monyet ternyata cinta yang ia miliki pada Alister terus bertambah setiap waktu, dan Azza tahu ia benar-benar mencintai laki-laki yang memeluknya ini.
Mata Azza menatap bibir merah
Alister yang sudah mencium bibirnya dan juga mencumbunya. Wajahnya memerah ketika mengingat apa yang dilakukan beberapa waktu bersama Alister.
Azza tahu apa yang mereka lakukan salah dan kesalahan terbesar mereka adalah melakukan hubungan layaknya suami istri. Padahal mereka menikah saja tidak. Hubungan yang dilarang oleh Tuhan tapi tetap dilanggar.
"Kamu tahu kak hal yang paling aku takutkan apa? kakak meninggalkan aku disaat aku sudah menyerahkan semuanya," Bisiknya lirih. Membenamkan wajahnya di dada Alister.
Azza memeluk erat Alister seolah takut kehilangan. Azza tahu hanya dirinya lah yang mencintai laki-laki ini, Azza tahu cintanya bertepuk sebelah tangan.
"Cinta bertepuk sebelah tangan memang menyakitkan tapi aku tak akan menyerah, aku akan buat Kak Alister mencintaiku." Janjinya dalam hati, memejamkan matanya semakin memeluk erat Alister-nya.
Azza merapatkan selimut yang menutupi tubuh telanjang mereka. Mengambil ponselnya, membuka kamera ia memfoto dirinya dan Alister beberapa kali hingga Azza tersenyum dengan hasilnya.
Salah satunya ia jadikan wallpaper, Azza tak masalah dikatakan gila, karena memang ia tergila-gila dengan Alister dan Azza akui itu. Azza juga tak mau dikatakan munafik bahwa ia menikmati apa yang mereka lakukan.
Azza menegang saat merasakan pergerakan tubuh Alister dan segera meletakan ponselnya di bawah bantal.
Jangan sampai Alister mengetahuinya, rapalnya dalam hati.
Lebih baik ia pura-pura tidur saja!
"Za,"
Azza semakin memejamkan matanya mendengar suara Alister memanggil namanya. Azza juga bisa merasakan rambutnya dibelai begitu lembut. Azza memejamkan matanya menikmati sentuhan dari tangan Alister, begitu nyaman.
"Aku tahu kamu udah bangun," ujar Alister lagi.
Azza tetap tak mau menjawab tetap memeluk Alister begitu erat.
Azza bisa merasakan hembusan nafas Alister, apakah Alister kesal padanya?
Azza membuka matanya dan mendongak menatap wajah mata Alister yang juga menatapnya.
"Kakak udah bangun ya?"
"Hmm,"
"Oh..."
"Za,"
"Iya?"
"Sampai kapan memelukku?"
Azza tersenyum kecut dan melepas pelukannya lalu menjauhkan tubuhnya dari Alister.
"Maaf."
Alister membuka selimutnya dan mengambil celana pendeknya yang berserakan di lantai dan memakainya. Tanpa menatap Azza yang memeluk erat selimutnya, Alister berjalan menuju ke kamar mandi.
Tak lama kemudian Alister keluar dengan rambut yang basah berjalan menuju ke ranjang dan mengambil ponselnya.
Azza hanya menatap Alister yang fokus dengan ponselnya tak melihat bahwa dirinya saat ini sedang cemberut.
"Kamu tak mandi?"
Azza tersentak mendengar suara Alister yang mengagetkannya. Ternyata ia melamun.
"Iya, ini mau mandi kok," ujarnya dan melilitkan selimut di tubuhnya berjalan menuju ke arah kamar mandi.
***
Azza melihat ranjang sudah dirapikan dan berganti sprei. Dengan handuk melilit di tubuhnya, Azza mencari pakaiannya namun tidak ada.
"Di mana ya," Azza menggaruk kepalanya yang tak gatal dan memberanikan diri mencari Alister yang tak ada di kamar.
Azza keluar dari kamar dan mendapati Alister berkutat dengan dapur. Bau masakan begitu enak sehingga tiba-tiba saja perutnya berbunyi.
"Kak Al," panggilnya mendekat memegang handuknya erat, takut nanti akan jatuh.
"Udah selesai?" tanyanya tanpa menatap Azza.
Azza menggigit bibirnya dan mengangguk, sadar bahwa Alister tak melihatnya Azza pun langsung menjawab.
"Udah kak, tapi... Pakaian aku ada di mana ya? Aku cari tapi tidak ada."
Alister mematikan kompornya dan membalikan tubuhnya menatap Azza yang sedari tadi ada di belakangnya.
"Maaf, tadi kecuci."
"Kecuci?" Ulangnya sambil mengernyitkan dahinya.
"Hmm, aku cuci sekalian sama sprei di mesin cuci." Mata Alister menelusuri tubuh Azza yang hanya memakai handuk sebatas paha memperlihatkan pundaknya yang putih dan tanda merah di sana.
Menghela nafas, Alister segera meletakan masakannya di piring dan meletakan di atas meja.
"Pakai punyaku dulu saja. Nanti kalau kering bisa dipakai lagi."
Azza mengangguk patuh, percuma saja ia protes karena bajunya dan ********** di cuci sama laki-laki yang sialnya adalah pacarnya.
Saat ini mereka berdua makan dengan tenang. Tak ada yang memulai pembicaraan termasuk Alister sendiri meski Azza ingin sekali mengobrol ria dengan pacar gantengnya ini.
Setelah makan selesai, Azza berinsiatif sendiri mencuci piring kotor di wastafel. Setelah selesai mencuci Azza mengelap tangannya dengan serbet bersih. Matanya menatap sekeliling apartemen Alister yang bisa dikatakan bersih untuk ditinggali seorang laki-laki.
"Kak, Azza boleh tanya?" Saat ini mereka berada di kamar.
"Tanya apa?"
"Kakak cinta tidak dengan Azza," Azza meringis dal hati merutuki pertanyaan yang seharusnya tak ia tanyakan.
"Tak usah dijawab kak," ucapnya kembali tak ingin mendengar jawaban Alister yang mungkin saja menyakitkan. Azza tak siap, meski ia juga ingin tahu tapi jika kenyataan yang menyakitkan lebih baik ia tak mendengar saja.
Azza tak menjawab hanya mengecup kening Azza dan memainkan permainan di ponselnya.
Mata Azza melihat permainan apa yang dimainkan Alister kenapa wajahnya serius sekali. Tapi apa yang di lihat saat ini Azza ingin ketawa saja. Alister, laki-laki manly tapi memainkan permainan POU. Mainan yang matanya akan berkaca-kaca ketika kelaparan dan bentuknya seperti telur.
"Kalau ketawa, ketawa aja."
Azza menahan tawanya dengan menggigit bibirnya.
"Kakak kenapa malah mainin POU bukan free fire atau ML yang kadang masih di mainin anak laki-laki biasanya."
Alister meletakan ponselnya lalu menatap mata Azza.
"Tak ada salahnya kan?" Wajah Alister datar dan melepaskan rangkulannya.
"Kak Alister marah? Aku minta maaf." Azza tak tahu jika hanya begini saja Alister marah padanya. Lalu apa kabar ketika hatinya dipatahkan sama dia.
"Aku tak marah,"
Azza memeluk Alister dengan erat.
"Maaf,"
"Aku tak marah, kenapa harus marah."
"Kalau tak marah kenapa mukanya kaku gitu, senyum dong kak." Tangan Azza menarik kedua pipi Alister agar terlihat tersenyum.
Alister melepas tangan Azza yang ada di pipinya.
"Aku antar pulang."
"Ini masih jam 3 sore kak." Rengeknya yang tak mau pulang.
"Kamu di sini udah dari jam 8 pagi Za,"
"Terus kalau kakak nganter aku pulang, kakak mau ketemuan sama perempuan lain, gitu?!"
Alister tak menjawab, Alister masuk ke kamar dan mengambil kunci mobilnya.
"Ayo!" Ajaknya berjalan ke depan tanpa melihat bahwa Azza sudah mencebik dan siap menangis.
Tangan Azza mengepal, menghapus air matanya yang sudah mengalir dan melangkah menyusul Alister yang berdiri di depan pintu.
"Dasar manja."
Hidung Azza kembang kempis dengan mata yang mulai merah lagi. Dari pada marah dan diputusin Alister karena manja lebih baik Azza berjalan mendahului Alister. Azza tak mau memperlihatkan betapa ia lemah terhadap Alister, laki-laki yang ia cintai yang sudah mengejeknya.
Mereka masuk ke lift dalam keadaan hening. Hati Azza dongkol melihat betapa tak peka dan cuek sekali terhadap pacar.
Azza menoleh ke samping menahan sesak di dada. Begini rasanya hanya cinta sendiri. Dan kalau bisa memilih, Azza tak ingin jatuh cinta dengan Alister. Tapi apa boleh buat ia sekalinya jatuh cinta, jatuhnya pada pria cuek dan pendiam seperti Alister Lazuardi.
***
"Terima kasih." Azza keluar dari mobil Alister dan menutupnya dengan keras. Tak peduli bahwa bisa saja mobil Alister rusak akibat kerasnya ketika menutup.
Azza masuk ke rumah tanpa menoleh ke belakang. Hatinya masih kesal dan tak ingin melihat wajah Alister.
"Udah pulang Za?"
"Udah Pa, Azza ke kamar dulu," jawabnya tanpa melihat kearah Papanya berada.
Azza tak ingin Papanya melihat dirinya menangis, Papanya nanti akan bertanya kenapa ia menangis dan Azza tak mau itu terjadi.
"Dasar laki-laki tidak peka! Brengsek! Jahat! Suka mainin perasaan! Gila! Aku sumpahin cinta mati sama aku nantinya!!" Pekiknya kesal sambil memukul guling yang ada di tangannya, membayangkan bahwa guling itu adalah Alister.
"Kalau anu-anu banyak ekspresinya, setelahnya kembali lagi cuek! Dasar cowok jahat!!"
Alister sialan.
..._____...
Hey guys, favorit, vote dulu yuk. Klik aja kok, gampang kan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Sheng
mereka yang melakukan, ngapa aku yang berdebar 😭😭😭💔 tolong lh ini
2023-04-26
0
viva vorever
btw...pegaulan bebas sidoble freser apa cma dgn azza aja??tau jangan2 ada si A,B, sampai Z🤔
2023-01-05
0
viva vorever
mencintai tanpa dicintai itu memang menyakitkan za,itu resiko yg hrs kamu tanggung karena mencintai laki2 doble freser😀😀
2023-01-05
0