Keputusan Dimas

Setelah melihat Kezia masuk, Dimas berlalu menuju balkon kembali. Dimana Papa Rian sedang menunggu nya saat ini.

''Hah.'' Dimas menghela nafasnya

Papa Rian menoleh, ''Sudah selesai?''

''Sudah, huffftt.. kayaknya Abang harus ambil keputusan deh Pa?''

''Hem? Keputusan apa? Menikah dengan Kezia seperti keinginan nya?'' tebak Papa Rian dengan mata menatap lurus ke depan

Lagi dan lagi Dimas menghela nafasnya. ''Keputusan sebelum Abang menikahi Kezia terlebih dahulu kita harus melamar Kezia dan mengikat nya. Mungkin ini yang di inginkan oleh kedua orang tuanya. Terlepas dari Zahra yang dulu pernah Abang nodai.. tidak menutup kemungkinan bukan jika mereka berpikir kalau Abang juga akan melakukan hal yang sama kepada putri bungsunya? Belum lagi kalau Kezia mengatakan jika kami sudah melakukan kesalahan yang sama seperti Zahra dulu. Hah. Entah apa yang ada dalam pikiran calon istriku itu!'' kesal Dimas pada ucapan Kezia dulunya.

Papa Rian terkekeh, ''Semua itu ia lakukan karena Kezia tidak ingin kehilanganmu. Dia takut, jika sampai kamu pergi lagi seperti dulu. Meninggalkan Zahra dengan Rayyan. Ia pun takut seperti itu. Walaupun ia tau kamu tidak akan melakukan nya.''

''Tapi Pa. Apapun yang sudah Kezia katakan pada kedua orang tuanya tetaplah salah Pa. Mereka sudah menganggap jika kami sudah melakukan kesalahan yang sama seperti dulu. Selama Abang mengenal Kezia satu tahun lebih ini, tidak sedikit pun Abang melecehkannya. Abang tidak ingin menyentuh nya sebelum halal untukku sentuh. Tetapi Kezia tetaplah Kezia. Tingkahnya yang masih seperti anak SMA itu masih belum paham dengan batasan, Pa. Abang takut khilaf untuk yang kedua kalinya. Ingin menghindar pun tidak bisa. Takutnya Kezia salah paham dan mengatakan jika Abang menghindari dirinya karena orang tuanya. Abang tidak mau itu Pa.. Abang tidak mau merusak hubungan nya dan kedua orang tuanya. Besok, kita harus kerumah mereka Pa. Akan Abang hubungi toko perhiasan langganan almarhumah Mama dulu. Papa masih ingatkan?'' tanya Dimas pada Papa Rian.

Beliau menoleh pada Dimas. Ia menatap dalam pada putra sulung dan satu-satunya itu. Kemudian ia tersenyum, ''Ikut Papa. Papa punya sesuatu yang kamu butuhkan. Ayo! ke kamar Papa!'' katanya pada Dimas.

''Untuk apa ke kamar Papa?'' tanya nya masih bingung. Walau begitu ia tetap menuntun Papa Rian untuk menuju kamar nya yang tepat berada di hadapan kamar Kezia.

Kamar utama rumah itu sekarang Dimas lah yang menempatinya. Padahal kamar itu kamar sang Papa dan Mama dulu.

Tetapi beliau menyerahkan kamar itu pada Dimas. Karena Dimas sebentar lagi akan menikah dengan Kezia sudah sepantasnya mereka memiliki kamar utama itu. Dimas sempat menolak, tetapi Papa Rian tetap memaksa.

Seperti kedua orang tua Papa Rian dulu yang diturunkan padanya saat ia menikah dengan Mama Dimas.

Walau mereka berdua di jodohkan, tetapi Papa Rian sangat mencintai sang istri hingga akhir hayat nya. Papa Rian tidak ingin menikah lagi karena begitu mencintai istri nya. Yaitu Mamanya Dimas.

Tiba di kamar Papa Rian, Dimas masuk dan menutup pintunya kembali. Sementara Papa Rian menuju ke lemari miliknya.

Ia membuka pintu lemari itu dan mengambil satu kotak berwarna cokelat tua dan dibawa ke ranjang nya.

''Duduk Nak. Kotak ini merupakan kotak perhiasan Mama kamu dulu saat menikah dengan Papa dan juga perhiasan yang sering Papa belikan untuknya dulu. Semua ini masih tersimpan rapi disini. Lengkap dengan surat-surat nya. Pernah Papa ingin menjual perhiasan ini untuk biaya persalinan Mama kamu dulu saat ingin melahirkan mu, tetapi Mama kamu melarang Papa. Kata nya, berikan pada calon istri mu sebagai mahar untuk pernikahan kalian berdua untuknya. Papa sempat terkejut saat itu.''

''Tapi Papa tetap menuruti wasiat terakhir nya sebelum ia pergi untuk selama-lamanya..'' lirih Papa Rian dengan bahu berguncang hebat.

Dimas memeluk sang Papa. ''Sudah.. kalau Papa merasa keberatan, tidak usah diberikan sama Abang. Simpan aja semua perhiasan Mama ini. Untuk menjadi kenangan untuk Papa. Abang bisa beli yang lain kok. Ya?'' bujuknya pada Papa Rian.

Papa Rian menggeleng, ''Nggak, Nak. Papa harus menjalankan wasiat terakhir Mama mu. Inilah pesan terakhir nya sebelum ia menutup mata. Buka dan bacalah. Mama menitipkan surat untukmu. Papa sengaja tidak mengatakan nya padamu. Karena kamu belum memang belum waktunya. Dan saat ini, kamu akan segera menikahi Kezia. Maka dari itu Papa menyerahkan kotak ini untuk kamu jaga dan berikan kepada istrimu.'' Jelasnya lagi membuat mata Dimas berkaca-kaca.

Papa Rian tersenyum kala melihat mata Dimas berkaca-kaca. Ia menyerahkan kotak cokelat tua itu kepada Dimas.

Dengan tangan bergetar Dimas menerimanya. Ia membuka kotak perhiasan itu dengan hati yang pilu.

''Mama...'' lirihnya sudah terisak.

Ia mengambil sepucuk surat yang bertuliskan untuk dirinya. Satu lagi untuk istrinya kelak. Dimas mengambil surat itu yang di tujukan untuknya.

Sebelum ia membuka suara itu, terlebih dahulu Dimas melihat perhiasan sang Mama yang masih begitu cantik.

Ada anting bermata merah delima, cincin bermata merah delima, gelang, dan juga kalungnya. Ada dua pasang perhiasan yang sama seperti itu.

Dimas keheranan. ''Kok bisa ada dua ya Pa? Yang ini besar, dan yang ini kecil? Khusus untuk anak kecil kan ya?'' tanya Dimas pada Papa Rian.

Papa Rian menggeleng, ''Papa tak tau nak. Papa tidak pernah membukanya setelah dua puluh enam tahun berlalu. Baru inilah Papa melihat apa isinya. Ternyata mahar yang Papa berikan dulu sudah di ubah oleh Mama kamu. Ia menjadikan semua perhiasan itu terpecah belah menjadi seperti itu. Papa tidak pernah tau, nak. Sungguh!'' ucapnya meyakinkan Dimas.

''Terus, ini perhiasan untuk siapa ya? Bahkan surat pun ada disini satu lagi. Teruntuk menantu Mama istri Dimas Anggara Baratayudha!''

Deg!

Papa Rian pun ikut terkejut. ''Untuk istrimu??'' ulangnya

Dimas mengangguk. ''Iya Pa. Ini ada juga seperti sebuah logo perusahaan. Tapi apa ya?'' katanya lagi sambil membolak-balik amplop berwarna putih itu secara seksama.

Papa Rian mengambil amplop itu dan melihat nya.

Deg!

Deg!

Mata paruh baya itu melotot seketika. ''I-ini..''

''Kenapa Pa? Papa tau apa ini??'' tanya Dimas mencoba melihat kembali amplop putih berlogo perusahaan itu.

Papa Rian menatap Dimas dengan raut wajah terkejut nya. ''Buka dan baca surat yang Mama kamu tinggalkan untukmu. Pasti ada sesuatu yang tertulis di sana! Papa yakin! Bukalah!'' titahnya dengan mata terus melirik amplop itu.

Sedang tangannya kini bergetar hebat memegangi amplop putih berlogo perusahaan itu.

Melihat Papa Rian seperti itu membuat Dimas takut. Takut entah apa kenyataan yang ia dapatkan di dalam amplop putih yang ada di tangannya itu.

Perlahan ia membuka amplop putih itu dan..

Deg!

Deg!

''I-ini.. Kezia???''

''Hah???''

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!