Surat wasiat Mama Diana

Perlahan Dimas membuka amplop putih itu dan matanya membulat sempurna saat melihat sesuatu yang terselip di dalam amplop putih itu.

Deg!

Deg!

Mata dimas dan Papa Rian melotot melihat nya. ''I-ini.. Kezia???'' ucap Dimas sembari mengambil sebuah gambar yang menunjukkan seorang gadis yang mirip dengan Kezia sekarang.

''Hah??? Apa iya? Coba Papa lihat?'' katanya pada Dimas sambil mengulurkan tangannya untuk mengambil foto yang ada ditangan Dimas.

''Loh? Ini kan Sarasvati Alamsyah??''

''Hah? Sarasvati Alamsyah? Siapa ini Pa?'' tanya Dimas semakin penasaran dengan sosok di foto itu.

''Ini loh.. sahabat Mama kamu dulu. Sarasvati Alamsyah ini merupakan sahabat kecil Mama kamu dulu. Walau mereka terpaut usia yang jauh, tetapi keduanya tetap bersahabat. Mereka ini sudah saling terikat satu sama lain. Bahkan saat melahirkan kamu pun Sarasvati yang menemaninya. Bukan Papa. Papa dipanggil saat kamu hampir keluar waktu itu. Itupun Sarasvati yang memanggil Papa.''

''Maksudnya? Abang bingung loh Pa. Terus, apa hubungannya Sarasvati dengan Kezia? Kenapa wajah mereka begitu mirip? Mirip dengan Mama Rani??''

Deg!

Deg!

''Jangan bilang kalau Mama Rani anaknya dari sahabat Mama. Sarasvati!''

Deg!

Deg!

''Bisa jadi. Nanti kita tanyakan pada Kezia yang sebenarnya. Untuk sekarang, baca dulu surat wasiat Mama mu ini.'' Ujar Papa Rian membuat Dimas mengangguk.

Dengan segera ia membuka amplop putih itu. ''Bismillahirrahmanirrahim... Teruntuk Putraku Dimas Anggara Baratayudha.''

''Assalamu'alaikum sayangnya Mama.. sekarang kamu pasti sudah besar kan ya? Maaf.. Mama tidak bisa menemani kamu dan juga mengurusmu. Di saat kamu membaca surat ini pastilah kamu sudah dewasa. Sudah berusia dua puluh lima atau enam tahun.

Mama meninggalkan surat wasiat ini untukmu dan istrimu kelak. Mama sangat berharap jika kamu menuruti keinginan Mama untuk menikah dengan salah satu cucu dari Tante Sarasvati Alamsyah kelak. Mungkin, kamu akan bingung. Tetapi kalau akan tau jika kamu bertanya sama Papa. Papa banyak tau tentang sahabat rasa saudara Mama itu.

Mama meninggalkan perhiasan Mama yang pernah Papa berikan sebagai mahar untuk Mama dulunya. Dan juga sebuah amplop putih berlogo perusahaan kan ya?'' Dimas mengangguk patuh.

Papa Rian menatapnya dengan serius. Ia belum tau apa isi dari surat itu. ''Mama meninggalkan surat wasiat ini agar kamu bisa memenuhi keinginan kami berdua. Mungkin disaat kamu membaca surat ini pun Tante Sarasvati sudah tidak ada sama seperti Mama. Tetapi kami berdua pernah berjanji dulunya. Kelak, suatu saat kamu memiliki anak. Kami akan menjodohkan nya.

Tetapi berhubung anak Tante Sarasvati sudah memiliki jodohnya sendiri. Yaitu Aisyahrani putri Alamsyah dan Ar Reza putra Rustamsyah, maka dari itu kami berdua sepakat ingin menjodohkan kamu dengan putri bungsu dari Aisyahrani kelak.

Hehehe.. kami ini lucu ya? Macam cenayang saja kami tau bahwa Aisyahrani akan memilki anak gadis bungsu. Semoga saja. Kami sudah bersaudara sedari Mama kecil Nak. Ketika Opa kamu dulu sering keluar negeri bersama Kami, Tante Sarasvati lah menjaga Mama.

Mama berhutang Budi padanya sayang. Maka dari itu, Mama meminta nya untuk menjodohkan salah satu cucunya dengan anak lajang Mama. Yaitu kamu. Terserahlah kamu ingin yang mana. Kalau misal kamu berjodoh dengan kakaknya pun tidak masalah.

Tetapi jangan dua-duanya. Nggak boleh itu!'' Dimas terkekeh saat membaca pada bagian itu.

Papa Rian tetap melihat nya tanpa bertanya sepatah katapun. ''Kamu lihatkan perhiasan Mama itu ada dua?''' Dimas mengangguk lagi. ''Liontin pertama yang kecil itu untuk cucu perempuan Mama, kelak jika kamu memiliki anak perempuan. Dan liontin untuk ukuran dewasa itu untuk calon istrimu. Berikan itu sebagai mahar untuknya.

Dan ceritakan tentang suarat wasiat Mama padanya. Kalaupun kamu berjodoh dnwgn cucu Tante Sarasvati, Alhamdulillah. Berarti niat kami terkabul. Namun, jika tidak. Juga tidak apa-apa. Siapapun yang menjadi istri kamu, Mama tetap merestui pernikahan mu dengannya. Toh, nantinya Mama pun sudah tidak ada bersama kalian lagi kan? Tetapi tak apa. Mama ikhlas. Inilah jalan hidup dan takdir Mama.

Mama beruntung bisa menikah dengan Papa mu. Pasti saat ini Papa kamu masih menduda kan ya? Ya iyalah menduda. Lah wong, cinta mati sama Mama??''' Dimas tergelak keras hingga kepala nya mendongak ke atas.

Papa Rian tersenyum, ia tau jika sang istri sedang membuat lelucon dengan putra mereka. Ia terharu.

''Sayang Mama.. amplop putih itu merupakan surat wasiat dari almarhum Opa untukmu dan putramu kelak. Di dalam amplop putih ada sepucuk surat yang mengatakan jika salah satu rumsh sakit terbesar di kota Bandung ini adalah milik kamu dan juga putra mu kelak. Kamu harus baca isi amplop itu dan temui siapa saja yang Opa mu tunjuk disana untuk kamu temui.

Jangan menolak sayang. Semua itu kami berikan untukmu. Untuk putra Mam dan putra mu Kelak. Mengertilah. Kamu itu keturunan Baratayudha sayang. Ingat siapa namamu?'' Dimas mengangguk lagi. ''Ya, Dimas nama pemberian Nama. Anggara nama belakang Papa mu. Dan Baratayudha merupakan nama belakang keluarga kita.

Kamu keturunan sah Baratayudha sayang. Rumah sakit Pelita Harapan itu milikmu. Temui siapa saja yang tertulis di dalam surat itu. Sebelum kamu menikah, urus ini dulu. Baru setelahnya kamu menikah. Nggak akan lama kok. Palingan cuma setahun aja?''

Dimas melotot. ''What?''' pekiknya begitu terkejut.

Papa Rian kebingungan. ''Hahaha... jangan terkejut seperti itu. Satu tahun itu cepat kok kalau kamu bersabar??''' Dimas mendengus. Papa Rian terkekeh. Ia Jadi tau apa isi surat itu.

''Sabar sayang.. semua itu untuk masa depanmu. Dan.. mungkin saja calon istri kamu saat itu belum lulus kuliah?? Pas banget kan waktunya?'' Dimas melotot lagi. Ia berdecak sebal.

''Seakan Mama tau kalau Kezia saat ini belum lah lulus. Masih satu tahun lagi! Hadeeeuuhh...'' gerutunya membuat Papa Rian tertawa keras.

Hingga membuat Kezia yang ingin turun ke bawah untuk mengambil minum pun ikut terkekeh. Ia menggeleng kan kepalanya. Kemudian berlalu menuju dapur untuk mengambil minum.

Sementara di kamar Papa Rian, Dimas amsih membaca isi terakhir dari surat itu. ''Hahaha.. jangan marah sayang .. tolong penuhi permintaan Mama ya Nak? Mana harap kamu tidak menolaknya. Jika memang kalian berjodoh, jangan lupa berkunjung ke makam Mama dan berikan Mana mawar putih. Tetapi jika kamu menikah dengan orang lain. Cukup doakan Mama saja.

Mama merestui dengan siapapun kamu menikah nantinya jika tidak berjodoh dengan pilihan Mama. Mama menyayangimu, putra ku. Sangat menyayangimu sampai kapanpun.

Salam hangat, Mama Diana.'' Dimas terharu saat membaca surat itu.

Ia pun memberikan surat itu pada Papa Rian dan mengambil amplop putih berlogo perusahaan yang ternyata rumah sakit itu ia buka dan baca.

Setelah paham, Diana mengangguk. Begitu pun Papa Rian. ''Sudah bisa mengambil keputusan bukan??''

Dimas mengangguk, ''Besok malam kita kerumah Kezia dan membawa serta surat ini sebagai bukti bahwa kami memang sudah di jodohkan sejak kami belum ada.'' Dimas tergelak keras saat mengingat tulisan tangan sang Mama tadi.

''Tentu, istirahat lah. Papa pun ingin istirahat.''

''Ya, Abang bawa ya Pa?''

''Bawalah.''

Dimas pun keluar dari kamar itu dan menuju kamarnya sendiri. Besok malam, ia akan datang ke kediaman Kezia untuk melamar pujaan hatinya itu yang memang sudah di jodohkan sedari mereka belum ada.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!