Zeela mengerjapkan matanya dan terbangun dari tidur menahunnya. Ya, tidur menahun. Semalam tidak bisa tidur dan sekarang tidak bisa bangun, lucu sekali. Di luar sana langit sudah cerah, itu artinya sudah pagi atau mungkin malah sudah siang.
Untuk memastikan dugaannya soal waktu, Zeela melirik ke sampingnya—tempat jam weker miliknya tergeletak di meja samping tempat tidur. Benar, kan, sekarang sudah pukul 7 a.m tepat. Zeela menolah lagi ke arah samping satunya, tempat Arzoo semalam tidur nyenyak di situ. Dan ya, Arzoo bahkan sudah hilang tak berjejak. Kemana anak itu? Kenapa tidak membangunkannya? Ah, menyebalkan sekali.
Zeela pun turun, sepertinya para tamunya sudah berkumpul di ruang makan. Zeela merututi dirinya sendiri, kenapa bisa bangun terlambat seperti ini?! Mentang-mentang tidak sholat ia sampai lupa bangun.
"Arzoo..." Panggil Zeela.
Tidak ada sahutan, baiklah, mungkin dia tidak dengar.
Sampai di lantai bawah, tidak ada satupun manusia di sana. Ruang makan sepi, dapur pun sama, tempat nonton TV apalagi. Tidak ada manusia sama sekali. Lalu kemana perginya mereka?
"Arzoo.... Devans... Nandita..."
Tetap tidak ada jawaban. Jadi, apa ketiganya sudah pulang? Mungkin saja. Tapi yang menyebalkan, kenapa tidak minta izin dulu? Disini dialah pemilik rumah, tapi tamunya bisa keluar masuk sebebas itu tanpa izin. Lucu sekali.
Bahkan ibunya juga seperti belum pulang, lalu Aryan mungkin sama. Entah kencan macam apa yang dilakukan sepupunya itu. Sejak semalam tidak pulang, itu kencan atau liburan!
Masa bodohlah dengan semuanya, Zeela akan pergi bekerja saja. Seharusnya Arzoo tidak usah pulang, ini hari minggu, mau apa pulang segala? Lagipula jika Arzoo ada di sini, dia tidak usah jauh-jauh ke rumah Arzoo. Memang kurang ajar Devans itu, kalau dia dan Nandita mau pulang ya pulang saja. Kenapa harus mengajak Arzoo segala. Rasanya Zeela benar-benar ingin menimpuk Devans dengan bantal sofa.
---
Zeela memarkirkan mobilnya di depan gerbang rumah Devans, tidak tahu kenapa sampai jam segini gerbangnya masih dalam keadaan tertutup.
"Pak, penghuninya ke mana ya?" Tanya Zeela pada seorang satpam disana.
"Tuan sedang mengantar anaknya ke perkemahan, Mbak. Lalu nyonya ada diluar kota bersama pembantunya." Jawab satpam itu.
"Oh, makasih ya, Pak."
Zeela melirik sekilas rumah di yang berdiri megah di hadapannya itu. Penghuninya pada pergi semua. Ia lalu melanjutkan tujuannya ke rumah sakit. Entah kenapa juga ia jadi uring-uringan terus, rasanya ingin marah, marah, dan marah. Lihat apapun bawaannya kesal.
Tiba di rumah sakit, Zeela berjalan santai ke dalamnya. Tujuannya pertama-tama ingin menemui Tara, bercerita pada temannya itu mungkin akan mendatangkan sedikit efek lega.
Langsung saja ia pergi ke ruangan Tara, kemarin beberapa pasien gadis itu sudah dipulangkan. Mungkin dia tidak akan terlalu sibuk hari ini.
"Tar," panggil Zeela yang langsung masuk dan duduk di depan Tara tanpa permisi.
"Lo bisa ngetuk pintu gak, sih? Masuk seenaknya, kayak ga punya tata krama aja." Omel Tara yang setengah terkejut.
Sedang Zeela melongo, kenapa sahabatnya ini jadi galak begini? Biasanya juga dia sendiri yang langsung masuk tanpa permisi.
"Salah makan apa lu?" heran Zeela.
"Bukan urusan elu." Ketus Tara.
Zeela berdecak, "gue ke sini mau cerita, lu malah marah-marah ga jelas." Gerutunya.
"Trus? Lo kira gue apaan suruh dengerin cerita-cerita lo yang gitu-gitu terus, bosen gua." Ucap Tara dengan wajah muak.
"Tar, kok lo gini sih? Kenapa? Kita sahabat, loh." Zeela tidak percaya dengan ucapkan sahabatnya ini, kenapa Tara jadi begini? Pasti ada sesuatu.
"Serah gue lah, idup-idup gue, kok lu yang ribet." Balas Tara acuh, bahkan memainkan ponselnya saat ini dengan santai.
"Tar, kalau ada masalah cerita. Jangan tiba-tiba gini dong, gue harus gimana, lu kan sahabat gue satu-satunya." Zeela berkaca-kaca, sifat Tara berubah begini padanya tak kalah sakitnya dari semalam saat melihat Devans bersama Nandita. Bahkan bisa dibilang ini lebih sakit, secara persahabatan mereka terjalin sudah bertahun-tahun lamanya.
"BODO AMAT." Kata Tara dengan cueknya namun santai.
Zeela geleng-geleng kepala, benar-benar tidak habis pikir dengan manusia satu ini. Dia habis terbentur tiang listrik, atau meminum racun yang seharusnya diperuntukkan bagi tikus?
"Pliss lah, Tar. Dengerin gue ya, gue itu--"
"Zee, bisa gak sih lo nurut aja sehari? Gue lagi ga mau dengerin ocehan ga guna lo itu, udah pergi aja dari sini. Ngerecokin hidup orang aja kerjaan lo." Tara mengambil jas dokternya dan bersiap keluar, setelah mengatakan kalimat nyelekit itu tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Hanya dengan lirikan sinis sekilas Tara berlalu keluar meninggalkan Zeela yang masih terbengong-bengong disitu. Apa salahnya? Kenapa semua orang aneh sekali hari ini? Khususnya Tara, dia biasanya selalu siap mendengar keluh kesah Zeela setiap hari. Lalu mereka akan bertukar cerita, saling menceritakan masalah masing-masing, yang kemudian akan dicari bersama jalan keluarnya. Tapi kali ini, ada apa dengan Tara?
Tidak ada gunanya juga dia berdiam diri di sini, sementara orang yang mau diajak curhat pergi. Zeela memilih memeriksa satu persatu pasiennya saja, dengan begitu fikirannya akan teralihkan, dan uring-uringannya siapa tahu juga bisa hilang.
-
-
-
Pukul 8.00 p.m, tapi pekerjaan Zeela tidak selesai-selesai juga. Hari ini dia sangat sibuk, bahkan pasien Tara pun ia juga yang tangani karena manusia itu pamit pulang duluan. Ada pekerjaan penting katanya. Dan entah kebetulan macam apa hari ini juga banyak dokter yang izin cuti, jadi mau tidak mau ia harus pulang malam hari ini.
Zeela mengusap peluh di dahinya—lelah, dia bahkan belum sempat makan siang tadi.
"Dokter Zeela," panggil seseorang.
"Eh, dokter Rayyan. Ada apa?"
"Ini, kubawakan makan malam. Sejak siang kamu belum makan, kan?" Ucap Dokter Rayyan, dokter umum yang sangat baik padanya, dia baru kembali kemarin setelah bertugas di luar kota.
"Eh, jadi ngerepotin. Makasih, ya," Zeela menerima kotak makan itu dengan senang hati. Tak bisa dipungkiri ia senang mendapat perhatian dari dokter itu, karena cacing-cacing di perutnya yang juga sudah berdemo minta makan.
"Makan bareng, yuk." Ajaknya.
"Ayo." Sambut Zeela dengan senang hati.
Keduanya menuju ke ruangan Zeela, makan di sana kelihatannya lebih enak.
"Nanti pulang bareng siapa?" Tanya Rayyan.
"Aku bawa mobil. Mau bareng siapa, Tara aja ga tau kerasukan apa." Jawab sekaligus curhat Zeela.
"Kerasukan?" Rayyan mengerutkan keningnya.
"Hmm, dari tadi ngomel-ngomel sendiri, kayak orang kerasukan." Ujar Zeela.
Rayyan terkekeh.
"Mungkin dia lagi patah hati." Candanya.
"Patah hati apanya, hati aja gak punya."
Rayyan tertawa renyah. "Iyalah, hatinya kan kamu rebut semuanya."
"Ih apaan," Zeela memasang wajah kesal.
"Iya iya, kamu ngambil hati semua orang, tapi hatimu malah dibawa orang lain," kata Rayyan.
Zeela tersenyum simpul. Kisah cintanya yang tragis, menunggu tapi yang ditunggu tidak pernah datang. Semua teman-teman dekatnya tahu.
Pukul 9 tepat mereka baru bersiap pulang, Rayyan bersikeras untuk mengantar Zeela walau arah jalan pulang mereka berbeda. Katanya ini sudah malam, tidak baik seorang gadis sepertinya pulang sendirian, walaupun tidak jalan kaki juga. Dan Zeela menurut saja, paling tidak suasana hatinya jadi membaik dengan perhatian-perhatian kecil yang Rayyan berikan padanya.
15 menit kemudian mereka tiba di rumah Zeela, keadaannya masih sama seperti saat ditinggal pagi tadi, sepi. Entah kenapa ibunya jadi lebih senang tinggal diluar daripada di rumahnya sendiri. Dan Aryan, pria itu juga sama, belum pulang. Mungkin semalam Aryan berkencan sekalian menikah dan bulan madu, jadi jangan heran tidak pulang-pulang.
"Rayyan, mampir dulu?" tawar Zeela.
"Makasih, lain kali aja, ya. Gak enak bertamu malam-malam gini." Ucap Rayyan, detik selanjutnya masuk ke mobilnya dan pulang.
Zeela tersenyum menatap mobil Rayyan yang semakin jauh tak terlihat, pria itu sangat baik, ramah, perhatian, selain Tara, dialah teman terbaik Zeela.
Mereka kenal semenjak kuliah, kebetulan mereka satu fakultas. Rayyan adalah tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain, sosoknya yang ceria dan terkesan seperti tidak punya masalah mudah diterima orang di sekitarnya. Tapi jangan mengira ia tidak punya masalah sama sekali, senyuman dan keceriaannya adalah caranya menjalani hidup. Kehidupan cintanya bisa Zeela katakan lebih tragis daripada dirinya.
Zeela berjalan masuk ke dalam gerbang rumahnya yang gelap bak rumah hantu itu. Zeela dan mamanya memang tidak mempekerjakan pembantu, bukan karena pelit, hanya saja mereka yang hanya tinggal berdua dan masih bisa melakukan apa-apa sendiri. Papanya pulang sebulan sekali, itupun tidak pasti.
Baiklah, dia akan tidur sendiri malam ini. Tidak ada Arzoo yang akan datang tiba-tiba seperti kemarin, atau seseorang yang akan menemaninya mengobrol. Lucu sekali. Harusnya dia tadi menginap saja di rumah sakit.
*****
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Atoen Bumz Bums
raya ultah
2022-02-27
1
Atoen Bumz Bums
knapa gak jadian aja sm rayyan..??
2022-02-27
3