Zeela dan Devans tertidur dengan saling menyandar satu sama lain. Tidak ada bantal disini, bahkan kasurnya saja tumpukan batang padi. Jadi keduanya tidur dalam keadaan duduk karena berbagi tempat sambil saling menyandar tanpa sadar.
Malam yang dingin ditambah derasnya hujan diluar sana membuat mereka tanpa sadar juga saling memeluk dengan erat. Entah itu sebuah bencana atau keberuntungan bagi keduanya. Yang pasti mereka sama-sama lelapnya, dan jika terbangun keesokannya, bisa ditebak apa yang akan Zeela lakukan?
Awal mula ketidurannya Devans dan Zeela adalah karena sebuah suara seperti wanita, tapi itu lebih mirip kuntilanak dalam film ketika tertawa, dan semakin lama diiringi juga dengan suara gamelan. Saking takutnya, Zeela sampai ketiduran, disusul Devans yang katanya ingin terjaga semalaman mengawasi sekitar sekaligus menjaga Zeela.
Semakin malam, rintikan hujan berkurang dan reda beberapa jam kemudian. Tetapi hujannya tidak membawa serta udara dingin untuk pergi bersamanya. Justru meninggalkannya untuk bertambah dingin menjelang pagi.
Sinar matahari menerobos masuk ke celah-celah dinding bambu gubuk itu, membuat Zeela mengerjapkan matanya sambil menggeliat pelan, lalu bangun.
Penampakan yang pertama dilihatnya adalah wajah terlelap Devans yang memeluk dirinya. Terkejut, Zeela sebenarnya terkejut. Tetapi berusaha tetap diam tak bersuara agar manusia yang bersamanya ini tidak terganggu.
Entah mengapa, melihat wajah terlelep Devans itu membuatnya tenang, rasanya tidak tega jika ia bangunkan. Padahal, posisi mereka semalaman tidak bisa juga dikatakan benar. Saling menyandar sambil berpelukan dalam tidur. Oke, itu terjadi karena mereka sama-sama tidak sadar. Ketidaksengajaan lebih tepatnya.
Sebaris senyum kecil terbit dibibir Zeela, melihat Devans yang tetap tampan saat tertidur. Bahkan wajahnya juga terlihat sangat polos. Tanpa terasa tangannya mengusap wajah yang bersandar di pundaknya itu. Dan si pemilik, saking lelapnya sampai tidak terasa.
***
Arzoo membuka matanya dengan senyuman bahagia. Pagi ini sangat cerah secerah wajah Arzoo. Ia semalaman bersama Aryan dan Nandita di rumah Aryan. Senyuman diwajah Arzoo tak lain adalah karena berhasilnya rencananya. Ya, terjebaknya Zeela dan Devans di dalam hutan karena ulah Arzoo dan Aryan. Kedua orang itu yang telah menyusun rencana ini dan mewujudkannya saat itu juga.
"Arzoo..." panggil Aryan sambil membawa sepiring sarapan pagi untuk Arzoo.
Arzoo berlari dan memeluk Aryan.
"Paman Aryan yang terbaik." ucapnya.
"Paman tahu. Sudah, ayo makan, atau bunda doktermu itu akan memarahi paman." balas Aryan.
Aryan menyerahkan nampan itu untuk Arzoo makan sendiri, disisi lain, Nandita mengintip dari balik pintu gerak-gerik Aryan dan Arzoo. Seperti ada yang aneh, Nandita tahu itu. Hanya saja dia tidak tahu apa yang kedua orang itu rencanakan. Nandita belum tahu tentang terjebaknya Zeela dan Devans di tengah hutan.
Nandita masuk, menghampiri Aryan dan Arzoo yang makan bersama sambil sibuk mengobrol.
"Kelihatannya seru sekali, ada apa?" tanya Nandita.
Arzoo memandangi Nandita seperti memindai seluruh tubuhnya dari ujung kepala sampai kaki.
"Mama Nandita bisa jaga rahasia?" selidik Arzoo.
"Ya, kenapa tidak? Ada apa?"
Arzoo melirik Aryan yang menganggukkan kepalanya tanda setuju. Rencana berdua hanya boleh dibocorkan dengan persetujuan keduanya, kan?
Arzoo menceritakan semuanya mulai dari awal kejadian sampai sekarang. Bahkan, ulang tahun teman Zeela dan Tara yang katanya hanya mengundang keluarga dekat itu juga bagian dari rencana Arzoo. Dan para geng motor yang menyerang Devans? Juga salah satu bagian dari rencana Aryan dan Arzoo.
Kedua orang itu—Aryan dan Arzoo memang sangat kompak. Arzoo yang ingin papanya jadi menikah dengan Zeela, lalu Aryan yang kemungkinan besar serius dengan Nandita, menjadikan keduanya satu tim yang saling menguntungkan. Arzoo untung bisa mendapatkan Zeela sebagai ibunya, dan Aryan tentu Nandita sebagai istrinya----mungkin. Karena pira itu bisa berubah keputusan hanya dalam hitungan detik.
"Kenapa begitu, Arzoo? Kasihan papa dan bunda dokter, kan?" Nandita tampaknya keberatan.
"Kasihan apanya, Ma... Itukan juga untuk kebahagiaan papa dan bunda dokter. Biar mereka bisa saling cinta lalu menikah." kata Arzoo.
"Memangnya siapa yang bilang untuk menikah harus saling cinta?"
"Kata paman Aryan. Iyakan, paman?" Arzoo mengedipkan sebelah matanya, dan Aryan tersenyum canggung.
Walau statusnya play boy, dia tidak semudah itu mengungkapkan perasaannya. Maksudnya, dia masih diam saja dan belum mengatakan apapun pada Nandita.
"Bodoh, itu tidak baik." Nandita keluar dengan raut kesal dan gugup. Ya, gugup untuk memberitahu Devans dan Zeela tentang semua ini—rencana Aryan dan Arzoo.
Diwaktu yang sama dengan tempat berbeda, Devans masih nyenyak tidur dengan pundak Zeela sebagai bantalnya. Zeela sendiri tidak merasa keberatan dan mungkin juga tidak berniat membangunkan Devans.
Jujur dia senang, ini kali pertamanya sedekat ini dengan Devans. Karena ini juga, penantiannya selama bertahun-tahun seperti lenyap begitu saja. Tidak terasa lagi kesedihan, bahkan dunia terasa milik berdua.
Tapi itu tak lagi berlangsung lama, Devans menggeliat dan bangun. Hal yang pertama dilihatnya adalah wajah Zeela yang menatapnya horror. Kesenangan Zeela hanya berlaku untuknya sendiri, tanpa dilihat orang lain walau orang itu Devans sekalipun.
Devans yang seperti terkejut langsung melotot, dari tatapan Zeela seolah gadis itu siap menelannya hidup-hidup. Sesegera mungkin Devans bangun, tak lupa sikapnya yang dibuat sealami mungkin.
"Kan ketiduran, tidur artinya diluar kehendak." ucapnya seolah tahu Zeela akan memarahinya perihal itu.
"Tau. Tapi kepala lo berat juga kali. Sakit pundak gue rasanya," balas Zeela sengaja dibuat seperti marah.
"Kan nggak sengaja. Trus mau gue apain? Pijitin?"
Zeela menggeleng, "enggak, kita pulang aja," Zeela merapikan rambutnya yeng sedikit berantakan lalu keluar dari dalam gubuk ini.
Disusul Devans di belakangnya, siapa tahu mobil Devans ini sudah bisa lagi dikendarai. Karena semalam hujan, bisa jadi mobilnya masuk angin, kan?
Devans masuk duluan, tidak mau Zeela yang menyetir atau itu akan seperti balapan. Tapi mobil Devans memang benar-benar sakit. Mesinnya tidak menyala, harus diperbaiki dulu.
Devans keluar, sedangkan Zeela diam saja mengawasi, ia sejak tadi memang belum naik. Hanya berdiri saja melihat gerak-gerik Devans.
"Bisa dibenerin sendiri?" tanya Zeela.
Devans hanya mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu dan tak pasti juga bisa diperbaiki sendiri.
"Atau kita telfon siapa gitu, Aryan misal, suruh dateng kesini sekalian bawa orang buat benerin ini mobil." kata Zeela
"Kita usaha aja dulu, pas beneran nggak bisa nanti, baru telfon orang." jawab Devans, yang saat ini sibuk memeriksa mesinnya.
Beberapa menit berlalu, Devans sepertinya tidak memiliki keahlian dalam hal itu—memperbaiki mesin. Zeela pun akhirnya turun tangan, ia meminta Devans menyingkir dulu biar dia yang periksa.
Zeela menggulung lengan bajunya, lalu mengikat rambut panjangnya dengan karet gelang yang kebetulan ia temukan tadi. Sedang Devans, berdiri bersedekap dada sambil melihat Zeela bergulat dengan mesin depan mobilnya. Devans sebenarnya tidak yakin Zeela bisa, karena dirinya saja tidak, apalagi Zeela yang hanya seorang gadis.
Tapi tidak, kemampuan seperti itu tidak harus untuk laki-laki, karena perempuan pun bisa. Mesin mobil itu akhirnya menyala, entah bagaimana awalnya. Zeela berhasil.
"Ayo masuk!" teriak Zeela dari dalam.
Devans yang masih melongo segera menyadarkan dirinya kemudian masuk, duduk di kursi penumpang. Karena kursi kemudi sudah di tempati Zeela. Biarlah jika Zeela mau mengebut, justru mereka akan lebih cepat sampai.
Devans menoleh ke sampingnya, lalu tertawa terbahak-bahak. Merasa aneh, Zeela menatap horror pria di sampingnya itu, sedang tidak ada acara komedi, dan dalam rangka apa Devans tertawa?
"Kenapa?" tanyanya galak.
Masih dengan tawa menggelegar, Devans menunjuk pipi Zeela yang hitam terkena oli. Bukan hanya pipi, hidung dan dahinya pun sama.
Zeela pun mengusap pipinya, benar, jarinya berwarna hitam. Tapi jarinya sejak tadi memang sudah hitam terkena oli.
"Apa?" tanyanya lagi.
Devans memutar wajah Zeela, menghadapkannya ke kaca yang ada di depannya. Hitam. Zeela ingin tertawa andai itu menimpa Devans, tapi karena itu dirinya, dia diam saja.
"Wajarlah, baru juga benerin mobil." Zeela merengut.
"Yaudah, sini," tangan Devans terulur untuk membersihkan sisa-sisa oli yang mengotori wajah putih Zeela.
"Kayak papan catur," ejek Devans dan ditertawakan sendiri.
Zeela diam saja, begini-begini juga karena ulahnya. Mana ada pria tidak bisa memperbaki mobilnya yang mogok sendiri, malah menyuruh si wanita.
"Gapapa, kok. Tetep cantik. Kuntilanak semalem aja kalah," entah bermaksud memuji atau menghina Devans mengatakan itu.
"Hmm, gue tau gue jelek. Nggak kayak mantan lu noh, si Nandita," kesal Zeela, hingga membawa-bawa nama Nandita tanpa sengaja.
"Iya deh," Devans menunduk setelah selesai mengusap wajah Zeela, walau tidak sebersih semula, tapi lebih mendingan daripada tadi.
Zeela melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, sebenarnya mau mengebut, tapi malas.
Hening. Keduanya hanya saling diam tanpa berminat buka suara. Sepertinya sia-sia saja rencana Arzoo, buktinya kedua manusia itu tidak membicarakan tentang pernikahan itu lagi.
"Zee," panggil Devans.
"Hmm," balas Zeela tanpa menoleh.
"Berhentiin dulu, gue mau ngomong sesuatu," ujar Devans.
"Ngomong aja kali, ngapain berhenti. Buang-buang waktu aja, "
Devans mendengus, ia lalu mengambil alih stir-nya dari arah samping, memutarnya sampai berbelok. Zeela tidak bisa melawan, karena Devans yang terus mendesaknya hingga tidak bisa bergerak.
Mobil dihentikan setelah menepi, Devans lalu menghadap Zeela dan membuatnya menghadap dirinya—dengan paksa, karena Zeela terlihat malas dan kesal diberhentikan mendadak.
"Apa sih? Penting banget?" kesalnya.
"Zee, kita harus bahas soal pernikahan kita."
Zeela berdecak sambil mengalihkan pandangannya.
"Mau bahas apa? Ga ada pernikahan pernikahan," katanya.
"Zee, gini deh. Nandita itu bukan siapa-siapa aku lagi, dia hanya ibu kandungnya Arzoo, bukan istriku lagi," ujar Devans.
"Iya, terus?" Zeela menoleh dengan malas.
"Jadi, jangan batalin pernikahan ini, ya? Pliss, demi Arzoo. Oke aku tahu kata-kataku kemarin terlalu kasar. Seolah aku memaksamu dan tidak menghargai perasaanmu sebagai seorang wanita. Aku tahu pernikahan seharusnya didasari oleh cinta, bukan perjanjian konyol seperti ini." Devans menjeda ucapannya, menarik nafas dalam, kemudian menelangkup wajah Zeela—menatapnya lekat.
"Zee, aku akan berusaha mencintaimu jika kau setuju dengan pernikahan ini. Maksudku, mungkin ada istilah cinta pandangan pertama, tapi kebanyakan cinta itu datang seiring waktu, seiring waktu kita bersama, kita akan saling mencintai, dan hidup bahagia tanpa terikat perjanjian lagi. Kalaupun nanti tidak berhasil, tidak pa-pa, kita jalani saja dulu. Aku yakin pasti akan berhasil. Dan jika tidak, jika kita sama-sama terpaksa juga sedikitpun saja tidak bahagia, kau bisa mengakhirinya. Tapi untuk sekarang, ku mohon jangan batalkan. Aku yakin bisa mengenalmu dan mencintaimu dengan mudah, karena kita sudah saling kenal sejak kecil, kan? Itu mempermudah semuanya. Ku mohon, jangan katakan batal lagi. Aku akan membahagiakanmu, sebisaku." ucap Devans tulus, sama sekali tidak ada kebohongan yang teelihat dari matanya.
"Zee," ucapnya lagi—Zeela melamun.
Zeela kemudian mengalihkan pandangannya, tidak baik menatap Devans lama-lama, itu akan membuatnya semakin tidak bisa menolak Devans lagi.
"Akan ku fikirkan lagi." kata Zeela datar, tanpa menatap Devans sedikitpun.
"Terima kasih." Devans tersenyum manis dan tulus, walau Zeela tidak melihatnya.
Mereka lalu turun dan bertukar tempat, Zeela tidak lagi mood menyetir. Dia hanya akan jadi penumpang yang baik saja.
Setelah mobil berjalan kembali, keduanya juga kembali lagi ke posisi awal—saling diam.
"Eh, lihat ponselku?" tanya Zeela memecah keheningan yang terjadi.
Devans celingukan, "tidak," jawabnya.
Zeela mencari-cari benda pipih itu ke sekitarnya, bawah, dan kursi belakang.
"Itu dia," Zeela mengambil benda yang ternyata jatuh di bawah kursi belakang.
"Hah?" mata Zeela membuat sempurna ketika mendapati berpuluh panggilan masuk tak terjawab dari Nandita.
Ya, mereka melupakan satu hal, Arzoo. Bukankah Arzoo ada bersama Aryan dan Nandita, dan jika Nandita sampai menelfonnya sebanyak ini, itu artinya pasti terjadi sesuatu. Dan kemungkinan besarnya Arzoo mengamuk.
"Nandita," Zeel menunjukkan layar ponselnya pada Devans.
Devans pun sama terkejutnya, satu juga dugaan yang muncul, Arzoo mengamuk.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Atoen Bumz Bums
jual majal x u zee
2022-02-27
1