Arzoo terlelap dalam pelukan Zeela, setelah puas makan, nonton TV, lalu mendengar cerita dongeng.
Zeela mengusap lembut kepala Arzoo, kemudian menciumnya. Ia sangat menyayangi anak ini, dan bukan dia saja, Arzoo pun sama. Jadi mustahil jika Arzoo akan meninggalkan Zeela karena ibu kandungnya.
Bicara soal ibu, apa Devans tahu Arzoo ada disini? Bukankah Arzoo tadi kabur?
Zeela bergegas mengambil ponselnya untuk memberitahu Devans, tapi segera diurungkan. Entah kenapa ia malas memberitahu Devans, biarlah pria itu bingung mencari-cari keberadaan putrinya, dia sudah besar, lagipula Arzoo juga sudah aman bersamanya.
Zeela berjalan ke balkon kamarnya, menatap langit malam yang bertabur sedikit bintang, tidak seperti biasanya. Mungkin saat ini mendung.
Karena tidak bisa tidur, Zeela mengambil buku hariannya untuk menulis sesuatu disana.
*Hari ini,
Takdir ini sangat aneh, bukan?
Dia membuat naskah hidup seseorang dengan begitu mudahnya.
Memberikan kebahagiaan, dan belum sampai semenit kebahagiaan itu sudah diambil lagi.
Jahat.
Kejam.
Tapi aku bisa apa selain hanya menerimanya?
Jika suatu saat Arzoo akan pergi dariku, aku harus ikhlas.
Sebenarnya tidak, setelah Devans, haruskah aku kehilangan Arzoo juga?
Boleh aku protes? Aku tidak siap, sungguh.
Arzoo itu sangat manis, walau dia mengingatkanku pada Devans dan istrinya itu, tidak masalah.
Dia anak kecil yang tidak tahu apa-apa.
Oke, sudah dulu.
-Anushka Shahzeela-*
Zeela menutup bukunya dan pergi ke tempat tidur bersama Arzoo yang sudah nyenyak.
Baru saja mata Zeela terpejam, bel di luar sana berbunyi terus. Entah siapa yang datang tengah malam begini, kalau mamanya, sudah pasti langsung masuk tidak usah mengganggu tidurnya. Mungkinkah Aryan?
Dengan malas Zeela turun dari tempat tidur dan berjalan keluar, mulutnya tidak berhenti berkomat-kamit mengutuk si tamu yang ia tebak adalah Aryan. Rumah Aryan ada di samping rumahnya, dan dengan manisnya dia malah pulang ke rumah Zeela.
"Apa rumahnya ke-bom sampai tidak bisa pulang? Tidak tau malu, mengganggu saja." Gerutu Zeela.
Tanpa mengintip dulu ke jendela Zeela langsung membuka dengan kasar pintunya.
"Rumah lu kenapa sih, Yan?!" teriaknya langsung.
Kedua mata Zeela melotot melihat siapa yang berdiri di hadapannya dengan kening berkerut—heran karena Zeela yang berteriak tiba-tiba.
"Eh, Devans, Nandita, ayo masuk."Uucap Zeela sambil garuk-garuk tak gatal kepalanya—sedikit malu karena marah tanpa sebab.
Kedua orang itu masuk sesuai perintah sang tuan rumah.
"Ada apa?" tanya Zeela, padahal dia tahu pasti kedua orang ini mencari putri mereka.
"Arzoo ada di sini? Dia kabur dari rumah." Devans to the point.
"Oh," balas Zeela santai yang membuat Devans dan Nandita bingung. Sudah diberitahu Arzoo kabur, tapi Zeela bisa sesantai itu?
"Kok oh?" Nandita tak terima dengan jawaban Zeela.
"Maksudnya iya, Arzoo tadi ke sini sendirian. Sekarang dia lagi tidur di kamar aku. Ngomong-ngomong, kok bisa sih Arzoo sampai kabur? Kalian kemana? Rumah kalian kesini jauh loh, lagian orang kabur itu gak ada yang namanya naik pesawat pribadi, pasti jalan kaki. Dan untuk anak sekecil Arzoo, jarak 4 kilo meter itu jauh banget!" ucap Zeela dengan nada sedikit ngegas.
Devans melongo melihatnya, seolah Arzoo adalah putri Zeela lalu dia dan Nandita adalah pengasuh yang lalai menjaga Arzoo sampai Arzoo hilang. Nandita pun sama, wanita itu tidak berkedip mendengar ocehan ngegas Zeela yang tanpa jeda.
Padahal, seharusnya yang mungkin marah adalah mereka—karena orang tua kandung Arzoo, mereka bisa saja menuduh Zeela sebagai penculik dan melaporkan Zeela, tapi ini malah terbalik, Zeela yang kesal atas kaburnya Arzoo.
"Heh, kok diem? Kenapa? Kalau gak sanggup jagain Arzoo biarin dia di sini aja, masih mending cuma kabur ke sini, coba kalau ke luar negeri, kan bahaya! Yang bingung juga siapa, pasti kalian, kan!? Ga masalah kalau dia sampai sana dengan selamat, dan ketemu orang baik, atau minimal baik-baik ajalah di luar negeri sana, tapi kalau diculik? Ketemu orang jahat? Siapa yang ribet coba? Kalian, kan? Jagain anak satu aja kok bisa-bisanya sampai kabur, " oceh Zeela lagi.
Devans menggelengkan kepalanya sebentar—seperti menyadarkan dirinya.
"Tadi itu Arzoo pingsan, trus pas aku cek dia udah ga ada di kamarnya." Tutur Devans.
"Lah, kok malah pingsan, sih? Gimana ceritanya coba? Pasti kalian sibuk berduaan, kan? Makanya Arzoo sampai pingsan, gimana sih kalian?!" Zeela kembali ngegas.
"Dia mencarimu sejak tadi pagi, aku cari kamu di rumah sakit, di sini, tetap nggak ada. Tau sendiri lah kalau Arzoo nangis histeris susah didiemin, jalan satu-satunya ya cuma itu, suntikan obat penenang." Ujar Devans panjang lebar, berharap Zeela berhenti dari acara ngegas-nya yang seperti menyalahkan dia dan Nandita.
Dan benar saja, Zeela terdiam mendengar penuturan Devans. Dia seperti kehabisan kata-kata untuk ngegas lagi.
Tapi itu cuma berlangsung sebentar, beberapa detik kemudian dia kembali bicara.
"Iya iya udah, sekarang dah malem. Biarin Arzoo nginep sini, ya? Kasihan dia." Kalimat yang keluar kali ini tidak lagi ngegas.
"Yaudah, gapapa." Balas Devans.
Zeela menghembuskan nafas lega.
"Kok gapapa sih, Dev?" Nandita tampak keberatan.
"Kasihan Arzoo kalau dibawa pulang, Nandita." Ujar Devans.
"Kalau mau kalian juga bisa kok nginep di sini. Tuh, ada kamar tamu. Tidur aja di situ. Biar Arzoo sama aku." Zeela menunjuk sebuah kamar yang tak jauh dari sini dengan dagunya.
Devans dan Nandita saling pandang. Nandita tersenyum tipis sedang Devans seperti keberatan.
"Baiklah." Kata Devans setelah beberapa detik.
"Oke, kamarnya gak dikunci, kok. Selamat malam, selamat tidur, semoga mimpi indah." Ucap Zeela sambil berlalu ke kamarnya.
Tiba di kamar, Zeela membanting pintunya agak keras. Entah mengapa emosinya bisa tak terkontrol begitu melihat kedatangan Devans dan Nandita. Dia menjadi sangat kesal sampai-sampai meluapkannya lewat kata-kata ngegas tadi.
"Sabar, Zeela, sabar. Dia itu ORANG TUANYA Arzoo. Jadi tahan, jangan marah.." Zeela menarik-hembuskan nafasnya—menghibur dirinya sendiri.
"Oke, saatnya tidur. Mimpi indah, Zeela."? Monolognya lagi sambil menjatuhkan dirinya di samping Arzoo, tentu dengan pelan, karena tidak mau anak itu bangun.
-
-
-
Pukul 3 a.m tepat, Zeela merasa kerongkongannya kering. Masih malam, dan haus, menyebalkan sekali.
Dengan langkah tak kalah malas dari tadi dia berjalan keluar kamar. Mengambil sebotol air dingin untuk mengguyur kerongkongannya yang kering kerontang ini pasti menyegarkan.
Dapur terletak di samping kamar tamu, biarlah. Kedua manusia itu pasti sedang nyenyak-nyenyaknya tidur dan mimpi indah. Sekali lagi, menyebalkan.
Samar-samar Zeela melihat sesosok mirip orang meringkuk di sofa depan TV. Apa itu Aryan? Tapi kenapa niat sekali tidur di rumah tetangga, memang rumahnya kenapa? Tapi setelah Zeela perhatikan lagi, perawakannya tidak seperti Aryan. Sedikit berbeda, terutama pada rambutnya. Jadi.. apa itu Devans?
Daripada terus menduga-duga, Zeela menyalakan lampu di ruang itu untuk memastikan siapa yang meringkuk di sana.
"Devans?" gumam Zeela hampir tak percaya, kenapa Devans malah tidur di situ? Bukannya kamar tamu cukup luas untuk ditempati berdua? Apa kasurnya kurang luas? Atau mereka bertengkar?
Bodoh. Zeela malah berpikir macam-macam. Mau apapun itu, bukan urusannya.
Zeela menyegerakan mengambil sebotol air dan dibawanya ke kamar. Daripada terus berdiri tanpa tujuan yang jelas di situ.
Setelah sampai di kamar, Zeela menutup pintunya lalu duduk di tepi tempat tidur. Meneguk air dingin yang diambilnya barusan.
"Kasihan juga, dia pasti kedinginan." Gumamnya.
Ya, apalagi, dia melihat Devans tidur tanpa selimut, dan di malam yang dingin ini, sudah pasti pria itu kedinginan. Zeela kemudian mengambil selimutnya dari dalam lemari untuk ia berikan pada Devans. Ia keluar lagi dan menyelimuti pria itu dengan hati-hati, tentu karena tidak mau Devans bangun dan melihat dirinya menyelimuti Devans.
Zeela terdiam menatap wajah tidur Devans, tetap terlihat tampan. Fikirannya jadi melayang kemana-mana, andai Devans bukan suami Nandita, andai dulu dia tidak berpisah dengan Devans, andai dulu Devans tidak pergi ke luar kota, pasti mereka akan tetap bersama, Zeela akan mengungkapkan isi hatinya, dan mungkin..... tidak akan seperti ini. Mungkin mereka bisa bersama dan hidup bahagia. Dan banyak kata 'andai' serta 'mungkin' lain melintas di fikiran Zeela.
Zeela mengerjap dan tersadar dari lamunan unfaedah-nya itu, walau dilamunkan seperti apapun juga waktu tidak bisa di ulang. Untuk apa disesali? Tidak ada gunanya. Masa lalu bukan untuk diratapi, ia hanya sebagian kecil dari kepingan hidup ini, dia tidak bisa terulang kembali, seindah dan sesakit apapun, hanya akan jadi kenangan—yang tentunya hanya bisa dikenang. Yang perlu dilakukan adalah, tata masa depan, jangan sampai si masa lalu yang buruk mengganggu dan mengacaukan masa depan yang cerah dan tak tahu seperti apa. Yakinlah semuanya pasti akan baik, yang terjadi adalah yang terbaik untuk kita. Dan untuk masalah, tidak ada masalah yang tidak ada jalan keluarnya. Hadapi, semua itu akan berlalu. Ini masalah waktu.
Sadar lamunannya terlalu lama, Zeela bergegas masuk ke kamarnya. Selain takut ketahuan jika Devans terbangun sewaktu-waktu, detak jantungnya juga tak bisa dikendalikan. Jika terlalu lama berdiri di sana, Zeela tidak mau mati konyol terkena serangan jantung. Ia masih muda, belum menikah pula.
Ah, Zeela menepuk keningnya sendiri. Tidak tahu kenapa pikirannya ngawur kemana-mana.
Hampir setengah empat pagi, masih ada waktu sebelum adzan subuh berkumandang. Dan lebih baik ia tidur dulu, lumayan dapat satu sesi waktu tidur.
°°°°°
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Atoen Bumz Bums
apa devans gak punya sosmed...???
2022-02-27
1