Zeela keluar dari ruang rawat Arzoo setelah memastikan gadis kecil itu benar-benar tidur sehabis meminum obatnya.
Arzoo sedikit rewel soal urusan obat. Walau ia tahan sakit, tetapi tidak dengan rasa pahit. Berkali-kali Arzoo menolak, entah dengan meyenggol tangan Zeela yang sedang memegang obat—menjadikan obatnya jatuh dan tak bisa diminum, atau dengan menutup mulutnya rapat-rapat, bahkan memuntahkan obat yang sudah berada di mulutnya.
Zeela disambut oleh pertanyaan penuh kekhawatiran dari wanita paruh baya yang ia duga adalah neneknya Arzoo.
"Arzoo baik-baik saja, Nyonya. Dia sedang beristirahat. Dan sampai hasil tesnya keluar, Arzoo belum bisa pulang dulu." Ujar Zeela ramah seperti biasanya.
Wanita itu mengucap syukur, terlihat lega sekali karena Arzoo baik-baik saja.
"Baiklah, saya permisi dulu," ucap Zeela yang langsung dibalas anggukan disertai senyuman oleh wanita bertubuh sedikit kurus itu. Mungkin efek terlalu banyak memikirkan Arzoo yang nakal, tidak tidak, tapi keras kepala.
Tidak ada jadwal apapun hari ini, karena sebenarnya ini hari liburnya. Jadi Zeela memutuskan untuk pulang saja. Melanjutkan acara tidurnya yang tertunda tadi.
Bicara soal tidurnya yang tertunda, Zeela jadi teringat Arzoo. Kemana orang tua Arzoo? Dan kenapa ia hanya dijaga neneknya? Sebenarnya entah nenek entah pengasuh, karena wajah mereka yang tidak ada mirip-miripnya sama sekali.
Dan tentang wajah Arzoo, entah kenapa rasanya wajah itu tidak asing, Zeela seperti akrab dengan wajah itu. Tapi yang jadi pertanyaan adalah, bukankah baru tadi ia bertemu Arzoo? Lalu bisa akrab dari mana? Bahkan Arzoo juga masih kecil, kemungkinan Arzoo teman Zeela sangat mustahil. Bahkan, jika saja Zeela sudah menikah, Arzoo lebih cocok menjadi putri Zeela. Mengingat usia mereka yang pantas jika adalah ibu dan anak.
Ah, kenapa Zeela malah memikirkan Arzoo terus. Memang siapa Arzoo? Hanya anak kecil yang kebetulan menjadi pasiennya.
Tiba dirumah, Zeela mendapati ibunya tengah bersantai di depan TV sambil menonton acara favoritnya, sinetron.
"Dari mana?" tanya Neha tanpa mengalihkan fokusnya dari TV.
"Ada pasien, Ma. Biasa, " jawab Zeela seraya duduk di sofa samping ibunya.
"Kalau pasien yang datang, semangatnya berkali-kali lipat. Coba kalau Mama yang minta pulang ada lamaran, seribu alasan," sindir Neha.
"Oh ayolah, Mom, pasienku itu masih kecil. Dan dia terluka parah. Dan Mama tahu, dia sama sekali tidak menangis. Kalau saja itu aku, pasti pingsan," Zeela terkekeh.
Neha hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya. Zeela memang kekanakan saat bersamanya, tapi diluar sana dia seperti ibu yang baik bagi semua anak-anak. Entah pesona seperti apa yang Zeela miliki, hingga bisa membuat segala jenis anak-anak luluh padanya.
"Zeela tidur dulu ya, Ma. Ngantuk," pamit Zeela.
"Hmmm, " dan hanya dibalas gumaman saja oleh ibunya.
Di rumah ini, Zeela tinggal bersama mama dan papanya, yang mana papanya adalah orang yang sangat jarang ada dirumah. Maksudnya, selalu ada urusan bisnis, entah ke luar kota atau ke luar negeri. Selama satu bulan, kadang hanya pulang sekali, dan sering juga berbulan-bulan lamanya tidak pulang. Jadi rumah ini terkesan seperti hanya di tempati 2 orang saja.
Zeela masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya setelah aktivitas di luar tadi. Sebenarnya juga untuk menyegarkan pikirannya.
Hampir 1 jam Zeela ada di dalam kamar mandi, dan men-silent ponselnya agar tidak ada gangguan selama 1 jam ini.
Zeela mengeringkan rambutnya dengan handuk, berjalan ke tempat tidur dan mengambil ponsel yang baru saja dibiarkan 1 jam lalu. Tapi sudah pasti ada pesan atau panggilan disana.
Dan ya, pesan serta beruntun panggilan tak terjawab berjajar rapi disana. Lalu pelakunya, sudah pasti Tara.
"Ada apa?"
"Heh, dari mana aja lu? Pasien lu ngamuk-ngamuk nih, ga ada yang bisa nenangin. Dan terpaksa gue kasih dia obat penenang, cepet dateng kesini, dia nyari elu dari tadi**!" omel Tara dari seberang sana.
Pasien? Itu artinya Arzoo? Ada apa lagi dengan anak itu?
"Heh, pake acara diem lagi, kenapa?"
"Ya ya, aku datang."
Zeela langsung memutus sambungannya dan bergegas datang ke rumah sakit. Begitu mendengar Arzoo mengamuk, entah kenapa Zeela jadi sangat khawatir. Bagaimana kalau terjadi sesuatu yang buruk? Bagaimana kalau Arzoo kenapa-napa, dan sebagainya.
"Hey, mau kemana kau?" teriak Neha yang melihat Zeela berlari dengan tergesa menuruni tangga.
"Gawat darurat, Ma!" teriak Zeela sambil terus berlari.
Neha geleng-geleng kepala melihat tingkah Zeela yang memang sudah tak asing lagi dimatanya.
"Anakmu," ucapnya sambil mengarahkan layar ponsel ke arah Zeela yang sudah sampai di pintu depan.
Ya, mama Zeela itu sedang video call dengan papa Zeela.
Begitu sampai di rumah sakit, Zeela memarkirkan mobilnya asal, meminta tolong pada satpam untuk menaruhnya di tempat yang benar.
Zeela benar-benar takut Arzoo kenapa-napa. Dia langsung masuk dan mendapati Tara diluar ruang rawat Arzoo bersama wanita yang ia duga adalah nenek Arzoo tadi.
"Akhirnya dateng juga, tuh," Tara menyuruh masuk dengan isyarat dagunya.
Zeela mengangguk lalu masuk ke dalam, dilihatnya Arzoo yang memejamkan matanya karena obat penenang yang Tara berikan.
Zeela berdiri disamping Arzoo, menatap anak manis itu dengan rasa bersalah.
"Arzoo, maafkan aku ya.. Seharusnya tadi ponselku tetap menyala," lirihnya sembari mengelus lembut puncak kepala Arzoo diatas perbannya.
Tidak tahu kenapa hati Zeela sakit melihat Arzoo seperti ini. Ya, dia memang penyayang anak-anak, jadi melihat anak kecil kesakitan sedikit saja, dia yang jauh lebih sakit.
Setengah jam berlalu, Zeela masih setia menunggu Arzoo sadar disamping ranjangnya. Tidak tahu sebanyak apa dosis yang Tara berikan, tapi semoga Arzoo lekas sadar.
"Bunda Dokter," lamunan Zeela buyar ketika mendengar suara itu, suara khas yang berasal dari mulut Arzoo.
Dan panggilan itu—bunda dokter, diberikan khusus dari Arzoo untuk Zeela, karena kata Arzoo dia ingin orang baik seperti Zeela sebagai ibunya. Zeela sebenarnya tidak mengerti maksud perkataan Arzoo yang menurutnya aneh, memang bundanya tidak sebaik dia? Atau pergi kemana bundanya? Dan saat ditanya, Arzoo hanya mengedikkan kedua bahunya tanpa sepatah katapun.
"Hei, kau sadar? Bagaimana keadaanmu? Apa yang kau rasakan?" tanya Zeela.
Arzoo menatapnya sengit, bersedekap dada dan memalingkan wajahnya dari Zeela.
"Kenapa?" Zeela bingung.
"Kemana saja kau tadi? Aku bangun dan mencarimu, tapi kau tidak ada. Katanya baik dan tidak pernah bohong, tapi pergi meninggalkanku," omel Arzoo.
Zeela terkekeh,
"I'm sorry, sweety," Zeela menjewer telinganya sendiri.
"Sorry sorry, apanya yang sorry," Arzoo masih sama, kesal.
"Baiklah, sekarang katakan kau mau apa sebagai permintaan maafku?"
Arzoo mengetuk-ngetukkan jari mungilnya di pipi—berfikir.
"Besok ya ku beritahu, sekarang aku mau mikir dulu." Ucapnya.
"Oke. Sekarang, minum obatmu, biar cepet sembuh."
Arzoo memutar bola matanya malas, "obat lagi obat lagi, minum saja sana sendiri," katanya sambil menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.
"Arzoo, kalau tidak mau minum, bunda dokter pulang loh, biar saja Arzoo diurus dokter jahat. Trus nanti disuntik, dimarahi... Ayo, pilih mana?"
Arzoo membuka selimutnya dengan malas dan terpaksa.
"Baiklah baiklah," pasrahnya.
°°°
Demi Arzoo, Zeela menginap di rumah sakit. Dan harus terima dengan ceramah panjang dari ibunya, karena lebih memilih pekerjaan daripada pulang ke rumah.
Sampai pagi ini Arzoo belum bangun, kesempatan itu digunakan Zeela untuk pulang sebentar, mandi dan ganti pakaian, lalu kembali lagi ke rumah sakit tentunya.
"Dokter, terima kasih ya sudah mau bersabar merawat Arzoo. Arzoo memang begitu, keras kepala dan semaunya. Maklumlah, anak-anak." Ujar nenek Arzoo.
"Tidak masalah, Bu. Arzoo masih kecil, sudah sepantasnya bersikap begitu, " balas Zeela ramah.
"Kau baik sekali. Sudah menikah?" tanyanya.
Zeela menggeleng, "belum, Bu. Masih menunggu. Yang ditunggu juga tidak tahu kapan datang," cerita Zeela.
"Loh, kok tidak tahu? Memangnya kemana?"
Zeela menggeleng, "hanya sebuah kegilaan, menunggu yang tidak pasti," ucapnya diiringi kekehan pelan.
"Cepatlah menikah, wanita baik sepertimu banyak yang suka, dan yang bisa mendapatkanmu, dia sangat beruntung." Ucap wanita itu lagi.
Zeela hanya tersenyum sebagai balasan.
"Jangan menunggu terus, atau kau akan tua sepertiku," lanjutnya.
Kening Zeela berkerut,
"maksudnya?"
"Menunggu. Yang ditunggu entah ada di mana, akhirnya terpaksa menikah karena perjodohan, itupun karena sudah tua, tapi kami berpisah. Untunglah aku bertemu keluarga Arzoo yang baik, dan Arzoo yang mau menerimaku."
"Jadi, anda ini?"
"Ya, aku hanya pengasuhnya Arzoo. Sebelumnya sudah lama bekerja untuk keluarga Arzoo. Kau pasti mengira aku neneknya Arzoo, kan?" wanita itu tertawa renyah.
"Namaku Maria, panggil saja bibi Maria." Bibi Maria mengulurkan tangannya pada Zeela, dan disambut dengan senyuman ramah oleh Zeela.
"Saya Anushka Shahzeela, Anda bisa panggil saya Zeela." Ucap Zeela.
"Zeela," panggil seseorang.
"Iya, Dok, ada apa ya?" tanya Zeela.
"Ada pasien dengan kasus serangan jantung, cepat kamu tangan, ya." Jawab pria itu yang juga seorang dokter.
"Baik, Dok. Saya kesana sekarang. Bibi Maria, saya permisi. Kalau Arzoo bangun katakan saja aku ada operasi." Pamit Zeela sebelum akhirnya berlalu dari hadapan kedua manusia itu.
-
-
-
Setelah 5 jam berada di ruang operasi, Zeela dan timnya menyelesaikan itu, Zeela sendiri bergegas keluar secepatnya untuk menemui Arzoo yang mungkin sudah marah padanya, atau mungkin juga mengerti dengan tugasnya sebagai seorang dokter.
"Bibi Maria," panggilnya saat melihat wanita itu di ruang tunggu.
"Sudah selesai? Bagaimana operasinya tadi?" balas Bibi Maria.
"Alhamdulillah lancar. Dimana Arzoo?" jawab plus tanya Zeela.
"Arzoo ada di dalam, sedang video call dengan nenek dan ayahnya, dan saat seperti ini dia tidak bisa diganggu." Jelas bibi Maria.
Zeela manggut-manggut mengerti, ia lalu pamit lagi untuk mengecek pasien lainnya. Sepertinya Arzoo sudah pulih dan pastinya ditangani Tara saat tidak ada dirinya.
Hingga malam hari, Zeela sangat sibuk sampai tidak bisa bertemu Arzoo. Dan sekarang, gadis kecil itu sudah tidur dengan lelapnya di ranjang rumah sakit.
Hasil tes Arzoo sudah keluar, kondisinya memang berangsur memulih untuk kecelakaan kemarin, tapi selain itu Arzoo punya masalah dengan jatungnya, ya, jantung Arzoo sedikit tidak normal. Dan untuk memastikan tidak ada sesuatu yang buruk, keluarganya tetap memintanya disini.
"Dokter Zeela, aku mencarimu sejak tadi," ucap bibi Maria yang baru datang lagi ke ruang rawat Arzoo, seperti katanya, wanita itu mencari keberadaan Zeela.
"Ada apa, bibi?"
"Katanya kau membuatnya kesal, dan sebagai permintaan maaf darimu kau mau melakukan apapun untuknya, kan?"
Zeela mengangguk, "jadi Arzoo minta apa?" tanyanya.
"Bertemu papanya besok, Arzoo ingin papanya bertemu denganmu dan mengucapkan terima kasih padamu, " jawab bibi Maria.
"Bertemu papa Arzoo?" tanya Zeela polos.
"Iyalah, masa papanya papa Arzoo," bibi Maria terkekeh.
Zeela mengucap permisi lalu pulang, ia berfikir disepanjang perjalanan ke rumahnya, kenapa Arzoo meminta ia bertemu dengan Papanya? Apa maksud anak kecil itu? Ya, Zeela tahu Arzoo menyukainya. Dan pertemuan itu, jangan jangan Arzoo mau..............lupakan, jangan sampai itu terjadi. Karena Zeela tidak tega menolak, tapi juga tidak akan mau.
Sekarang yang jadi pertanyaan Zeela, bagaimana keluarga Arzoo? Arzoo hanya tinggal berdua bersama pengasuhnya, begitu? Apa papa dan nenek Arzoo juga seperti ayahnya yang selalu tidak ada di rumah? Lalu ibu Arzoo, kemana dia? Kenapa tidak muncul sama sekali dari kemarin? Masih hidup atau sudah bersama yang maha kuasa? Atau mungkin sudah berpisah dengan ayahnya?
Ah, kepala Zeela semakin berdenyut memikirkan tentang Arzoo dan asal muasalnya. Kenapa anak itu begitu aneh, bukan orangnya, tapi sejarahnya, maksudnya keluarganya, masalahnya.
Sebelum kepalanya bertambah sakit, Zeela memutuskan untuk memejamkan mata—tidur. Besok diurus besok saja, dan lalui apa saja yang terjadi. Karena takdir tidak akan salah alamat, entah itu baik atau buruk.
Tapi tidak, Zeela melupakan satu hal. Ya, kebiasaannya sejak 18 tahun yang lalu. Zeela selalu melingkari kalender setiap harinya secara berturut-turut selama 18 tahun. Tujuannya untuk mengingat seberapa lama Zeela menunggu dia—cinta masa kecilnya.
Dan ini adalah bulan ke 252, hari ke 6.631, atau 18 tahun 2 bulan. Selama itu Zeela mengingat semuanya. Berharap jangan sampai dihari ke 10.000 dia belum bertemu dengan-nya. Zeela tidak mau tua dan mati konyol masih dalam keadaan menunggu.
Usianya saat ini 30 tahun, sebulan lagi 31 tahun. Benar-benar akan mati konyol dia jika pangerannya itu tidak datang-datang.
*hari ke-6.631
Hei, masih mau menghilang? Tidak kasihan padaku yang sudah menunggumu selama ini? Sebentar lagi aku tua, dan aku bisa-bisa mati kalau kau tidak datang. Rasa rindu ini mencekikku secara perlahan, apalagi nafas dan detak jantungku ada bersamamu. Jadi ku mohon datanglah, aku tidak mau mati dalam keadaan masih menunggumu. Ayolah, datang dan kembalilah padaku. Aku akan selalu menunggumu sampai kapanpun, sungguh!
Tertanda,
orang yang selalu menunggu dan mencintaimu, selamanya.
-Anushka Shahzeela-*
Tulis Zeela di buku hariannya. Sudah tak terhitung berapa puluh bahkan ratus buku harian yang ia habiskan untuk menulis kata-kata tentang kerinduan dan penantiannya setiap saat. Walau ia tidak pernah mengirim tulisan-tulisan itu pada-nya. Sebabnya, Zeela tidak tahu dia tinggal dimana. Dan akan dikirim kemana semua surat-surat itu? Sebaiknya simpan saja, biarlah hembusan angin, rintikan hujan, serta cahaya rembulan yang menyampaikan.
---
Bersambung.
Adakah yang menunggu dan suka cerita ini?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Atoen Bumz Bums
itu pasti papanya arzoo cem-ceman zeela..
cm dlm novel org mau nggu yg gak jelas slma 18 thn
2022-02-27
1
Wulan Juna
menyimak dulu ya thor
2021-05-24
1
ka Ros
kayaxnya menarik critanya...
2020-12-10
1