Devans dan Zeela sedang dalam perjalanan pulang, sesuai perjanjian, Arzoo akan pergi ke bioskop bersama Aryan dan Nandita.
Hening, hanya ada suara kendaraan yang terdengar, karena kedua orang ini sibuk diam-diaman. Devans menyetir, sedang Zeela bermain ponsel. Zeela terlihat seru sekali, sesekali tertawa namun ia tahan—sadar disampingnya ada orang lain.
[Anaknya Devans nakal banget astaga.. ]
Zeela tekikik geli, runtuh sudah pertahanannya untuk tidak tertawa. Sejak tadi teman chattingnya adalah Aryan, dan topik chat mereka kali ini adalah soal Arzoo. Mereka bertiga sudah tiba di bioskop, dan bukannya menonton film, Aryan malah sibuk chattingan dengan Zeela. Curhat seputar Arzoo yang katanya nakal, manja, suka marah-marah dan sebagainya.
Ting
Ponsel Zeela berdering lagi, tanda chat dari Aryan masuk.
[Popcorn aja langsung minta 4, cuma popcorn loh itu. Masih beli es krim, ini itu, untung mamanya cantik, kalo enggak udah gue lempar di jalan tol tadi]
Sekali lagi Zeela tertawa, karena tahu niat Aryan hanyalah bercanda. Aryan sebenarnya juga suka dengan anak kecil sama sepertinya, dan tidak akan tega ketika melihat anak kecil sampai menangis.
[Turutin ajalah, itung-itung belajar jadi ayah yang baik 😂] balas Zeela.
Dan belum sampai semenit pesan balasan sudah ia terima.
Sementara di sampingnya, Devans menatapnya heran manusia disampingnya ini, dari tadi tertawa cekikikan sambil menatap fokus ke layar ponselnya. Memang selucu itukah ponselnya?
"Lagi chattingan sama siapa?" Devans akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.
"Eh, enggak. Cuma sama Aryan," jujur Zeela.
"Seru banget kelihatannya,"
Zeela tersenyum kecil sebagai jawabannya.
"Oh iya, ku antar kemana?" tanya Devans.
"Ke---"
Drrrrtttt drrrrtttt..
Belum selesai Zeela menjawab, ponselnya sudah bergetar-getar menyahut.
"Sebentar ya.. Halo?"
"Zee, gue ga jadi ke ultahnya si Vaani."
"Lah, kenapa?"
"Ultahnya cuma buat keluarga deket aja, kita mah ga diundang, gimana mau dateng?"
"Yahh, gitu amat si Vaani." Zeela menghembuskan nafasnya, entah, mau dibilang kesal juga tidak, marah pun juga tidak mungkin.
"Iya, jahat banget. Udah ya, mau molor dulu."
Tara memutus sambungannya sebelah pihak, dan Zeel semakin mendengus kesal.
"Kenapa?" tanya Devans, ia kembali dibuat heran oleh ekspresi Zeela, beberapa menit yang lalu sangat bahagia, dan saat ini berubah murung.
"Ultahnya batal," kata Zeela.
Devans mengernyit, "ultah siapa?" tanyanya lagi.
"Temen, kan ga bisa ikut Arzoo ke bioskop gara-gara acara itu, eh malah dibatalin. Ngeselin tau,"
Devans geleng-geleng kepala dan hampir tertawa, menurutnya Zeela sangat lucu saat seperti itu.
"Kenapa?" Zeela sadar dan memincingkan matanya menatap Devans.
"Enggak. Mau dianter kemana? Pulang?"
Zeela mengangguk tanpa berminat mengeluarkan sepatah katapun, apalagi menghadap Devans.
Devans menepi dan memutar kemudinya, karena sibuk memperhatikan Zeela, Devans sampai lupa jalannya sudah terlalu jauh dari alamat Zeela.
Tiba di persimpangan jalan, beberapa geng motor menghalangi jalan mereka dengan berdiri di tengah-tengah jalan, sisanya meraung-raungkan motornya memutari mobil Devans.
Zeela terkejut dan panik, entah apa yang akan para berandal itu perbuat pada dirinya dan Devans. Dia hanya berdua dengan Devans, sementara mereka banyak. Kurang lebih jumlahnya 10 orang.
Lain dengan Zeela yang takut, Devans malah bersikap santai dan biasa saja. Devans mematikan mesin mobil lalu menggulung lengan bajunya.
"Dev, jangan keluar," Zeela menahan tangan Devans yang bersiap membuka pintu mobilnya.
"Kenapa?" tanya Devans santai, sama sekali tidak terlihat gugup walau sedikitpun.
"Aku takut. Bagaimana kalau mereka mencelakaimu nanti?" ucap Zeela.
"Tapi mereka tidak akan pergi sebelum kita mengusirnya. Biar aku keluar ya, aku akan bicara baik-baik pada mereka." kata Devans.
Zeela tetap menggeleng, malah semakin erat memegangi pergelangan tangan Devans.
"Jangan, " katanya.
"Hey! Kalian tidak lihat kami dari tadi disini? Cepat keluar!" teriak salah seorang geng motor itu yang sepertinya adalah sang ketua.
"Mau apa kau?" balas Zeela dengan teriakan yang tak kalah keras.
"Cepat keluar dan serahkan barang berhargamu!"
"Devans, mundur!" titah Zeela saat mereka mulai turun dan menggedor kaca mobil Devans.
"Apa?" bingung Devans.
"Mundur!" Zeela mendorong Devans untuk duduk di kursi belakang, dan dia yang menggantikan Devans dikursi kemudi.
Zeela menyalakan mesin mobilnya dan membunyikan klakson beruntun tanpa jeda.
"Mundur atau aku menabrakmu!" gertak Zeela.
Para brandal itu mundur perlahan dari sekitar mobil Devans. Rupanya Zeela tidak main-main, ia langsung tancap gas ketika para penjahat itu mulai sedikit jauh.
Devans yang ada di belakang dan tidak memakai sabuk pengaman langsung oleng karena gas dadakan dari Zeela.
Dan para penjahat itu, mereka tidak tinggal diam. Masing-masing sesuai awalnya berboncengan dan mengejar Zeela dan Devans.
Terjadilah kejar-kejaran di jalan yang lumayan sepi itu. Jelas saja sepi, jalan itu mengarah ke hutan. Siapa yang dihampir malam begini jalan-jalan ke hutan? Tidak ada.
Sesekali Zeela menoleh ke belakang, memastikan para preman itu belum dekat. Atau jika sedikit saja dekat, ia menambah lagi kecepatannya.
Sedang ditengah-tengah kursi penumpang, Devans melongo menyaksikan acara kejar-kejaran ini. Tadi Zeela takut, dan kali ini jadi sangat ganas. Ganas dalam artian menyetir yang sudah ke level pembalap. Devans berdoa dalam hati semoga tidak ada jurang yang mendadak muncul di depan sana, atau hidupnya dan Zeela akan berakhir hari ini juga.
"Zeela, pelan-pelan," bisik Devans.
"Diam kau!" teriak Zeela tanpa menghiraukan Devans.
Devans jadi pusing sendiri, di belakang, para penjahat itu sangat laju membawa motornya, dan disini, Zeela seperti mau bunuh diri dengan mengajaknya.
Ciiittttt
Devans terjungkal ke depan setelah Zeela mengerem mendadak, dari depan sana salah seorang dari mereka muncul tiba-tiba. Untunglah Zeela pandai memainkan stir, jadi ia dan Devans tidak menabrak dan masih selamat.
"Sial!" Zeela memukul stir di depannya.
Karena posisinya di belakang, Devans bisa keluar dengan mudah tanpa larangan Zeela seperti tadi. Entah apa yang ada di fikiran Devans, mereka begitu banyak, sedangkan dirinya hanya sendirian. Bagaimana mungkin mau melawan? Dia juga bukan superhero.
"Devans," Zeela kaget, ia mengira Devans pingsan karena tidak lagi memintanya pelan, tapi ini malah sudah keluar.
Para penjahat itu menyeringai sambil menggulung lengan bajunya, bersiap menyerang Devans.
Devans sendiri sudah memasang kuda-kuda, bersiap jika kapan saja para penjahat itu menyerang.
Dan benar, terjadi baku hantam tak seimbang diantara mereka. Sepuluh orang melawan satu orang. Sangat tak seimbang. Tapi tidak, Devans ternyata bukan lawan yang remeh. Dengan gesit Devans menangkis tiap serangan dari para brandal itu.
Memukul, menendang, menangkis, jika saja lawannya hanya satu orang, pasti sudah tergeletak tak berdaya. Tapi ini keroyokan, Devans selamat saja itu sudah luar biasa.
Brukk
Lama-lama Devans ambruk juga, padahal tadi sudah terlihat seperti akan menang. Tetap saja kembali ke kenyataan, 10 lawan 1, mustahil menang.
Salah satu dari mereka menendang Devans sekali lagi kemudian pergi.
Zeela berteriak histeris dari dalam mobil lalu keluar secepatnya. Dia menghampiri Devans dan menepuk-nepuk pipinya, ya, Devans tidak sadar.
"Devans, bangun.. Dev, bangun.."
Tapi Devans tak merespon, Zeela lalu mengangkat kepala Devans dan menaruhnya di pangkuannya. Zeela menangis, takut jika pria itu kenapa-napa. Lalu bagaimana nasib mereka nanti?
"Dev, bangun.. Devans.."
Devans mengerjap, membuka kedua matanya dengan sebaris senyum kecil. Entah apa maksudnya.
"Aku baik-baik saja, " ucap Devans.
Devans kemudian bangkit dan mengusap darah yang mengalir diujung bibirnya.
"Mau pulang? Aku masih sehat," ucapnya.
Zeela yang awalnya terbengong-bengong secepat mungkin menyeka sisa air matanya yang sempat mengalir dan berdiri mengikuti Devans.
Devans melajukan mobilnya lagi untuk lanjut pulang, kali ini Devans yang menyetir, Zeela masih syok, juga kalau dia yang membawa, akan seperti pembalap liar seperti tadi.
Baru beberapa meter melaju, menadak mesinnya mati. Ya, kendaraan itu mogok. Padahal rumah Zeela masih saja jauh, ini saja baru memutar. Mereka berpuluh kilometer jauh masuk ke hutan, sangat jauh dari jalan ke rumah Zeela.
Dan entah kebetulan macam apa lagi ini, hujan turun dengan derasnya. Lengkap sudah. Terjebak di hutan, mobil mogok, turun hujan. Alamat malam ini kedua orang itu akan bermalam dihutan, mungkin.
Devans menggeleng sambil menatap Zeela, isyarat dia tidak bisa berbuat banyak untuk keluar dari dalam hutan ini. Terpaksa, mereka akan duduk diam di dalam sini jika tidak ada jalan lain. Menyedihkan.
Namun Zeela seperti tak terima, matanya mengedar mencari-cari seseorang untuk membantu mereka, atau jika tidak memberikan tempat untuk tinggal malam ini. Menyedihkan sekali jika harus bermalam di dalam mobil.
"Ada rumah," ucap Zeela.
Ia memberitahu Devans lewat isyarat tangannya, sebuah gubuk yang terlihat remang-remang dari sini. Mungkin saja ada orang di dalam sana.
"Ok, kita turun." kata Devans.
Di dalam mobil itu Devans menyediakan payung, yang akan berfungsi pada saat-saat seperti ini.
Devans keluar lebih dulu lalu membuka pintu samping Zeela dan memayunginya begitu keluar.
"Aku berdoa semoga pemilik gubuk itu orang baik.. Astaga, ini sangat dingin." guman Zeela.
Mereka tiba di depan pintu gubuk, gubuk itu mempunyai sebuah pintu.
Zeela mengetuk pintunya, sedang Devans yang memanggil-manggil sang pemilik.
"Sepertinya gubuk ini kosong," Zeela kecewa.
"Itu lebih bagus," seru Devans.
Zeela mengernyit, "apanya?"
"Kita bisa menginap disini, tidak akan ada yang melarang."
"Bodoh. Bagaimana kalau pemiliknya tiba-tiba datang? Lalu mengira kita berbuat yang macam-macam, dan akhirnya lapor pak RT." oceh Zeela.
"Apa masalahnya? Kita memang akan menikah, kan?" kata Devans santai.
"Kau saja menikah sana,"
Zeela mendorong pelan pintu itu, dan terbuka.
"Yes! Akhirnya..." Zeela langsung masuk ke dalam tanpa mengajak Devans.
Tapi Devans tak butuh surat undangan untuk masuk, ia juga mengikuti Zeela ke dalam. Gubuk berdinding bambu dengan atap kayu dan dedaunan, juga batang padi bertumpuk seperti kasur di dalamnya, disana terasa hangat. Selain bambu, dindingnya juga dipenuhi batang padi. Dan untuk penerang, sebuah obor terpasang disana. Entah sudah berapa lama obor itu menyala, atau mungkin memang penghuninya yang belum kembali. Bisa saja terjebak diluar sana, mengingat saat ini turun hujan deras.
Tapi dari segi kebersihan, gubuk ini terlihat kotor. Dan seperti sudah lama tidak di tempati. Yang membuat aneh adalah, jika sudah lama ditinggal, kenapa obornya masih menyala?
Masa bodoh, Zeela membaringkan tubuhnya diatas batang padi bertumpuk itu. Lalu Devans, hanya duduk diam di tanah sambil memandang keluar.
Gelap.
Obor sebagai penerang satu-satunya di dalam sana malah padam. Jadilah ruangan ini sangat gelap. Sedetik setelah padamnya obor, teriakan nyaring yang berasal dari Zeela terdengar dan memenuhi gubuk ukuran 3×2 meter itu.
"Devaaaaanns!!! Aku takut! Sini, Dev.. Ayo kesini.. Devans...."
Devans gugup, ia berdiri sambil menoleh sekitarnya—gelap, tidak ada apapun yang terlihat selain warna hitam.
"Devv....!!!!" lagi-lagi Zeela berteriak.
Zeela takut gelap, apalagi di dalam tempat asing seperti ini. Tidur saja dengan lampu menyala, dan ini dia masih benar-benar bangun.
"Zeela.. Zeela.." teriak Devans.
"Aku disini! Disini!" balas Zeela.
"Tetap bersuara, aku akan kesana."
Zeela terus menyebut nama Devans, itu sebagai petunjuk agar Devans menemukannya.
"Hhmmmph," pekik Zeela ketika tangan Devans tak sengaja menggerayangi wajahnya, bahkan hampir mencubit hidungnya kalau saja ia tidak segera bersuara lagi.
Brukk
Zeela memeluk seseorang di dekatnya yang ia yakini adalah Devans. Satu kata yang tepat untuknya saat ini, sesak. Ruangan ini terasa sangat sesak tanpa adanya penerangan.
"Jangan pergi," gumam Zeela.
Tangan Devans mencari-cari dimana tumpukan batang padi tempat Zeela duduk, kemudian mendudukinya setelah ketemu.
"Nyalakan sentermu." ucap Devans.
Zeela menggeleng, "ponselku di dalam mobil." jawab Zeela.
"Dev, ini sangat gelap. Lakukan sesuatu, aku merasa sesak di dalam sini." lanjutnya.
Devans mencari-cari sesuatu, yap, ponselnya. Syukurlah benda pipih itu selalu berada di dalam sakunya. Atau jika tidak, mereka akan tinggal ditempat gelap ini semalaman.
Cahaya senter dari ponsel Devans menerangi ruangan itu. Walau tidak sepenuhnya terang, tapi cukup untuk menghilangkan kesan sesak dan melihat sekitar. Barangkali si pemilik gubuk ini tiba-tiba datang.
"Tidurlah, aku akan menjagamu." ujar Devans.
"Dan kau?" tanya Zeela.
"Aku menjagamu. Kau tidur saja, tepat pada tengah malam nanti kita gantian jam. Aku yang tidur kau yang jaga aku." jawab Devans sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Bodoh. Daripada begitu, lebih baik kita sama-sama bangun. Kalau aku yang menjagamu, kau akan ku tinggal pergi." kata Zeela.
"Oh ya? Bagaimana kalau geng motor itu datang lagi? Oh aku lupa, kau juga bagian dari mereka. Lihat caramu menyetir, para pembalap saja kalah," ledek Devans.
"Heyy! Memangnya kau, hanya jadi penumpang," cibir Zeela.
"Begitu? Siapa yang tadi menangisiku?"
"Aku hanya......" Zeela menjeda ucapannya, "kau dengar itu?"
"Apa?"
"Seperti...... perempuan tertawa. Jangan-jangan..."
Devans dan Zeela bertatapan—saling melotot karena suara itu terdengar semakin jelas...
°°°°°
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Atoen Bumz Bums
eng...ing...eng...
2022-02-27
1
Mama Rara
Haduh..... Di dlm hutan..... Suara perempuan tertawa...... 👻👻👻
2020-11-09
1