18. Rencana

#Zeela_pov

Setelah mengantar Arzoo ke sekolah, aku langsung pergi ke rumah sakit. Anak Devans itu, entah diberi makan apa sampai bisa seperti ini. Sifatnya membuat orang kesal tapi sayang. Anak itu terus-terusan menekanku untuk jadi mamanya. Dan aku sendiri, saat keputusan itu sudah ku ambil, kenapa Nandita malah berkata begitu? Ya, aku tahu mungkin aku salah. Tapi dalam hal ini, bukan pernikahan cinta, melainkan pernikahan demi putrinya itu. Lalu dimana letak kesalahanku? Sebisa mungkin aku menghindar dari anak kecil bernama Arzoo, tapi pengaruh anak itu seolah tidak bisa hilang begitu saja. Ada saja hal yang membuatku harus kembali padanya.

Seperti tadi, dia tidak mau tahu, katanya harus aku yang menjemputnya nanti di sekolah. Ok, masih bisa ku lakukan. Karena kebetulan tidak ada jadwal operasi hari ini. Sungguh, itu sangat membantuku.

Dan Devans, manusia itu hanya diam saja sedari tadi. Mungkin mulutnya terkunci dan belum bisa dibuka. Lalu mama dan tante Naina, mereka berdua sedang gencar-gencarnya mempromosikan Devans padaku, dan diriku pada Devans. Kadang aku kesal, tapi tak bisa di pungkiri hatiku sedikit berbunga-bunga akan hal itu. Mama dan mamanya Devans memang dekat, semenjak aku dan Devans TK, mereka berdua sudah saling kenal, dan saat mengantar kami ke sekolah juga mereka akan mengobrol sepuasnya. Hanya saja, kami tidak pernah saling main di rumah satu sama lain. Apalagi setelah Devans dan keluarganya di kabarkan pindah rumah karena pendidikan lanjutan Devans, hubungan baik sebagai teman serasa memudar dimakan usia. Hanya cintaku untuknya yang tak lekang oleh waktu, malah akan bersemi seiring waktu.

Lupakan soal cinta dan sangkut-pautnya, aku harus menyelesaikan tugasku sebagai dokter disini. Tentang Arzoo, fikirkan nanti saja. Masih ada beberapa jam dimana dia akan kembali dari sekolah.

"Nih baca,"

Aku mendongak ketika kejatuhan amplop putih dari atasku. Ternyata Tara pelakunya. Entah apa yang dia bawa itu. Ku tatap saja penuh pertanyaan dia, pasti mengerti.

"Luv letter," ucapnya.

Aku mengernyit, luv letter apa?

Langsung ku ambil amplop itu dan mengeluarkan isinya. Daripada hanya menatapnya tak berguna akan lebih baik jika dibaca.

Amplop itu berisi beberapa lembar lipatan kertas, dan saat ku buka satu-persatu, kosong! Entah manusia mana lagi yang melakukan kejahilan ini.

"Hah? Kok bisa kosong sih? Padahal tadi katanya buat elu, yang anter aja pak pos, keren lagi orangnya, duhh berasa dag dig dug gue lihatnya, " oceh Tara.

Entah apa maksudnya, tapi kertas itu benar-benar kosong.

"Buang aja, mungkin salah sasaran," ucapku.

"Kek apa aja salah sasaran, salah alamat kali," protesnya.

"Iya iya," aku keluar sambil membawa surat itu untuk membuangnya ke tempat sampah, sebenarnya ada juga tempat sampah di dalam sini, tapi sekalian pergi ke ruangan lain.

#author_pov

Zeela buru-buru keluar dari rumah sakit saat jarum jam menunjuk di angka 10, sudah saatnya menjemput Arzoo, dia sedikit terlambat, mungkin Arzoo sudah menunggunya di gerbang.

Untungnya kali ini jalanan tidak terlalu macet, atau jika tidak Zeela akan semakin terlambat, dan sudah bisa dipastikan Arzoo akan mengomelinya nanti.

Benar saja, Arzoo sudah berdiri di depan gerbang sambil bersedekap dada. Mati kau, Zeela, batin Zeela.

Tiin tiin

Zeela sengaja membunyikan klakson mobilnya sambil menghentikannya tepat di depan Arzoo. Senyum gadis kecil itu merekah begitu tahu siapa yang datang.

"Bunda Dokter," serunya sambil membuka pintu mobil kemudian masuk.

"Maaf, telat sedikit," ucap Zeela.

"Tidak pa-pa." jawab Arzoo.

Untuk kali ini dugaan Zeela salah, karena Arzoo tidak marah seperti yang ia fikirkan. Tapi sikapnya juga tidak bisa disebut baik-baik saja, raut wajahnya terlihat sedikit kesal.

"Hei, kenapa? Pelajaran hari ini sangat sulit?"

Arzoo menggeleng,

"Mama Nandita datang dan memintaku pulang bersamanya, aku tidak mau karena sudah minta Bunda Dokter yang jemput. " cerita Arzoo.

"Oh, kalau begitu kenapa masih kesal? Kan sudah sama bunda dokter sekarang?" tanya Zeela lagi.

"Mama Nandita maksa, Arzoo nggak suka dipaksa," rengeknya.

"Yang penting sekarang kan mama Nandita nggak maksa lagi. Arzoo mau pulang kemana?"

"Mau ikut bunda dokter, boleh ya?"

"Tapi Arzoo, disana bukan tempat bermain. Arzoo ke rumah bunda dokter aja ya, sama nenek Neha?"

Arzoo menggeleng kuat, "pokoknya Arzoo ikut ke rumah sakit."

Sekali lagi Zeela hanya bisa pasrah, tidak ada gunanya mendebat anak itu. Atau dia akan mengamuk dan malah jadi tidak karuan.

***

Berjam-jam lamanya Arzoo bermain di rumah sakit, kesana kemari dengan ceria, tanpa menganggu pekerjaan Zeela. Hingga pukul 3 sore, Zeela memutuskan untuk pulang, ia tidak mau Arzoo berlama-lama di rumah sakit—tidak baik untuknya.

Dan ternyata Devans sudah berdiri di depan rumah sakit menjemput keduanya. Devans punya rencana sendiri, ingin mengajak Arzoo dan Zeela jalan-jalan sebentar. Sebenarnya bukan keinginan Devans, tapi Naina, mamanya itu memaksa agar Devans, Arzoo, dan Zeela menghabiskan waktu bersama. Siapa tahu dengan itu semua, Zeela jadi merubah niatnya membatalkan pernikahan.

"Papa!" Arzoo langsung memeluk Devans, detik selanjutnya memegang tangan kedua orang itu—Devans dan Zeela, lalu menyatukannya.

"Jangan bertengkar lagi ya, Papa, Mama Baru. Sekarang, ayo kita jalan-jalan." kata Arzoo menatap bergantian keduanya.

Kedua orang itu diam saja sambil saling pandang satu sama lain, seperti mengisyaratkan agar salah satu mengajak atau setuju duluan. Tapi tetap saja, keduanya sama-sama diam saja. Tidak ada yang mau mengalah dan buka suara duluan.

"Tatap-tatapannya nanti saja, sekarang ayo kita pergi! Ini sudah sore!" teriak Arzoo.

Keduanya tersadar dan segera mengiyakan permintaan anak kecil itu.

Sempurna! Mereka bertiga terlihat seperti keluarga bahagia. Zeela duduk di depan bersama Devans yang menyetir, lalu Arzoo yang duduk di kursi belakang dengan senangnya memandang kedua orang dihadapannya itu. Memang mereka hanya diam, tapi diamnya malah terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar.

Perjalanan yang hanya beberapa menit itu terasa seperti bertahun-tahun lamanya---bagi Zeela. Arzoo sibuk mengoceh sendiri, sedang Devans juga hanya fokus menyetir, lalu dirinya, antara mendengar ocehan Arzoo dan sibuk sendiri dengan fikirannya. Zeela tahu, pasti anak kecil itu merencanakan sesuatu. Mana mungkin Arzoo yang cerdik itu bisa terima begitu saja dengan pembatalan yang ia lakukan. Sudah pasti ada banyak rencana dibalik semua ini.

"Kita mau kemana, Pa?" tanya Arzoo.

Zeela mengernyit, kenapa Arzoo yang bertanya? Bukannya ini adalah rencananya? Tidak mungkin Devans yang merencanakan ini.

"Papa! Kenapa diam saja?" teriak Arzoo—karena merasa Devans tidak mendengarkannya.

"Ada apa?" Devans terkejut.

"Makanya jangan melamun, bu guru bilang itu tidak baik. Sekarang ku ulangi lagi, kita mau kemana, pa?" ulang Arzoo, tak lupa dengan omelan khas-nya.

Devans gelagapan sendiri, mau kemana dia membawa kedua perempuan ini?

"Kau mau kemana?" tanya balik Devans.

"Papa yang mengajak kami jalan-jalan, jadi papa yang tentukan juga tujuannya." ucap Arzoo.

"Baiklah, kita ke taman saja."

Devans berbelok arah untuk pergi ke taman kota, sore-sore begini biasanya disana sangat ramai. Berbagai macam pedagang berkumpul disana untuk berjualan, baik makanan, minuman, dan kadang mainan juga.

Devans memarkirkan mobilnya ke tempat yang sudah disediakan, lalu turun bersama kedua penumpang yang dibawanya dan masuk.

Belum tiba di dalam, Arzoo sudah merengek-rengek minta dibelikan jajanan yang ada disekitar sana. Para penjualnya memang ada di sekitar taman, dan banyak sekali macamnya.

"Papa, es krim. Arzoo mau es krim ya..?"

Devans merogoh saku celana belakangnya untuk mengambil dompet, tapi baru saja dikeluarkan dan belum membeli, Arzoo merengek lagi minta yang lain.

"Papa, belikan balon itu juga. Arzoo mau yang warna pink,"

"Papa papa, kelihatannya siomay itu enak juga, Arzoo mau ya.."

"Sekalian sama es buah itu, Pa!"

"Tahu bulat! Arzoo juga mau tahu bulat!"

"Seblak, Arzoo mau seblak juga ya, Pa, tapi yang manis."

Devans sampai melongo, apa saja yang terlihat oleh mata Arzoo dia minta. Bahkan jajanan pertama yang dimintanya--es krim-- saja belum dibeli, tapi tidak sabar membeli yang lainnya.

"Papa, ayo..." kini Arzoo menarik-narik Devans untuk mengikutinya mendapatkan apa yang ia mau.

"Beli dengan Bunda Doktermu saja ya," ujar Devans sambil menyerahkan beberapa lembar uang ratusan ribu pada Arzoo, dan tentu dengan menatap Zeela, karena wanita itu hanya diam saja dari tadi.

"Ayo, Bunda Dokter." dan kini tarikan Arzoo berganti ke tangan Zeela.

Pertama yang Arzoo datangi adalah penjual es krim, mengantri disana beberapa menit, setelah itu ke pedagang balon, tahu bulat, es buah, seblak, dan terakhir siomay—karena letaknya yang paling jauh.

Disisi lain, Devans duduk disalah satu kursi menunggu Arzoo kembali. Setelah putrinya itu kembali, ia juga tidak tahu akan melakukan apa. Menurut saja apa yang Arzoo minta nanti.

"Papa..." teriak Arzoo dengan banyak bungkusan makanan di tangannya, juga balon melayang-layang yang benangnya ia ikat di pergelangan tangan. Itu semua bukan karena Zeela tidak mau membawakan, hanya saja Arzoo yang bersikeras ingin membawanya sendiri.

Arzoo kemudian mendudukkan dirinya di rerumputan hijau itu sambil meletakkan bawaannya. Ia membuka satu-persatu bungkusan itu lalu memakannya tanpa menawarkannya pada siapapun.

"Papa sama bunda dokter jangan minta ya, kalian sudah besar, bisa beli sendiri, sedangkan Arzoo masih kecil, jadi tidak bisa beli sendiri," oceh Arzoo.

Kedua orang dewasa itu tentu hanya diam, karena mereka juga tidak tertarik ikut makan. Menyaksikan saja, itu sudah cukup.

"Oh iya, pa, temanku bilang ada film baru di bioskop, filmnya bagus loh. Kita nonton ya nanti?" ujar Arzoo.

"Baiklah." kata Devans.

"Tapi, aku tidak bisa ikut. Tidak pa-pa ya, Arzoo?" Zeela menyahut.

"Yahh, ada apa? Kenapa bunda dokter tidak ikut? Pokoknya Bunda Dokter harus ikut." Arzoo merajuk.

Zeela menghembuskan nafasnya, tidak tahu harus bagaimana, mau menuruti Arzoo atau tidak. Sulit semua rasanya. Malam ini Tara mengajaknya keluar, salah satu teman mereka ulang tahun, jadi Zeela harus datang.

"Halo semuanya... Arzoo, hai, apa kabar?" ucap seseorang tiba-tiba, ya, Aryan datang bersama Nandita, entah bagaimana awalnya mereka bisa bersama begitu.

"Paman Aryan, mama Nandita, kalian disini juga?"

Nandita tersenyum kemudian duduk disamping Arzoo.

"Kau makan semua ini?" ucapnya.

"Ya. Papa dan bunda dokter tidak mau. Jadi Arzoo habiskan, tidak baik kalau mubazir, kan?" kata Arzoo polos.

Sedang Zeela heran melihatnya, bukannya dia sendiri yang tidak mau menawarkan, dan dengan mudah bilang nanti mubazir? Dasar anak Devans.

"Mama tadi dengar, Arzoo mah ke bioskop?"

Arzoo mengangguk.

"Iya, tapi sama bunda dokter." jawabnya.

"Sama paman Aryan aja, gimana?" Aryan ikut duduk disana.

"Tidak. Maunya sama bunda dokter." tolak Arzoo mentah-mentah.

"Kita pergi bersama mama Nandita, ya?" bujuk Aryan.

"Terus, bunda dokter sama papa pulang, begitu?"

"Kalau papamu mau ikut biarkan saja ikut, yang pasti bunda dokter tidak bisa ikut." ujar Zeela.

"Ok ok, begini saja. Papa sama bunda dokter pulang, Arzoo ke bioskop sama mama sama paman Aryan. Tidak ada penolakan, oke?"

------

Terpopuler

Comments

♡ꪀo𝒗eꪶᵢₛₜ 𝓐𝓵𝓮𝓽𝓽𝓱𝓮𝓪♪♪

♡ꪀo𝒗eꪶᵢₛₜ 𝓐𝓵𝓮𝓽𝓽𝓱𝓮𝓪♪♪

buset!! seblak jugaaa😭😭

2023-08-10

1

Atoen Bumz Bums

Atoen Bumz Bums

apalagi rencana nandita..??

2022-02-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!