Setelah mengantar Asih hingga depan rumahnya dan memastikan Asih telah masuk rumah dengan aman, akhirnya kuputuskan untuk segera pulang sebelum semua orang di rumah menyadari keberadaanku.
Perlahan kuhidupkan mesin mogeku setelah beberapa meter jauhnya aku mendorong moge kesayanganku itu menjauhi rumah Asih.
Terlihat beberapa rumah mulai menyala lampunya pertanda si empunya rumah telah terbangun dan bersiap hendak ke surau atau memulai pagi mereka.
Beberapa perempuan terlihat keluar dari rumahnya masing-masing sembari memegang sapu lidi untuk membersihkan sisa-sisa dedaunan yang gugur semalam.
Ketika melihatku, perempuan-perempuan itu hanya melirik sekilas kemudian berpaling dan melanjutkan kegiatan rutin mereka. Rupanya remang lampu jalanan sepanjang kampung itu telah berhasil mengaburkan pandangan setiap orang terhadap sosokku, Camat mereka.
Secepatnya kupacu mogeku menuju rumah. Terlihat dari kejauhan lampu didalam rumah masih belum dihidupkan pertanda orang rumah masih tidur.
Mungkin mereka terlalu kelelahan...pikirku lega.
Dengan santai aku mulai melambatkan laju mogeku kemudian perlahan mematikan mesin moge agar tidak menimbulkan bunyi gaduh yang bakal membangunkan seisi rumah.
Aku masuk melalui pintu depan yang kuncinya kubawa semalam. Masih sepi...
Dengan bernafas lega akupun memutuskan untuk masuk keruang kerjaku. Selain untuk menghilangkan penat setelah semalam suntuk meladeni hasrat Asih yang luar biasa, juga sebagai alasan bagiku kalau istriku tiba-tiba terbangun dan mencurigaiku.
Mengingat Asih, aku jadi senyum-senyum sendiri. Perempuan itu memang luar biasa, jauh diatas istriku Dewi. Bukan ingin membanding-bandingkan sich. Tapi kenyataannya memang demikian.
Aku yang dijodohkan dengan Dewi, putri tunggal kolega Bapak yang akhirnya kunikahi walaupun cintaku kepada Asih tak pernah hilang dan Asih yang dijodohkan dengan Ibrahim , sahabatku yang alim dan super polos.
Hasilnya ketika aku dan Asih bertemu, hasrat yang sekian lama terpendam tumbuh lagi dan menghasilkan perselingkuhan antara aku dan Asih kekasihku.
Semoga tidak ada seorangpun yang menyadari hubunganku dengan Asih.. batinku berharap.
Entah berapa lama aku terhanyut dalam pikiranku, tanpa aku sadar sesosok wanita cantik dan tinggi semampai yang masih memakai piyama tidurnya yang seksi serta memperlihatkan lekuk tubuhnya terlihat berdiri di depan pintu kamar kerjaku sambil menatap tajam kearahku.
Dewi..!!! gumanku nyaris tak terdengar.
Dewi istriku masih berdiri ditempatnya dan tidak bergeming sedikitpun.
"Mih...sudah lama disitu?" tanyaku berpura-pura kaget. "Ayo, kesini..," panggilku.
Dewi istriku hanya diam membisu, sama sekali tidak menjawab pertanyaanku.tatapan matanya seolah sedang menelanjangiku dari atas hingga bawah.
"Mih....?!" panggilku sekali lagi.
"Darimana saja kamu!?" tanya Dewi sinis sambil berkacak pinggang.
"Nggak dari mana-mana mih. Maaf, papih ketiduran disini. Semalam karena ada berkas yang harus papih tanda tangani, jadi papih memutuskan untuk ke kantor dan nyelesain pekerjaan papih sebelum pagi biar besok papih bisa lebih santai kerjanya," jawabku panjang lebar.
Biasanya alasanku yang selalu masuk akal diterima istriku. Namun kali ini rona wajahnya tidak berubah setelah mendengar alasanku. Wajahnya masih tetap dingin dan menatapku dengan tatapan curiga.
"Kamu nggak sedang ngerjain aku kan!?" tanya Dewi sambil melangkah mendekati meja kerjaku.
"Yaa nggaklaah Mih...nggak mungkin. mana berani Aku ngerjain kamu Mih," jawabku sembari berdiri dan mendekati Dewi yang sudah berdiri didepan meja kerjaku.
Dewi terlihat mengendus-enduskan hidungnya kearahku seolah sedang mencari tau aroma lain ditubuhku.
Aku yang sudah mempersiapkan segalanya sejak awal hanya berdiri diam dan tersenyum melihat tingkah polah istriku yang terlihat jelas mulai curiga.
"Mamih selalu nggak percaya sama papih. Selalu aja curiga yang enggak-enggak," aku pura-pura protes dengan nada merajuk dan wajah memelas.
Dewi masih berdiri begitu dekat denganku. Aroma tubuh istriku dan lekuk tubuhnya yang terlihat jelas oleh mataku membuat hasrat kelelakianku kembali bergejolak. Tapi aku berpura-pura tak tergoda oleh pemandangan indah didepanku itu.
Aku tau betul bagaimana cara meredam amarah Dewi istriku. Dengan sekali sentak, kutarik tubuh istriku hingga jatuh tepat di atas pangkuanku.
Dewi mencoba memberontak. Cengkeraman tanganku di pinggulnya mebuat Dewi tak bisa bergerak bebas. Dia tau percuma menolakku.
Kupandangi dalam-dalam wajah istriku. Namun yang kudapati adalah wajah cantik Asih yang seksi dan liar.
Tanpa ba bi bu, akupun ******* habis bibir Dewi istriku sambil membayangkan bibir seksi Asih.
Jagoanku langsung bangun begitu aku membayangkan Asih. Walaupun Dewi yang berada dipangkuanku, namun yang terlihat oleh mataku adalah wajah dan tubuh Asih, kekasih gelapku.
Permainan kamipun berlanjut diruangan itu. Dewi meringis, mendesah dan berusaha mengimbangi permainanku yang tidak biasa saat itu.
Namun perempuan itu akhirnya berteriak tertahan begitu aku menuntaskan permainan kami. Keringat membanjiri wajah dan tubuh kami.
Kamipun berbaring kelelahan di lantai beralaskan permadani Turki yang dibeli istriku langsung dari negara asalnya.
"Pih, kamu terasa lain kali ini..lebih bergairah dan luar biasa," puji Dewi malu-malu.
"Heum..kamu puas sayang..?" tanyaku sembari menciumi pucuk rambut istriku.
"Heum..," jawab istriku pendek.
"Mau lagi..?" godaku
"Emangnya masih kuat ?" tanya Dewi antusias.
"Wuaah...masih dong," jawabku merasa tertantang.
"Ayook..coba buktiin ke aku pih," bisik Dewi di telingaku sambil ******* daun telingaku membuat jagoanku bangun lagi.
Kubiarkan Dewi berbuat semaunya hingga aku benar-benar siap tempur untuk yang kesekian kalinya.
Tetap dengan bayangan Asih dimataku, kali ini permainan kami berlanjut dilantai kamar kerjaku.
Akhirnya Dewi benar-benar menyerah dan akupun menarik tubuhku dari atas tubuh istriku dengan puas sekaligus kelelahan.
Matahari mulai menunjukkan wajahnya saat aku dan Dewi kembali ke kamar pribadi kami untuk membersihkan diri.
\=\=\=\=\=\=
POV Ibrahim
Malam itu saat kami sekeluarga sedang makan malam, tidak biasanya putriku minta ditemani tidur olehku. Biasanya Ulfa lebih memilih tidur ditemani neneknya. Tapi malam itu Ulfah keukeuh minta kutemani.
Saat kupenuhi permintaan putri kesayanganku itu, ekor mataku menangkap senyuman di sudut bibir Asih, istriku.
Apa yang sedang direncanakan Asih, batinku mulai curiga. Tapi aku berpura-pura seolah tidak melihat senyuman aneh istriku barusan.
"Huaamm..Ayah ngantuuk banget. Sayang... yuk ke kamar Ulfa. Nanti Ayah bacain dongeng terbagus yang Ayah hapal," ajakku sambil sedikit mencandai Ulfa.
Ulta tertawa senang dan bergegas berdiri dengan bersemangat. Ditariknya tanganku menuju kamarnya yang sengaja kami buat seluruhnya bernuansa pink.
"Kakek...Nenek...Ulfa bobo duluan yaa.," pamit Ulfa ke Kakek dan Neneknya.
"Iyaa..Iyaa..sana, sikat gigi dan wudhu dulu, baru Ulfah boleh bobo ya sayang," perintah kakek seperti biasanya kepada cucu tunggal kesayangannya itu.
"Siap Kakek Bos...!" sahut Ulfa dengan mimik lucunya membuat semua orang di ruangan itu tertawa, kecuali Asih yang hanya tersenyum, entah kenapa.
Setelah melakukan rutinitas sebelum tidur yang diperintahkan kakek, aku dan ulfa akhirnya masuk ke kamar Ulfa yang lumayan luas.
Sementara kedua orang tua Asihpun ikut berdiri meninggalkan meja makan menuju kamar mereka untuk beristirahat.
Dongeng pengantar tidur yang kubaca untuk membujuk Ulfa agar lekas tidur ternyata lumayan berhasil. Kisah Rabi'atul Adawiyah menjadi kisah yang kubacakan untuk Ulfa, tentu saja dengan versi yang sedikit berbeda.
Merasa yakin kalau Ulfa benar-benar sudah tidur, akupun mencoba memejamkan mataku sejenak. Namun instingku sebagai suami kembali menggelitik rasa ingin tahuku membuat aku tidak dapat tidur.
Mengingat senyuman aneh dibibir Asih tadi saat di meja makan membuat aku akhirnya memutuskan untuk mencari tau, apa yang direncanakan Asih istriku.
\=\=\=\=\=!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments