Baru 2 Bab dah pada protes nggak suka sama alurnya. Kalau gitu aku pindahin aja ke sebelah🙄🙄. Tahu outline 'kan? Aku nulisnya ngikutin outline yang udah aku buat, alurnya sudah tersusun rapi. jadi jangan gitu dong. Jangan bikin semangat aku down. Aku tuh baperan, hikss srottt ... 🤧🙏
***
Tante Meri tersenyum puas saat mereka sudah selesai melakukan kegiatan panas sekaligus sudah selesai membersihkan diri di dalam kamar mandi, tentu saja mereka melakukannya juga saat mandi bersama.
“Kamu hebat banget,” puji Tante Meri kepada Langit.
Langit tersenyum tipis, baru kali ini dirinya merasakan suatu hal yang gila tapi nikmat.
Langit segera memakai pakaiannya, lalu mendudukkan dirinya di tepian tempat tidur, sambil menatap Tante Meri yang memakai pakaian di hadapannya tanpa malu sedikit pun.
Tante Meri mengambil ponselnya, “berapa nomor rekeningmu?” tanyanya kepada Langit.
Langit menyebutkan nomor rekeningnya dengan jelas.
“Done! Sudah aku transfer uangnya, sekaligus bonus buat kamu karena kamu pemula tapi permainanmu sangat memuaskan,” ucap Tante Meri tersenyum nakal.
“Jika nanti aku butuh kehangatan apakah aku bisa memakai jasamu lagi, Lang?” tanya Tante Meri yang kini duduk di pangkuan Langit. Jari tangannya meraba dada bidang Langit dengan sensual.
Ya, Tuhan, Langit merasa sangat rendah dan sudah tidak punya harga diri lagi.
“Aku tidak bisa janji, Tante,” jawab Langit.
Cukup sekali ini saja dirinya masuk ke lembah hitam, yang terpenting dirinya sudah mendapatkan uang untuk biaya operasi ibunya.
“Hah, Tante kecewa mendengarnya,” jawab Tante Meri lalu beranjak dari pangkuan Langit.
“Sory,” jawab Langit.
“Tidak apa-apa. Yang penting aku senang, karena aku hari ini mendapatkan barang Ori,” jawab Tante Meri, sambil mengambil tasnya.
Shiit! Langit rasanya ingin mengumpat dengan keras, namun tidak mungkin jika dirinya melakukannya di hadapan klien-nya.
“Bye, Lang. Semoga kita bisa bertemu suatu hari nanti,” ucap Tante Meri ketika akan keluar dari kamar tersebut.
Langit mengangguk dan tersenyum, beberapa detik kemudian setelah Tante Meri sudah tidak terlihat, ia pun segera keluar dari sana dan menuju rumah sakit.
Lima belas menit perjalanan, akhirnya ia sampai di rumah sakit, tepatnya di ruang rawat ibunya. Kondisi sudah malam hari, Bulan terlihat tidur meringkuk di atas sofa leter L yang di sediakan rumah sakit tersebut.
Langit memandang wajah ibunya dengan perasaan bersalah luar biasa.
Langit mendudukkan diri di kursi yang ada di samping tempat tidur pasien. Ia memegang tangan ibunya yang terpasang infus.
“Bu, aku hari ini sudah melakukan kesalahan terbesar dalam hidupku. Maafkan aku, Bu,” ucap Langit dengan lirih nyaris tidak terdengar, ia mencium tangan ibunya berulang kali.
“Kakak.” Bulan menatap punggung Langit yang bergetar seperti sedang menangis. Ia beranjak dari sofa dan mendekati kakaknya itu.
Langit terkejut saat Bulan menepuk pundaknya. Ia menegakkan badannya, lalu segera menghapus air matanya.
Semoga saja Bulan tidak mendengar ucapannya tadi.
“Kakak menangis?” tanya Bulan. Gadis berusia 17 tahun itu mengusap punggung Langit berulang kali.
“Hanya sedih,” jawab Langit.
“Kita berdoa bersama-sama, semoga Ibu cepat sembuh. Kak, tadi dokter mengatakan jika sudah ada ginjal yang cocok untuk ibu, tapi masalahnya ...” Bulan tertunduk, ia tidak melanjutkan ucapannya.
“Kakak sudah mendapatkan uangnya. Aku harap besok ibu bisa segera di operasi,” jawab Langit.
Bulan yang tadinya tertunduk sedih kini mendongak dan berbinar. “Benar Kak?” Bulan memastikan lagi.
“Iya, ada teman Kakak yang mau meminjamkan uang,” bohong Langit, ia menelan ludahnya dengan kasar setelah mengatakannya.
“Syukurlah, tapi bagaimana kita mengembalikannya nanti?” tanya Bulan.
“Itu urusan Kakak, kamu jangan memikirkannya,” jawab Langit.
Bulan menganggukkan kepala namun wajahnya kini terlihat murung kembali.
“Ada apa?” tanya Langit saat menyadari perubahan ekspresi wajah adiknya.
“Maaf, karena Kakak harus menanggung beban berat,” ucap Bulan, meneteskan air matanya.
Langit meraih kedua tangan adiknya dan menggenggamnya dengan lembut.
“Jangan berkata seperti itu,” ucap Langit dengan lembut.
Bulan mengangguk pelan, lalu memeluk Langit dengan erat.
“Tidurlah, aku akan menjaga Ibu,” ucap Langit setelah pelukan itu terurai.
“Kakak saja yang tidur, bukankah besok harus mengajar?” tanya Bulan.
“Aku mengambil cuti beberapa hari,” jawab Langit.
Bulan mengangguk, namun beberapa saat kemudian ia mengerutkan keningnya karena baru menyadari jika ada yang berbeda dengan penampilan kakaknya.
“Kakak tumben meninggalkan kaca mata, dan apa ini?” Bulan menarik kaos yang di pakai Langit. Karena biasanya kakaknya itu memakai kemeja panjang setiap harinya.
“Jangan meledekku!” Langit pura-pura marah.
“Tapi, Kakak sangat tampan,” puji Bulan.
“Benarkah?” tanya Langit, dan Bulan menganggukkan kepalanya pelan.
***
Di sisi lain, di Kota yang sama namun berbeda lokasi. Jeesany sedang mengendap keluar dari rumahnya. Seperti biasa ia akan party dengan kedua temannya di Club malam.
“EHEM!” Sean berdehem keras tepat di belakang putrinya yang akan membuka pintu rumah.
Jeesany berjingkat kaget, ia memejamkan kedua matanya dengan erat.
“Mampus gue!” batinnya. Kemudian ia membalikkan badannya, menghadap Ayahnya.
“Hai, Ayah,” ucap Jeesany tersenyum meringis dan ingin menangis karena ketahuan ayahnya.
“Masuk ke dalam kamar kamu!” ucap Sean dengan tegas.
“Tapi, Ayah--”
“Ini sudah hampir tengah malam, Sany!” ucap Sean sambil melotot tajam.
“Please!” Jeesany menghentakkan kedua kakinya dengan kesal. “Aku hanya ingin mengerjakan tugas kuliah,” ucap Jeesany beralasan.
“Masuk ke kamarmu atau kartu ATM-mu Ayah blokir!” ancam Sean, tidak main-main.
“Huh!” Jeesany menghembuskan nafas kasar, kemudian ia mengambil ponselnya untuk menghubungi kedua temannya, mengatakan jika dirinya tidak bisa ikut gabung malam ini.
“Kamu ini sebenarnya anaknya siapa sih!” omel Sean, menatap tajam putrinya.
“Tentu saja anaknya Ayah dan Bunda, tapi aku mirip Bunda yang lucu dan imut!” sungut Jeesany, mencebikkan bibirnya.
“Bunda kamu adalah wanita yang sangat lembut, cantik dan anggun, tidak seperti kamu. Bar-bar seperti berandalan, keluar masuk ke Klub malam!”
“Oh, berati aku seperti Ayah,” jawab Jeesany dengan santainya, lalu berjalan menuju kamarnya dengan perasaan kesal.
Sean yang mendengarnya pun menggeram kesal, putrinya memang seperti dirinya saat masih muda dulu. Rasanya ia menyesali semua perbuatannya di masa muda dulu.
“Hah!” Sean memijat pelipisnya, kepalanya berdenyut nyeri memikirkan tingkah putrinya. “Punya anak satu, tapi bikin kepala pusing tujuh keliling,” geram Sean, lalu berjalan menuju kamarnya, menyusul istri tercinta yang sudah terlelap di atas ranjang.
“He he he, aman!” Jeesany segera keluar dari kamarnya saat melihat Ayahnya sudah menutup pintu kamar. Ia berjalan mengendap seperti seorang pencuri, dan membuka pintu dengan perlahan agar tidak menimbulkan suara.
“Akhirnya bisa keluar,” ucap Jeesany tersenyum penuh kemenangan, lalu menutup pintu rumahnya lagi. Ia segera berlari ke mobil Risya yang terparkir tidak jauh dari sana.
Inilah alasan Sean dan Irene tidak memberikan fasilitas kendaraan, namun tetap saja yang namanya seorang anak mempunyai kecerdasan sendiri, seperti Jeesany. 🤣
“Lo lama banget sih?!” gerutu Bela saat Jeesany sudah masuk ke dalam mobil.
“Biasa, ada satpam,” jawab Jeesany.
“Buruan jalankan mobilnya, kita party sampai pagi, ha ha haa.” teriak Jeesany.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Denara Qkunaee
q kira perjakanya langit SMA jeesany eh malah sama teri Meri...masih nyimak nih alur berikutnya... semangat thor
2024-06-11
1
Mamanya Reza
sdh biasa klu crita CEO mainannya cewe bayarn, dpt istrinya cewe polos..
skrg di balik cowo bayaran, dpt cewe barbar tpi msih ORI 😁
2023-08-26
0
𝑏𝑒𝑟𝑐𝑎𝑎-`ღ´-
.
2023-08-24
0