Bayi yang ditinggalkan di tempat pembuangan sampah tidak menangis hingga malam hari. Setelah melewati tengah malam, bayi itu menangis lantaran kedinginan dan jua karena hanya beralaskan kardus serta kain tipis yang membalut di tubuhnya.
Letak pembuangan sampah tersebut jauh dari pemukiman Penduduk, sehingga tangisan dari bayi itu tidak ada yang mendengarnya, sebab jarang ada pula orang yang melintasi kawasan itu.
___
Lantas ada sepasang pasutri muda melintasi Kawasan pembuangan sampah tersebut, mereka dalam keadaan mabuk diketahui bernama Ika dan Ferdi.
Ika dan Ferdi awal mula mereka menikah muda karena terjadi insiden digrebek oleh warga saat kedapatan berbuat mesum di dalam kos-kosan Ferdi.
Orang tua Ika sendiri sudah angkat tangan atas segala kelakuan putrinya yang tidak dapat di atur dan selalu membangkang itu, lantaran kerapkali Ika keluyuran pada malam hari dan juga pergaulannya bebas bersama anak-anak berandalan. Dia sering bolos sekolah dan berpacaran dengan si Ferdi salah satu dari anak berandalan tersebut berujung putus sekolah.
Sementara Ferdi sendiri adalah anak yatim piatu dari sebuah panti asuhan yang berada di Kampung sebelah. Ferdi dari kecil memiliki sifat buruk, tempramen tinggi dan sangat nakal. Sehingga tidak ada orangtua yang mau mengasuhnya hingga dia besar.
Setelah besar, menjadi brandal jalanan, tidak sekolah, senangnya nongkrong, mabuk, ngamen dan terkadang menjadi Pak Ogah sesekali bersama teman-temannya. Dan hasil pendapatan dari ngamen dan menjadi Pak ogah tersebut hanya untuk mabuk-mabukan serta dia seorang pecandu Narkoba tingkat Waspada.
Jika sedang tidak ada uang, dia menggunakan lem Aibon untuk menggantikan obat terlarang tersebut dan jika tidak mendapatkan keduanya dia bisa berbuat yang lebih, yakni mencuri dan mencopet di pasar maupun di tempat-tempat keramaian hanya untuk mendapatkan barang haram tersebut.
Ferdi menikahi Ika saat usia masih sangat muda yakni 18 tahun, Ika pun satu usia dengan Ferdi. Kini mereka sudah berusia 25 tahun, belum memiliki keturunan. Tentu saja, semua dikarenakan kehidupan mereka kelam, Ika pun sama-sama pemabuk, pecandu dan juga perokok.
___
Next
Jrug! jrug! jrug!
Mesin motor yang sedang dikendarainya tiba-tiba mati.
"Aisssh! pakek acara bocor segala ini ban sialan!" Ferdi merasa kesal, lekas beranjak turun.
"Emm ... apa-apan sih woi, kok malah berhenti di tempat sampah begini, bau tau!" Cetus Ika bernada tinggi akibat pengaruh alkohol.
"Ah bawel kau, turun kau turun! Mata kau buat lihat tuh ban kempes!" Lanjut Ferdi.
"Aiih! kau saja yang tidak mikir! ngapain pula tengah malam lewat sini! udah sepi, gelap, dan juga kenapa tadi tak kau periksa ban dulu sebelum jalan, hah! Gobl*k!" Jawab Ika
"Kok kau malah nyolot sih! ngatain aku tak mikir segala! bukannya bantuin nyari solusi, malah ngomel terus, ngatain aku gobl*k pula, Kampang!" Umpat balik Ferdi tak terima.
"Solusi apaan hah ...? solusinya tuh ... kau dorong tuh motor, Gobl*k!"
Percakapan mereka memang selalu seperti itu, tidak ada bahasa lembutnya, sehingga bahasa kasar tersebut bagai menjadi bahasa yang lumrah bagi mereka. Lantas ketika mereka hendak mendorong motornya, Ika menghentikan langkah kala ia mendengar sesuatu.
"Eh, tunggu dulu deh Fer,"
"Apaan? udahlah buruan kau bantuin dorong motornya" jawab Ferdi tak menghiraukan.
"Iya, bawel kau ah! itu kau dengar gak? kayak ada suara bayi nangis?" lanjut Ika sembari menoleh ke kanan dan ke kiri.
"Aihh ... paling-paling suara bayi orang-orang sini yang nangis." jawab Ferdi singkat.
"Wei, lihatlah Fer, rumah orang kan jauh dari sekitar sini." Jelas Ika.
"Oh iya juga ya, lalu ... apa jangan-jangan itu suara bayi hantu? aih serem." Jawab Ferdi sembari menoleh ke kanan dan ke kiri juga.
"Hantu kepala kau! kebanyakan minum tadi kau tuh, mana ada yang namanya hantu, justru kau itu yang lebih manakutan dari hantu!"
"Aeh Kampang kau!" Umpat Ferdi.
Ika lekas beranjak ke arah semak-semak mengikuti suara bayi menangis tersebut. Ia menggunakan penerangan dari hp-nya untuk melihat ke sekeliling tempat pembuangan sampah itu. Ketika mendekati sekitar tong sampah, ia menemukan bayi yang sangat memprihatinkan. Bayi mungil berada di sebelah tong sampah hanya beralaskan kardus bekas dan kain tipis yang membalut pada tubuhnya.
"Astaga Fer ... Lihatlah beneran ada bayi Fer ..." Ucap-nya terkejut, tanpa basa-basi lekas ia mengambilnya. Lantas berjalan kembali ke arah Ferdi.
"Wah, sepertinya bayi di buang tuh." Ucap Ferdi kala Ika memperlihatkannya dari jarak dekat.
"Entahlah, Yaudah kita bawa saja bayi ini dan besok kita bawa ke kantor polisi" Pungkas Ika.
___
Mereka hendak pulang ke kontrakan mereka, Ferdi mendorong motornya seorang diri sementara Ika berjalan di belakangnya sembari menggendong bayi tersebut.
Tanpa disadari, mereka tengah di ikuti oleh sekelompok orang yang biasa di sebut preman. Yakni preman yang hendak menagih hutang kepada Ferdi, sebab setiap hari para preman tersebut datang ke kontrakan mereka, posisi mereka selalu tidak ada. Kontrakan selalu dalam keadaan kosong. Ika dan Ferdi sendiri memang jarang pulang sehingga para preman-preman selalu gagal berjumpa mereka menjadikannya geram.
Kini Ferdi dan Ika sudah sampai di kontrakannya, sudah masuk dan barusaja menutup kembali pintu, lantas tiba-tiba terdengar suara dari luar cukup keras.
Brak! Brak! Brak!
"Woi Ferdi! buka pintunya, pengecut!" Teriak suara beberapa orang dari luar, tak lain merekalah para preman-preman itu.
Sontak Ferdi menyadari, menjadikannya bimbang nan ragu hendak menemuinya lantaran tidak memiliki jumlah uang yang cukup untuk membayar hutang-nya kepada preman-preman tersebut.
Tentu membuat para preman semakin geram, akhirnya tanpa basa-basi lagi pintu rumah di dobrak paksa oleh para mereka.
Glubrak!
"Woi, Ferdi! dimana kau!" Teriak salahsatu diantara mereka kala pintu berhasil terbuka.
Tampak amarah merekah dari masing-masing mereka lekas melangkah menuju kedalam rumah. Begitu mendapati keberadaan Ferdi, tanpa basa-basi mereka menganiaya Ferdi sedemikian buruknya, tanpa peduli penjelasan Ferdi yang kini masih belum jua membayar hutang-hutangnya.
Brak! Brak! Brak!
Blug! Blug! Blug!
Ferdi tak kuasa melawannya, hingga tubuh babak belur, darah menetes dari indra pencium-nya dan jua bibirnya.
Semasih adegan tersebut berlangsung, posisi Ika berada di pojok ruang sembari menggendong bayi itu. Sungguh ia ketakutan hingga tubuh bagai mematung.
Preman itu mengancam, apabila tidak segera melunasi hutangnya dalam waktu satu Minggu, mereka tidak akan segan-segan membunuhnya.
Usai mengutarakan kalimat ancaman, mereka lekas hengkang seraya membawa serta motor butut milik Ferdi.
___
Ferdi lemas tak berdaya, Lantas Ika bergegas membantu Ferdi untuk duduk sembari memberikan obat merah pada luka-lukanya.
"Duh, kenapa bisa begini sih, emangnya hutang apa sih kau sama mereka?" Tanya Ika sembari mengoleskan obat merah.
"Aihh, pakek tanya hutang buat apa segala, kau juga selama ini ikut nikmatin. Bedeb*h kau!"
"Aiih! terus ini gimana dong? kita kan gak ada duit ..." lanjut Ika tampak resah.
Ferdi diam sejenak hingga beberapa detik, lantas menoleh ke arah bayi itu.
"Aha, Aku ada solusi jitu."
"Solusi jitu apa? Apa kau mau maling lagi?" Tanya Ika.
"Kali ini lebih mudah daripada maling, aku jamin dapat duitnya jauh lebih banyak, tapi ... resikonya gede juga si"
"Iya trus apa? lama Nihan kau Akh!" Ika masih belum mengerti.
"Itu ... Gimana kalau kita jual saja bayi itu?" Lanjut Ferdi tak lepas memandang bayi tersebut.
"Hah ... jual bayi ini? apa kau udah gila ya hah? tidak! aku tak setuju Fer." Jawab Ika, tak habis kira.
"Lah, lagian kita kan gak tau itu anak siapa. Dan juga kalo kita laporkan ke pihak yang berwajib nanti wajah kita jadi gampang tersorot dan gampang di temukan oleh polisi kalo kita sedang beraksi. Lagian juga gimana cara melunasi hutang sama preman-preman itu hah? Emang kau udah siap mati di bunuh mereka, hah!" Jawab Ferdi.
Ika diam sejenak sembari garuk-garuk kepala.
"Woi, ngapa diam aja kau!" Lanjut Ferdi.
"Anu ... Benar juga sih yang kau bilang tadi. Tapi, kalo kau mau menjual bayi ini aku tak setuju Fer!" lanjut Ika.
"Lah, kenapa pula kau tak setuju? anak kau juga bukan tuh! Kuping kau juga tadi dengar kan? kalo hutang itu tidak secepatnya dilunasin, besok kita bisa mati di bunuh oleh mereka, ngerti!" Jawab Ferdi tampak marah.
"Iya, aku tau ini bukan anak aku Fer, tapi aku juga nantinya bakal jadi ibu, bahkan kau juga jadi ayah. Kalo tentang hutang ya ... kau kerja lah!" Ika nampak kesal.
"Ngebacot aja kau pinter! kau pikir gampang apa cari kerja hah!" Geram si Ferdi.
Percakapan semakin memanas akibat perbedaan pendapat, alhasil mereka masing-masing diam sejenak sambari berpikir. Lantas selang beberapa menit, akhirnya perbincangan berlanjut.
"Gimana kalau kita rawat saja anak ini menjadi anak kita Fer, lalu kita pergi jauh dari daerah sini?" Pinta Ika.
"Apa? merawat bayi itu? kau pikir gampang apa ngurusin anak! belum susunya, makannya, pakaiannya, sekolahnya nanti. Otomatis semua biaya aku yang nanggung hah? cuih! tidak sudi aku!" Jawab Ferdi dengan sengit.
Namun, tanpa persetujuan Ferdi, Ika tetap akan merawat anak itu. Kemudian mereka berbenah beberapa barang yang hendak mereka bawa, untuk segera pindah ke Daerah lain yang letaknya sangat jauh/berbeda Kabupaten dari daerah tempat tinggal mereka sebelumnya.
Bersambung
Catatan Author
25-12-2020 Karya ini masih dalam Revisi atau perbaikan tulisan, harap maklumi untuk episode selanjutnya bila tulisannya masih kurang nyaman di baca. Terima kasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Sazia Almira Santoso
lajut tor
2021-06-11
1
Irandr
suka sekali ceritanya ini thorrr bagus karya mu 😍😍😍😍😍😍😍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍👍
2021-05-18
0
Beci Luna
awalx sedih,tapi aneh kenapa tidsk ada udaha utk mencari anakx yg hilangpaling tidak pihak rumah sakit harus bertangggung jawab,kepolisian harus dilibatkan,kok sampai anak bayi berpindah tangan keorg lain dr ibu gila ke keluarga yg super gila karna byk utang tidak bekerja,malah mereka merencana utk menjual bayi itu..thor...coba revisi dulu alur ceritax....maaf ini masukan
2021-04-19
0