Setelah selesai mengerjakan seluruh tugas rutinnya, lantas berbenah hendak segera berangkat ke sekolah. Sesudahnya rapi nan yakin seluruh peralatan sekolah sudah dikemas rapi ke dalam tas-nya, lekas beranjak keluar rumah.
Kini ia sampai tepat di pinggir jalan raya sembari menunggu angkutan pedesaan melintas, karena di daerah perkampungan tersebut sangat jarang ada bus yang melintas menjadikannya menunggu angkutan umum sangatlah lama. Meski demikian, ada bus berlalu lalang hanyalah bus pariwisata dan bus antar Propinsi.
Beberapa menit ia menunggu, ada satu mobil angkutan melintas, tetapi mobil tersebut sudah di penuhi oleh berbagai macam penumpang. Mulai dari penumpang yang hendak pergi ke pasar maupun berbagai macam tujuan. Menyadari sangatlah jarang ada angkutan umum, membuat isi mobil tersebut penuh, cenderung kelebihan muatan.
Meski didalam mobil tersebut berdesakkan dengan para penumpang lain, Ia tetap menaikinya dan memang sudah menjadi keseharian ia berjuang menimba ilmu ke sekolah.
___
Beberapa menit kemudian, angkutan umum yang ia naiki sudah sampai disekolah. Lantas bergegas turun. Baru saja memijakkan kaki keluar kendaraan, tampak teman terdekatnya (Verza) menunggunya tepat di depan pintu gerbang sekolah.
"Hey Lan, tumben amat siang banget loe datengnya, untung saja belom telat." Sapa dia secara langsung lantas menghampirinya.
Alan hanya tersenyum sembari berjalan hendak mendekat jua kepadanya.
Plek!
"Yuk ah, kita masuk come on ..." Ucap Verza sembari merangkul pundak Alan dan berjalan menuju kelasnya.
Semasih melangkah bersama-sama hendak menuju ke ruang kelasnya, banyak pasang mata khususnya dari kaum hawa mengarah kepadanya. Tentu, semua itu lantaran Alan satu-satunya siswa pemilik paras tampan dan berkarisma, khas asia Timur.
Tidak hanya itu saja, sebabnya ia jua dikenal sebagai siswa yang berprestasi paling tinggi di kelasnya, hingga semua itu menjadi pelengkap akan karisma yang dimilikinya.
Meski demikian, bagi Alan sendiri malah merasa risih apabila menjadi pusat perhatian publik. Semua dikarenakan sifat terdasarnya pendiam dan pemalu maka hal tersebut membuatnya tidak nyaman. Ia pun tidak ikut bergabung dalam sebuah kelompok/geng manapun didalam sekolahnya.
Teman setia-nya hanyalah Verza seorang yang selalu bersamanya saat di kelas, di kantin maupun jika sedang ada kegiatan didalam kelas maupun kegiatan yang berada di luar kelas.
___
Next
Alan cenderung menundukkan kepala apabila banyak pasang mata yang sedang memperhatikan tindak tanduknya, Verza sering mencandainya supaya Alan dapat bersikap Netral, namun apalah daya semua itu tak mudah bagi Alan.
Kini mereka nyaris sampai di pintu ruang kelas. Disana tampak ada Naldo beserta teman sekelompoknya yang terdiri dari Tami, Wasis, Yuda dan Dodi berkumpul tepat didepan pintu.
Ya, Naldo ini adalah Siwa yang nakal, ditakuti nan disegani oleh para siswa-siswi didalam kelasnya lantaran dia anak dari pak Toni sang juragan tanah yang terkenal akan kekayaan yang dimilikinya.
Lantas, Kala Alan dan Verza melangkah, tiba-tiba, Naldo sengaja bertingkah menjahilinya dengan cara menyodorkan kaki ke arah depan khususnya mengarahkannya ke kaki Alan. Maka …
Braak!
Alan pun tersandung nan terjatuh.
"Woi! resek banget sih loe Do!" Teriak Verza tidak terima sembari meraih tangan Alan, membantunya berdiri.
Sementara Alan hanya diam saja tanpa berkata apapun ketika mengetahui semua itu ulah Naldo yang sengaja dilakukan dia.
"Resek … what? loe bilang gua resek, hah? memangnya apa yang gua lakuin, dianya aja yang jalan gak pakek mata!" Jawab Naldo mengelak.
Sontak Verza melotot sengit, ketika Naldo mengucapkan kalimat tersebut. Hasrat hati ingin membalas ucapan Naldo, tetapi Alan sudah langsung merangkulnya dan membawanya pergi dari hadapan mereka, lekas masuk kedalam kelas.
"Aish Lan, kok loe malah narik gua pergi sih! Mereka tuh sedang menjahili loe, gak terima gua!" Gumam Verza.
"Sudahlah, biarkan saja, tidak usah di ladenin." Pungkas Alan singkat.
"Aishh!" Verza masih di rundung amarah, tetapi tak dapat berkutik lantaran sang terkait saja tak mempedulikannya.
___
Lonceng sekolah sudah di bunyikan pertanda kegiatan belajar-mengajar hendak di berlangsungkan. Kini mereka semua sudah masuk kedalam ruang kelas.
Sebelum guru hadir, mereka semua saling becanda ria membuat kebisingan didalam ruang kelas, khususnya Naldo beserta teman-temannya. Namun tidak demikian dengan Alan, dia duduk rapi nan disibukkan membaca buku. Lain hal-nya dengan Verza, dia sedang asik berbincang dengan teman di belakang-nya.
Permainan yang Naldo beserta teman-teman lakukan kali ini adalah saling lempar-melempar buntalan kertas. Lantas semasih semua itu berlangsung tiba-tiba ….
Plak!
Wajah Alan terlempar buntalan kertas yang sengaja di lemparkan oleh Naldo dari arah kursi tempat dia duduk. Alan hanya terdiam tak membalas lemparan yang Naldo lemparkan tersebut namun lirikan tajam tiada padam mengarah ke dia.
Ya, Naldo selalu saja membidik Alan sebagai siswa yang selalu di jahilinya lantaran setatus orang tua Alan adalah pekerja di rumahnya. Tetapi, inti pokok mengapa hal tersebut terjadi bukanlah mengenai status latar belakang orangtuanya belaka, melainkan rasa sakit hati yang lama dia pendam sedari kecil lantaran gagal menjadikan Alan sebagai sahabatnya.
"Woi! Ngapa loe melotot ke gua, mau gua colok mata loe hah!" Teriak Naldo geram melihat tatapan tajam dari Alan.
Alan tak menjawabnya, malahan ia masih terus menatapnya tanpa seuntai kata keluar dari mulutnya.
Semasih Naldo hendak melanjutkan kalimatnya, lekas terhenti kala ada siswa dari arah pojok jendela menyerukan suara.
"Woi, woi, hentikan, ada guru datang woi."
Akhirnya semula siswa yang ribut, kini mereka duduk rapi di kursi masing-masing.
___
"Pagi anak-anak, ayok segera kumpulkan tugas yang bapak berikan pada hari kemarin." Ucap Guru.
Lantas semua murid bergegas mengumpulkan buku mereka.
Sementara Alan sendiri sedang sibuk di kursi duduknya sembari melihat kedalam isi tasnya, belum mengumpulkan tugas yang diperintahkan oleh Guru.
"Hey Lan ... kenapa loe? kok loe belum ngumpulin bukunya?" bisik Verza.
"Anu ..." Alan sembari masih terus fokus melihat kedalam tasnya, sebab buku yang ada tugas tersebut tidak ada.
"Anu, anu apa Lan ...?" lanjut Verza.
"Alan, kenapa belum kau kumpulkan tugas materi pelajaran bapak?" Tanya guru dari depan kelas.
"Maaf pak, mungkin buku saya tertinggal di rumah." Jawab Alan.
"Apa kau bilang … mungkin? apa maksud kau! bisa-bisanya buku PR sampai tertinggal ataukah itu hanya alasan kau saja, sebetulnya tak mengerjakannya, hah?" Lanjut sang guru menyimpulkan nan bernada tegas.
"Tidak pak, saya benar-benar sudah mengerjakannya saya tidak tau kenapa buku saya tidak ada didalam tas saya." Jawab Alan percaya diri nan yakin.
"Ah sudah-sudah, saya tidak mau dengar alasan semacam itu! prestasi kau selama ini bagus, kebersihkan kau pula sangat bagus, tetapi kenapa kau sampai teledor di saat pelajaran kelas saya hah? kemari kau maju ke depan." Perintah Guru.
Alan beranjak meninggalkan badan dari kursinya menuju ke depan kelas.
"Saya tidak akan menghukum kau untuk tidak mengikuti kelas saya, tetapi kerjakan materi soal yang akan saya tulis, jika ada satu saja jawaban kau yang salah dari soal yang saya berikan, segera kau tinggalkan kelas ini, jangan mengikuti pelajaran saya, paham?" lanjut guru memberikan tugas dengan nada tegas lekas menulis materi soal di papan tulis.
Alan mengangguk.
"Segera Kau kerjakan materi soal ini dalam hitungan sepuluh menit." Perintah sang guru.
Sontak seluruh siswa-siswi terkejut lantaran materi soal yang guru tulis tersebut belum ada di ajarkan di kelas mereka.
Alan lekas mengerjakannya, Sementara guru melihatnya sembari memegang handphone untuk menghitung waktu.
Sepuluh menit telah berlalu, Alan berhasil mengerjakan soal tersebut membuat banyak siswa-siswi terkagum. Guru bergegas lihat hasil jawaban tersebut.
Begitu sudah melihatnya, Sungguh membuatnya terkagum dengan kepintaran siswa didik yang satu ini hingga membuatnya menggelengkan kepala, lantaran Alan benar-benar mampu mengerjakan materi soal yang belum keluar didalam pelajaran serta mampu menyelesaikannya dalam hitungan menit, tanpa ada salah satupun.
"Sungguh luar biasa, pertahankan prestasimu Alan."
Alan lolos dari hukuman, guru mempersilakannya duduk, mengikuti pelajaran. Lantas kegiatan belajar-mengajar berlangsung.
____
Begitu Alan kembali duduk terdengar bisikan dari sebelah tempat duduknya, tak lain dialah Verza.
"Stttt ... Wei Lan, salut gue sama loe, bisa mengerjakan soal itu sampai benar semua, bussyett!"
Alan sedikit menoleh lantas tersenyum khas.
Tiba-tiba ada datang sebuah benda penghapus mendarat tepat ke kepala Verza.
Klotak!
Yakni, sang guru yang melemparkannya dari arah depan.
"Awwwwh ..." Verza terkejut dan kesakitan lekas mengusap kepalanya sendiri.
"Dengarkan! sudah berapa kali saya ingatkan, jika sedang pelajaran saya, jangan ada yang menentang peraturan saya, paham!" Ucap guru, tegas karena sebelumnya sudah sering diperingatkan, jika ia sedang mengajar, tidak ingin para muridnya berisik.
"Belajar yang benar, jaga kesopanan dan kedisplinan, sekolah bukan untuk main-main mengerti kau!" bentak guru kepada Verza.
Verza mengagukan kepala sembari cengengesan.
"Baik pak, saya mengerti."
____
Beberapa saat kemudian
Teng ... Teng ... Teng ...
Suara lonceng sekolah telah dibunyikan. Pertanda
waktunya untuk semua siswa-siswi beristirahat.
"Yasudah anak-anak, ingat dengan baik-baik pesan saya tadi. Sekolah tempat untuk menimba ilmu, bukan untuk bermain-main, Paham? " Ucap guru dengan tegas sembari hendak melangkah meninggalkan kelas.
"Paham, Pak ..." Jawab semua siswa-siswi serempak.
Lantas begitu sang guru keluar kelas, para kelompok Naldo langsung tawa terbahak-bahak.
"Hahahaha"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Sazia Almira Santoso
keturunan sultan y keren
2021-06-11
1
Beci Luna
aduh ..kok gurux kelewat kasar..ya..lempar penghapus kena kepala muridx untung otakx tdk geger...
2021-04-19
0
IKA 🌹SSC🌷💋plf
semangat Alan
2021-01-23
1