Aksi perisakan yang dilakukan oleh Naldo terus berlanjut bahkan semakin menjadi-jadi, ia menyuruh para teman-temannya untuk memegang kedua tangan Alan lalu terus-menerus memukuli tubuhnya secara bertubi-tubi.
"Cuih! Sanak lemah! makanya gak usah sok jagoan loe ngatain gua gak jantan pula, nih rasakanlah yang namanya jantan!" Naldo lekas menendang Alan tepat di bagian area int*mnya.
Brak!
Tentu saja Alan langsung menggerang kesakitan.
"Aggghh ... Aghhh ..."
"Eh Do, jangan berlebihan deh kalo sampai terjadi hal yang serius dengan dia gimana?" Ucap si Wasis tampak khawatir.
"Berisik, gak usah banyak ngebacot loe, Sis." Naldo tidak mempedulikannya.
Alan masih merintih kesakitan sembari memegang area yang telah di tendang oleh Naldo. Ia menatap tajam penuh sengit kemudian berkata "Sampah!"
Membuat Naldo melotot mendengar itu, "apa yang barusan loe bilang? sampah? loe itu yang anak sampah Alan!"
"Aku ucapkan sekali lagi, kau benar-benar tidak jantan dengan cara kau yang main keroyokan seperti ini, seperti sampah!" Ulang Alan tanpa ekspresi takut sekalipun posisinya sangatlah terpuruk.
Naldo semakin terbakar emosi mendengar kalimat yang baru saja Alan ucapkan itu, lantas menyuruh Dodi dan Yudha untuk memegang kedua tangan Alan yang kini sedang dalam posisi meringkuk. Setelahnya Naldo langsung menekan pundak Alan hingga Alan duduk.
Setelah Alan dalam posisi itu, Naldo lekas menginjak kepalanya dengan kaki.
Brek!
Belum puas dengan itu, kaki Naldo yang tadi menginjak kepala Alan langsung dia ayunkan ke arah kepala.
Brak!
Alan tersungkur disaat tangannya dilepaskan oleh Dodi dan Yuda sungguh ia lemas tak berdaya. Meski demikian Naldo masih belum puas menganiayanya. Kembali mendekat, menarik kerah Alan hendak kembali menghajarnya, tetapi sebelum semua itu terjadi salahsatu temannya ada yang berkata "Do, udah cukup do"
"Kenapa loe menghalangi gua, Dodi!" Naldo tentu saja marah.
"Sssttt ... diam dulu Do, tuh liat tuh." Si Dodi menelunjuk ke arah jendela, tampak ada bayang dari kaca yang buram satpam melintas di luar ruangan tersebut. Naldo pun beranjak-membekap mulut Alan sembari berbisik pelan didekat telinga Alan "Awas saja lo kalau teriak" mengantisipasi jika Alan sampai berteriak.
Setelah sang satpam sudah melintasi ruangan itu nan berjalan menjauh, Naldo menendang Alan sebagai pemungkas aksi perundungan yang ia lakukan.
Brak!
Hingga Alan tersungkur kemudian ditinggalkan oleh mereka keluar dari ruang tersebut. Setelah Naldo dan rombongannya pergi, Alan merangkak berdiri sembari memegangi perut, teramat sakit baginya usai di pukul berkali-kali oleh mereka.
Melangkah pelan keluar dari ruang kosong itu kembali ke perpustakaan. Akibat rasa sakit yang luar biasa ia pun duduk bersandar diantara buku-buku di rak. Sejenak tangannya menyapu darah di hidung yang masih terus mengalir darah. Tidak mendapati tisu terpaksa ia merobek kertas dari buku disana untuk menyapu darahnya.
___
Beberapa saat kemudian keluar dari ruang perpustakaan, awal mula berniat hendak kembali ke asrama, tetapi mengingat hari esok adalah hari libur, akhirnya memutuskan untuk pulang ke rumah saja.
Kebetulan hari ini tidak membawa uang saku lebih, alhasil pulang dengan berjalan kaki menuju rumah yang letaknya sangat jauh. Ia berjalan dengan sangat pelan serta sedikit sempoyongan-merasakan sakit di sekujur tubuh kususnya bagian perut, serta kepalanya pusing akibat di tendang oleh Naldo.
Melalui jalan alternatif lantaran tidak ingin terlihat oleh teman yang mengenalnya di sekolah maupun para warga yang mengenalnya dalam kondisi memprihatinkan seperti itu. Kala lelah, sesekali ia menghentikan laju perjalanannya, beristirahat sejenak di bawah pohon rindang sembari memegangi perutnya yang terasa sangat sakit. Apabila dirasa tenanganya pulih, ia melanjutkan kembali perjalanannya hingga memakan waktu lebih dari 2 jam.
___
Hari sudah menjelang senja, kini ia tiba dirumahnya, semasih melangkah pelan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba ada suara seseorang bicara "Dari mana saja kau?" Yakni, ayahnya.
"Kenapa baru pulang jam segini, hah?" Ferdi mengulang perkataan yang sama pada posisi duduk di kursi ruang tamu sembari merokok dan meminum secangkir kopi.
Alan menunduk belum mengutarakan kalimat apapun.
"Hei, Kau itu bisu atau tuli? di tanya bukannya jawab malah diam saja kau!" Ferdi sembari mematikan Putung rokok pada asbak diatas mejanya. Lantas berdiri, mendekat ke Alan sembari memperhatikan area wajah "Apa ini?"
Alan masih diam saja.
"Wah ... sudah mau jadi sok jagoan rupanya sekarang kau ya" Ferdi memegang pipi Alan yang terdapat banyak luka lebam itu.
Sementara Alan sendiri masih terdiam dan menundukkan kepala seraya tangan masih memegangi perutnya.
"Jawab pertanyaan saya, anak sampah!" pekik Ferdi melotot tajam.
Mendengar kalimat yang baru saja Ferdi ucapkan (anak sampah) Alan melihat ke arah mata Ferdi dengan tatapan menyedihkan.
Ferdi dirundung emosi, lantaran Alan tidak menjawab apapun. Tanpa basa-basi dia langsung mendorong Alan hingga Alan terjatuh menabrak pintu.
Brak!
"Sudah pintar berkelahi sekarang kau hah! Apa kau mau jadi sok jagoan di sekolah! percumah kali saya membiayai sekolah untuk anak sampah macam kau!" Pekik-nya, menyimpulkan.
Alan masih saja terdiam hendak berdiri, tetapi Ferdi lekas mendekat nan memukuli Alan dengan tinjuan ke perutnya secara bertubi-tubi serta ke wajah yang kini masih sangat lebam.
Brak! brak! brak!
Sungguh tak kuasa Alan menahan rasa sakit itu, hingga belah bibir lekas mengutarakan kata, "Sakit Ayah ... Sakit Ayah …"
"Tidak usah merintih kesakitan kau dasar anak sampah tak berguna! ayo cepat lawan saya, balas pukulan saya! Tak usah kau jadi sok jagoan di luar, ayo pukul saja saya!" Teriak Ferdi sembari terus menghantam seluruh tubuh Alan, tanpa terkecuali.
Brak! brak! brak!
Blug! Blug! Blug!
Tak ada perlawanan darinya, membuat Ferdi kalut dalam emosi, dia langsung melepaskan gesper/ikat pinggangnya kemudian mencambuk tubuh Alan sangatlah beringas.
Ceprett! ceprat! cepreeet!
Alan meringkuk kesakitan nan melindungi wajahnya dengan kedua langan kala cembukan itu terus-menerus menerjang di sekujur tubuhnya, hingga akhirnya kedua lengannya tergores nan berdarah akibat terkena ujung gesper yang berbahan stainless tersebut.
Rasa sakit dan perih dari cambukan yang Ayah-nya lakukan, Ia tahan. Hanya sebatas merintih kesakitan tanpa adanya air mata yang keluar nan tiada sekalipun keinginan untuk melawannya.
Bukan karena takut, bukan pula tidak bisa ataupun tidak berani, melainkan hanya satu yang ia tanamkan didalam hatinya bahwa tidak sepantasnya perlakuan buruk di lawan juga dengan perlakuan buruk, tindakan tidak terpuji dibalas jua dengan tindakan tak terpuji, terlebih lagi itu dilakukan oleh orangtuanya sendiri. Yang mana ia sangat menghormatinya.
Jauh didalam lubuk hati terdalam, ia sangat berharap mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya secara tulus dan murni, tapi apalah daya harapannya tidak pernah terwujud hingga saat ini, bahkan perlakuan buruklah yang selalu ia dapatkan seperti sekarang ini.
____
Next
Semasih adegan tersebut berlangsung, Ika pulang dari kerja, lekas melangkah memasuki rumah.
"Ada apa sih, kok ribut-ribut?" Tanya Ika tiada reaksi menghawatirkan Alan semasih melihat Alan duduk meringkuk di depan pintu tengah di siksa oleh suaminya.
"Ini nih, anak sampah tak berguna, sudah berlagak sok jagoan dia. Sudah berani berkelahi di sekolahnya" Jawab Ferdi menghentikan aksinya sejenak.
"Duh, ada-ada saja, sudah-sudah Fer hentikan, tidak enak di dengar tetangga" jawab Ika seakan tak peduli dengan perkara tersebut.
Ferdi menghentikan penganiayaan-nya terhadap Alan, karena sudah lelah jua menganiaya-nya dari beberapa menit yang lalu. Setelah menghentikan intimidasi kepadanya, lekas menyuruhnya melakukan pekerjaan rutin seperti biasa.
"Hey kau! cepat ganti baju kau sana, segera lakukan tugas! jangan malas kau!" Perintah Ferdi bersuara cukup lantang.
Perlahan Alan berdiri nan mengangguk, lantas menoleh ke arah pintu tampak ada seseorang yang memasuki rumah tak lain dialah Yadi (Adik)
Alan melihat kedua orang tuanya langsung menyapa dan memeluk sang Adik dengan penuh kasih sayang. Tak lepas mendengar orangtuanya menanyakan tentang aktifitas selama Yadi di sekolah dan di asrama, membuat terbesit pertanyaan di dalam hatinya.
'Oh Tuhanku ... Kenapa sedari kecil aku dan adikku selalu di bedakan oleh ayah dan ibu ... Apa kesalahanku hingga mereka semua membenciku?'
Lantas Ferdi menoleh ke arahnya, lantaran ia masih berdiri di posisi yang sama. "Hey anak sampah! Macam mana pula kau bengong di situ, cepat selesaikan pekerjaan kau, jangan malas!"
Alan bergegas pergi dari sana, masuk kedalam kamar untuk berganti pakaian, selesai itu lekas ia mulai melaksanakan pekerjaan yang biasa ia lakukan, seperti mencuci piring, menyapu, dan lain sebagainya.
Walaupun rasa sakit dan perih masih sangat dirasakannya, ia tahan sekuat tenanganya, karena jikapun ia mengeluh sakit oleh siksaan yang baru saja ayahnya lakukan dan bila tidak melaksanakan pekerjaan sebagaimana mestinya, ayahnya pasti akan melakukan penyiksaan yang jauh lebih menyakitkan dari itu.
___
Hari sudah semakin senja, Ketika Alan hendak menyapu pada ruang tengah, melihat adiknya sedang rebahan di kursi mainan game sembari memakan cemilan.
Bungkus cemilan yang dia makan sangat berserakan pada meja dan juga lantai. Membuat Alan menggelengkan kepala.
"Dik, kamu pindah dulu sebentar, kakak mau membereskan bagian sini, hari sudah sore nih." Pinta Alan.
Namun tidak di gubris oleh adiknya, karena dia sedang fokus mainan game.
Lantas Alan mengulangi kalimatnya. "Dik, kamu tidak mendengar ya? pindah dulu gih sebentar."
Yadi menoleh sejenak penuh sengit. "Aiihh, cerewet banget sih loe!" Lantas kembali fokus ke hapenya.
"Hem ... kamu mainan game terus bukannya belajar, sebentar lagi ada ujian semester loh?" Lanjut Alan.
"Mau belajar kek, mau enggak kek, urusan gua bukan urusan loe!. loe gak usah sok nasehatin gua deh, urus saja urusan loe sendiri, dasar anak sampah!" Ucap Yadi.
Alan selalu mendengar kalimat 'anak sampah' berulang-ulang kali dari semua anggota keluarganya dan selama ini ia tidak pernah menanyakan tentang hal tersebut samasekali. Akan tetapi, Alan merasa bukanlah boneka yang tidak memiliki hati, untuk kali ini akhirnya ia bertanya kepada Yadi.
"Kenapa selama ini kalian selalu memanggilku dengan sebutan anak sampah? begitu menjijikannya kah aku bagi kalian?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 186 Episodes
Comments
Beci Luna
ya. ...maaf apa penulisx juga pernah alami kekrassn seperti ini...sadis...lebih sadis kisah ini dr novel yg sy baca..kejahatan yg lain hy dr teman buka dr org dekat.walau mungkin ayah ibu tiri tp tdk terlalu sejahat ini.... alan sdh tau kejahatan org tua yg merawatmu masih juga pulang kerumah dg luka parah...kapan diungkap kejahatan merdka semua termasuk ayah yg pelihara Alan walau tidak terima kehadiranx...sabar..Alan..aku aja tdk tega baca kisahmu,sejahat itu manusia ciptaan Tuhan.thor..ubahlah alurx...boleh ada konflik tp tdk sejahat ini...rusak dunia pendidikan...bila anak muda baca novelmu.
2021-04-19
0
Terrie1234
hadeee kekerasan parah...haduuuuu nyebelin...
2021-04-08
0
Vie Congek_17
Ya allah thor sumpah aq gk kuat baca lagi😭😭😭 semoga di dunia nyata gk ada kyak begituan amiinnn 😢😢😢
2021-04-04
0