***
Beberapa hari sejak Sam mendatangi rumah Nada, ia kembali disibukkan dengan urusan bengkel. Bahkan di sela pekerjaannya, kadang mendapat mandat khusus dari Wahid untuk mengantarkan istrinya berbelanja kebutuhan pernikahan.
Sam berusaha menahan diri agar tak gegabah untuk kembali mendekati Nada. Namun, ia juga tak tinggal diam. Melalui Royan dan Akmal ia bahkan telah mendapatkan jadwal wisuda Nada yang di jadwalkan bersamaan dengan hari pernikahan Wulan, sepupunya.
Jangan lupakan keterkejutan Royan dan Akmal. Keduanya sampai terheran-heran karena tidak menyangka akan satu kampus dengan Nada, adik kelas mereka di SMA.
"Kenapa harus hari yang sama, sih." Sam mendengus frustasi.
"Udah bagus kamu dapat info ini. Nyatanya, kamu bimbang juga." Royan melempar kulit kacang pada Sam, namun Sam hanya bergeming menatap lurus ke depan.
"Jadi, Sam. Aku pikir kamu masih jodoh, loh, sama Nada. Kalau nggak jodoh, gimana bisa, di antara puluhan bengkel yang ada kenapa Nada nyasar ke bengkel kamu."
Sam meliris sekilas pada Akmal. Lalu menghela nafas berat. "Kalian tahu, sejak lulus aku nggak pernah pacaran lagi."
Hening sejenak. Royan dan Akmal diam, saling lirik lalu tertawa terbahak-bahak.
"Kamu percaya, Mal!" Royan bertanya di sela tawanya. Sedangkan Akmal hanya menggeleng dan masih tertawa bahkan masih memegangi perutnya. Ada bantal sofa yang menjadi pelampiasannya. Merasa lucu, si playboy yang bisa ganti pacar tiga kali dalam sebulan itu mendadak mager pacaran. Sangat tidak mungkin.
Sam hanya diam, dengan wajah sinis melihat Akmal dan Royan bergantian. "Kalian pikir, ini lucu!"
"Jelas lucu, lah, Sam. Kamu di Sam Ratulangi ngapain aja? Belajar beneran!" Akmal masih menjawab di sisa tawanya lalu segera berhenti kala wajah Sam tak berubah.
"Sorry menyori, deh. Image kamu di masa lalu masih membekas di sini." Royan menunjuk sisi pelipisnya," jadi jangan salahkan kita dong masih mikir kamu lagi ngeprank kita."
"Aku masih sayang dia, tapi sekarang ada Atar di sekitarnya. Kalian masih ingat Atar?"
Royan dan Akmal berubah serius kala mendengar nama yang sangat akrab di telinga mereka.
"Anak IPA, juara satu paralel itu, kan!"
Sam mengangguk. "Murid teladan sekolah kita. Beda sama aku yang sering terjaring razia di tempat PS, kan!"
"Atar pacaran sama Nada?" tanya Royan dan mendapat lirikan dari Sam.
Akmal jadi menyikut lengan Royan yang menerka sembarangan.
Sam menggeleng. "Nggak, tahu."
"Ayolah, Sam. Kamu melow begini, bikin aku nggak yakin kamu itu Sam sohib aku dulu."
"Yahh, image jelek di masa lalu memang nggak mudah hilang begitu saja, kan. Aku paham, Nada pun pasti mengira begitu." Sam melirik gulungan tembakau di depan Akmal, berniat mengambilnya. Tapi buru-buru ia urungkan. Hahhh?
"Aku carikan kontak Nada, ya! Kali aja aku ada kenalan anak prodi pendidikan."
"Iya, Sam. Akmal tuh, pernah jadi ketua BEM. Kali aja, dia ada kenalan."
"Bukannya cewek kamu anak ekonomi?" sahut Akmal pada Royan.
"Cuma gedungnya aja yang sebelahan. Belum tentu juga kenal," balas Royan.
"Udah-udah, kalian nggak perlu repot-repot." Sam mengambil cangkirnya dan menghabiskan hingga tinggal ampasnya.
"Nggak percaya aku. Kamu nyerah gitu aja, Sam!"
"Aku nggak nyerah. Memang tujuanku pulang buat halalin Nada." Sam berucap serius membuat Royan dan Akmal sontak bersorak.
"Wooooaahhh! Kamu yakin mau nikah muda Sam?"
"Diem dulu, jangan di sela!" Akmal menutup mulut Royan yang tidak sabaran.
Sam melirik keduanya yang ribut sendiri. Saat itu juga Sam menahan ceritanya karena ada Bu Susi mengantar sepiring ubi lumer di depannya.
"Wahh, maaf Bu jadi repot-repot." Royan basa-basi pada pekerja bersih-bersih di rumah Sam.
"Mboten repot, Mas. Ala kadarnya saja."
"Kita emang ngerepotin, Yan." Akmal menimpali.
"Dah, Monggo di lanjut lagi."
"Makasih ya, Bu," tukas Sam di ikuti Royan dan Akmal berucap yang sama pada Susi yang lekas berlalu kembali ke belakang.
"Jadi penasaran aku. Ceritain gimana Nada saat kamu ke rumahnya!" Akmal sudah mode serius kembali.
Cerita Sam selanjutnya mengalir tanpa ada yang ia tutupi begitu saja. Ia rasa harus membagi gundahnya pada kedua sahabatnya itu.
***
Besoknya, Sam mendatangi rumah Kusno untuk mengambil mobil dan mengantar Bulik Siti mengantar snack ke tempat Wahid. Snack yang akan di gunakan sebagai sajian pernikahan sepupunya.
"Reva Revi, kemana, Bulik?" tanya Sam pada Siti karena merasa dua keponakannya tidak ada di rumah. Padahal waktu sudah sore hari.
"Revi ada di kamar, lagi nugas katanya. Kalau Reva lagi keluar sama teman-temannya, kata Revi tadi sih." Siti masih sibuk menata tutup toples besar di depannya.
"Revi tadi bantuin bungkus kacang sebentar. Mungkin sekarang udah kelar nugas."
Sam sendiri berinisiatif untuk ke kamar keponakannya.
Pintu kamar yang sedikit terbuka itu membuat Sam tahu keponakannya ada di dalam. Memang benar sedang menghadap meja belajar dengan buku-buku dan polio ada di depannya.
"Mas boleh masuk?" tanya Sam setelah mengetuk pintu kamar dan Revi menoleh karenanya.
"Masuk aja, Mas. Sekalian bantuin tugas aku."
"Reva kemana?" Bukan menjawab, Sam justru menanyakan sepupunya yang lain.
"Pergi sama pacarnya, Mas. Sssst, jangan bilang sama ibu, ya!"
Penuturan Revi membuat perasaan Sam menjadi tak enak. "Kalian tuh kalau mau keluar ijin dulu sama orang tua. Bukan malah main belakang begini."
"Haiiiiss, Mas! Kerjasamanya, dong. Reva baru sekali ini kok pergi sama pacarnya."
"Justru karena itu, Revi. Kalian sekongkol buat bohongin orang tua. Itu malah bikin aku nggak bisa dukung kalian kali ini."
Revi berdiri dan mengatupkan kedua tangannya, memohon pada Sam yang berdiri melipat kedua tangan. "Mas, jangan keras-keras, ibu bisa marah."
Sam berdecak, lalu membuka room chat pada Reva dan mendial tombol panggil.
Berdering, namun tak di angkat. Hingga Sam mencobanya empat sampai lima kali masih tetap tak ada jawaban. Ia masih mondar-mandir sesekali berdecak.
"Aktif, tapi nggak di angkat."
"Mungkin di jalan, Mas." Revi mencoba memberi spekulasi agar Sam tak panik dan mengadukan pada ibunya.
"Aku mau antar ibu kamu ke rumah pakde. Belajar yang benar." Sam akhirnya memutus rasa kesalnya setelah mendengar suara Siti sudah memanggilnya.
"Ya, Mas. Hati-hati."
"Telpon Reva lagi, bila sepuluh menit dia nggak kasih kabar."
"Ya, Mas," jawab Revi melepas kepergian Sam ke ruang tengah.
Sampai di ruang tengah, Sam membantu Siti mengangkat empat toples besar untuk di bawa ke mobil. "Ini saja Bulik?" tanya Sam yang melihat Siti sudah mencangklong tas ke halaman.
"Iya, Sam. Snack yang lain, sudah di pesan ke temannya Bude," jawab Siti sambil membuka pintu mobil di ikuti Sam dari sisi kemudi.
Saat di perjalanan, Sam menyinggung Reva yang belum pulang dan Siti bisa memaklumi. Kata Siti, Reva ikut kegiatan OSIS dan kemungkinan pulang malam.
Hal itu membuat ingatan Sam kembali pada dirinya dulu. Ia di paksa menjadi ketua OSIS, dan setelah tahu alasannya kenapa ia jadi ketua OSIS, ia jadi menghela nafasnya. Guru di sekolah itu ibarat orang tua kedua. Apapun yang di sarankan oleh mereka hanya semata agar anak didiknya lebih baik.
Sampai di tempat Wahid, Sam berbaur dengan kerabat sang papa itu. Dari pihak Rusno–papa Sam, hanya Sam yang ada di Jawa. Sedangkan papa, mama dan kakaknya yang sudah berkeluarga ada di luar Jawa untuk bertugas.
Ya, Papa dan kakak laki-laki Sam bekerja sebagai TNI. Abdi negara yang harus siap di pindah tugaskan kemanapun. Sam tak ingin seperti mereka. Karena baginya keluarga jadi terabaikan. Bukan lagi menjadi prioritas.
Oleh karena itu, Sam tak ingin menjadi seperti kakak ataupun papanya. Ia yang dulu sering di tinggalkan dan dititpkan pada pakliknya menjadi merasa di kesampingkan.
...***...
jangan lupa tinggalkan jejak 🙏🙏🙏😃
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Widya Ekasari
betul,, itu,, aku setuju, Sam
2023-02-16
0
Tatananika_Sazenka
next
2023-02-07
0
Miss Ayyyu_ptr
ya yaaa-... nggak semua anak gitu kok sam.mereka tetap sayag anak😦
2023-01-06
1