*
Pagi ini, Nada di antar bapak ke sekolah. Bapak akan kerja di pabrik sedangkan Nada bersekolah. Karena tujuannya searah juga bertepatan bapak masuk shift pagi, sehingga Nada tak menunggu Via menjemputnya. Ia hanya kirimkan pesan saja pada temannya itu.
Ya, setiap pagi Via selalu menjemputnya. Hanya saja, jika saat ada kepentingan, Via tak menjemput Nada, atau karena suatu hal.
Sampai di gerbang sekolah, Nada mencium tangan bapak lalu melambaikan tangan mengiring kepergian bapak kembali melajukan motornya.
Senyum terukir di bibir mungil Nada. Saking senangnya ia mendapatkan uang saku lebih. Bapak memang pengertian, tau saja kebutuhan anak muda. Nada berjalan begitu riang. Hingga ...
"Ckiiiiiiittttt!"
Suara ban motor yang di rem mendadak membuat Nada terkejut. Jika ia selangkah lebih cepat bisa di pastikan roda depan motor ninja hijau milik seseorang telah menggesek kakinya.
Sam membuka visor helmnya cepat. "Kamu nggak apa-apa?" tanyanya membuat Nada terbelalak.
"Hati-hati, dong!" Nada berteriak mengikuti kekesalannya. Seminggu setelah ketahuan insiden darah merembes di rok, ia tak pernah bertemu dengan kakak kelasnya itu. Dan, pagi ini ia kembali bertemu pada peristiwa tak mengenakkan kembali.
Sam turun dari motornya dan menghampiri Nada dengan berdebar. Takut membuat lecet anak orang. Ia sedikit jongkok untuk melihat jika ada kaki Nada yang terluka.
"Oh, untung nggak luka," dengusnya lega seraya menegakkan tubuhnya.
"Untung, untung! Orang Jawa banget, sih. Saat kepalang apes juga masih bilang untung!"
Perkataan Nada membuat Sam terbahak-bahak. Sampai beberapa siswa siswi yang melintas di gerbang jadi saling berbisik. Entahlah, mereka membicarakan apa.
"Kamu tuh kalau marah kok makin cakep, sih." Sam sampai geleng-geleng melihat wajah ketus Nada.
Barisan gigi rapi yang masih tampak itu membuat Nada geram. "Ketemu kamu tuh, bikin hariku mendadak suram," kata Nada antara takut dan berani.
Sam mengakhiri tawanya. "Emmm, boleh juga." Sam menyisir rambut depannya dengan dua jari. "Tapi aku pastikan suatu hari nanti. Aku yang akan bikin harimu menyenangkan," lanjutnya tersenyum seraya memasukkan helm di lengan kirinya lalu menaiki motornya dan berlalu dengan senyum smirknya.
*
"Doorr!"
"Astagfirullah," ucap Nada seraya memegangi dadanya lalu menoleh perlahan. Ada Via cengengesan. Nada tentu memandang sinis pada Via, "iiiisshhh! Hobi banget sih, jahilin aku. Kaget, tau!"
"Iya, iya, maaf," ucap Via meringis seraya ikut duduk di samping Nada. Mereka duduk di bangku masing-masing dengan meja yang sama. Ia lalu mencolek dagu Nada yang cemberut kesal karenanya. Sudah biasa sih, Via suka ngagetin Nada.
"Udah, dong. Jangan cemberut! Ntar cantiknya ilang, loh," goda Via menyikut lengan Nada, yang kena sikut masih pura-pura kesal.
"Habis aku lihatin dari pintu masuk, kamu cengar-cengir nggak jelas, aku kan kepo!" Via mengungkapkan apa yang tertangkap di netranya.
Saat itu pula Nada teringat akan pertemuannya dengan Sam di parkiran tadi. Senyum menawan dari kakak kelasnya membuat sebuah rasa aneh yang dulu pernah ada menjadi muncul kembali. Antara kesal dan juga senang, membuat Nada jadi senyum-senyum tanpa sadar. Sampai kepergok Via, barulah ia kembali sadar ia sedang ada dimana. Nada kembali tersipu malu, namun segera ia mengendalikan raut wajahnya ketika Via mengernyit padanya.
"Aku curiga, kamu sedang jatuh cinta. Iya kan? Ngaku nggak? Sama siapa?" Pertanyaan beruntun dari Via membuat Nada salah tingkah, pura-pura ia berkaca pada ponselnya yang di sandarkan pada tasnya.
"Apasi, kamu nih. Datang-datang main tebak-tebakan aja," dengus Nada sambil melirik Via yang kepalang penasaran.
"Awas, ya. Sampai nggak mau cerita. Ku pecat jadi Besti, kamu!" Via memutar duduknya yang semula menatap Nada," udah seminggu di kelas satu SMA. Tiga tahun di SMP dan enam tahun di SD yang sama. Awas aja main rahasia-rahasiaan."
"Viiaaa. Nggak gitu," malu-malu Nada menutup mukanya.
Begitulah Nada, ia masih menyimpan rapat tentang bagaimana ia di buat bersemu sekaligus kesal pagi ini.
Sedangkan di sisi kelas yang berbeda hal yang sama di alami oleh Sam. Saat teman-temannya sibuk mabar sembari menunggu guru datang, ia lebih tertarik memainkan sebuah fitur di ponselnya. Rupanya ia sedang mencari kontak Nada melalui grup besar sekolah. Berkali-kali mencari dan sesekali memeriksa foto profil kontak yang ia rasa benar, berkali-kali juga ia kecewa karena tak juga ia temukan.
Yang benar saja, ada kurang lebih enam ratusan kontak yang ada di sana. Mana mungkin ia secepat itu menemukannya.
*
"Sam," panggil Bella seraya berlari kecil mendekati Sam yang sudah bersiap untuk pulang. "Aku nebeng yah. Papaku nggak bisa jemput soalnya," lanjutnya lesu.
Sam menoleh pada ketiga teman yang lain. "Gimana nih, gaess. Aku antar Bella pulang dulu, ya. Ntar aku nyusul deh," ucap Sam seraya melihat Royan, Akmal dan Dika.
Beruntung mereka semua mengangguk tanpa banyak protes.
"Ayo, naik, Bel!" Bella lantas naik membonceng di belakang Sam.
Saat itu juga, Ando melintas tanpa membuka visor helmnya. Ada satu cewek yang membonceng di motornya juga. Salsa.
Sam tersenyum masygul. Ia tak sedih putus dari Salsa, melainkan hubungan pertemanannya dengan Ando jadi renggang. Di kelaspun, Ando tak banyak bercanda seperti dulu. Di dalam lubuk hati Sam merasa bersalah, namun ia enggan meminta maaf. Buat apa, memang dia tak bersalah. Ia merasa benar, saat rasa suka dan perdulinya di manfaatkan, ia tak sanggup lagi, maka putus adalah keputusannya.
Semoga, Salsa bisa sayang ke kamu tanpa maksud tertentu Ndo.
"Ayo jalan, Sam! Malah bengong!" Suara Bella mengagetkan Sam. Bella ini teman Sam sejak SMP, tanpa Sam tahu ada perasaan lebih yang di simpan Bella untuknya.
"Udah numpang, ngatur lagi."
"Ikhlas nggak nih!"
"Ikhlaaaaaasss," dengus Sam seraya memutar tuas gas.
Seperti itu saat Bella dan Sam bertemu. selalu ada ribut kecil. Tapi itu membuat Sam menganggap hal biasa. Dulu, Bella selalu baik saat ia lupa tak mengerjakan PR. Meskipun Bella sedikit ngedumel tapi ia senang bisa membantu Sam. Meski pada saat saat tertentu Bella mendekatinya, namun ia sungguh terlihat tulus.
Di belakang sana ada Nada yang tersenyum kecut di balik maskernya. Kali ini dia yang memegang kendali motor sedangkan Via membonceng di belakang.
Kok aku kesel sih melihat Mas Sam boncengin mbak Bella! Nggak bener nih aku.
Tepukan tangan Via di bahu, membuat Nada memutar gas berbaur dengan pengendaraain di jalan. Nada berusaha kuat menepis rasa aneh yang kini mengganggunya kembali. Mengapa kembali? Karena dulu Nada pernah mengagumi Sam saat bertanding voli antar RT di lingkungan tempat tinggalnya. Dulu sekali.
"Nad, itu kan yang kapan hari ribut di depan kelas kita," tanya Via, saat Nada menyalip Sam dan Bella yang akan sign kiri. Nada hanya sedikit menengok Via lalu mengangkat bahu. Pura-pura tidak mengerti.
"Ih, kok nggak jawab, sih."
"Mau jawab apa? kamu bicarakan siapa aku juga nggak tahu."
"Aku tadi perhatikan ya, saat di gerbang," sarkas Via.
"Nah itu tau," balas nada sekenanya sambil menambah kecepatan.
"Anjay, udah berani kenceng sekarang."
"Maksudnya?? Kemarin-kemarin, aku lelet, gituu!'
"Nggak juga! Besok-besok pokoknya kamu yang di depan ya, Na! Stop! No debat!" Via mengangkat jari di bibir saat Nada menoleh padanya. Hendak menyangkal. Nada sendiri tak menjawab dan lebih fokus di jalan. Maklum dia yang nebeng, jadi harus bawa kendaraan orang dengan hati-hati.
Usai Nada turun dan melambai pada Via, ia berjalan lesu membuka pagar setinggi satu meter itu. Sudah ada keponakannya yang menunggu di depan rumah. Ia tersenyum menyambut keponakannya, Kalis.
"Mbak Nada bawa coklat pesananku?" tanya Kalis antusias.
Nada menggigit bibir bawahnya. "Aduh lupa, Lis."
"Yyyahh," keluh Kalis lesu. Mulutnya di tekuk hingga terlihat lucu membuat Nada tertawa.
Nada memutar ide, ia memang lupa pesanan keponakannya. "Ayo buat donat aja," ajak Nada dan senyum antusias kembali di perolehnya.
Wajah yang tadi bak bergelung mendung kini cerah kembali. "Oke. Let's go!" Ucap Kalis dengan riang membuat Nada gemas mencubit ujung hidungnya.
."Di tinggal ibuk lagi?" tanya Nada tanpa melihat pada Kalis yang mengekorinya meletakkan tas lantas melepas sepatu. Ibunya Kalis sering menitipkannya pada ibunya. Maklum kerja serabutan di catering.
"Iya, ibu lagi antar pesanan."
"Wah, dapat jajan dong nanti," pancing Nada sembari melepas serangam. "Tolong tutup pintunya yang rapet, Lis!"
Tanpa drama lagi, Kalis berjalan lalu menutup pintu.
"Bude juga kerja. Mbak Nada di suruh cepat makan kata bude tadi."
Oh, ibu .Tapi pergi kemana yah, kok nggak nunggu aku. Kasian jika jalan kaki.
Kapan,ya. Bapak bisa belikan aku motor baru. Nada terdiam sejenak.
"Kalis, kamu udah makan?" tanya Nada yang kini sudah memakai baju rumahan.
"Udah tadi di suapin bude," jawab Kalis seraya menggulir layar ponsel Nada. Sudah Nada tebak, pasti sedang main buble shooter.
"Idihhh, udah gede disuapin," jawab Kalis.
"Udah besar, ya! Udah kelas dua aku nih," protes Kalis sedang Nada menjulurkan lidahnya.
"Kalis jelek, makan di suapin," ucap Nada meledek. Lalu aksi kejar-kejaran tak terelakkan. Memang menjahili keponakannya adalah hiburan tersendiri bagi Nada tentu sejenak melupakan masalahnya sendiri.
*
...maaf, baru up🙏...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
miss©©©lee
ohh, keahilan buat donat udah sejak Buna SMA
2023-01-12
1