Akhirnya malam itu Sam batalkan janji temu dengan Akmal dan Royan. Ia katakan ada pekerjaaan mendadak yang harus ia selesaikan di bengkel.
Bahkan, saat Royan ingin menawarkan diri menemaninya, Sam katakan dengan tenang bahwa ia benar-benar ingin cepat selesai, agar dengan segera ia dapat menyusulnya.
Tidak, itu hanya alasan Sam saja. Ia ingin menelusuri bagaimana pergerakan cewek berjilbab segi empat hingga kehilangan dompetnya.
Berkali-kali sam mengulang rekaman cctv agar lebih detail. Sesekali ia harus mengubah mode zoom agar terlihat jelas. Makin di amati, Sam yakin cewek berjilbab itu adalah orang yang sedari ia menginjak kaki di Jawa adalah tujuannya.
Kamulah tujuanku kali ini. Tak akan ku biarkan kamu pergi membawa luka itu lagi. Akan ku buat kehadiranku ini menjadi pereda semua rasa sakit dan sesalmu.
Sam makin bersemangat sungguh-sungguh menajamkan matanya. Pergerakan sekecil apapun akan ia amati.
Sampai empat puluh menit kemudian, kesalahannya terjawab sudah. Dompet itu rupanya di letakkan oleh satu pekerjanya yang sudah lebih dulu pulang.
Melalui pergerakan pekerja itu telah jelas sekali barang itu diletakkan di etalase. Dapat Sam lihat ia berbincang degan pekerja perempuan yang bertugas sebagai kasir.
Dengan cepat, Sam menghubungi kontaknya dan menanyakan perihal dompet. Ia lantas menurunkan bahunya lega mendengar penuturan karyawannya itu.
Dengan ponsel masih menempel di telinga, Sam mencari-cari barang yang di maksud.
Ketemu.
Sam memutus sambungan telepon dan memegangi dompet berwarna marun itu dengan dada bergemuruh. Apalagi saat membuka isinya dan menemukan identitas pemiliknya.
Nada Gantari. Adalah pemilik benda persegi panjang itu.
Sam pandangi lama identitas itu sudah berganti alamat dari yang dulu. Bisa ia lihat tahun pembuatan identitas tersebut.
‘Kamu pergi ke desa ini rupanya? Sampai aku tak tahu. Bodohnya aku tak sampai berfikir kesana dan justru memilih pergi. Maafkan aku Nada,’
Dari kartu identitas itu, Sam beralih pada kartu mahasiswi di salah satu kampus di kota itu.
Sam tertawa pelan lalu memukul keningnya pelan. Bodohnya aku, sampai melupakan kampus impianmu dulu. Parahnya, Nada kini adik tingkat dengan dua sahabatnya. Dan lebih tak masuk akal lagi, karena mereka tak mengenalinya.
Sam sudah seperti petugas yang mengabsen seisi barang berharga seseorang. Biarlah ia di katakan lancang. Namun, sungguh ia hanya ingin memastikan sesuatu.
***
Sam tak pulang. Dan malam itu ia tak juga menemui Royan dan Akmal. Malam itu ia habiskan untuk memandangi wajah cantik yang berada dalam frame kartu mahasiswi di sana.
Hingga pagi ini, Sam terbangun dengan masih memeluk dompet berwarna marun itu. Ia tidur meringkuk di sofa semalaman.
Sakit di badan sudah tak ia hiraukan lagi. Hari ini juga ia akan ke rumah Nada sesuai alamat dalam kartu tanda penduduk tersebut.
Mandi secepat kilat dan mengganti baju seadanya. Sam menunggu pesanan sarapannya datang, yang sudah ia pesan melalui aplikasi tadi.
Berbalas pesan dengan Reva dan memintanya untuk mengantarkan motor maticnya. Walaupun mobil yang di pakai paklik Kusno adalah mobil papanya, ia segan untuk meminjamnya. Lebih nyaman menggunakan barang milik sendiri. Mobil pakde Wahid pun masih ada di tempatnya. Namun, ia sadar mobil ini akan terpakai nantinya mengingat hari ini hari minggu. Pasti akan lebih di perlukan untuk mengurus pernak pernik pernikahan sepupunya yang tinggal menghitung hari.
Tidak memakan waktu lama. Dua kembar bersaudara, Reva dan Revi datang dengan motor masing-masing setelah Sam menghabiskan sarapannya.
"Maaf ngerepotin ya, Neng,"’ goda Sam pada dua keponakannya itu.
"Ini nggak gratis ya, Mas. Kasih cepek dulu lah, buat kita jajan di cfd.’''
"Ini nodong apa ngerampok?” canda Sam pada kedua sepupunya yang di tanggapi candaan pula oleh Reva maupun Revi.
Sam memberikan satu lembar uang pada Reva. “Nih, jangan siang-siang pulangnya. Bantu-bantu Pakde sama Bude sana!"
“Mas sendiri tumben udah rapi. Mau kemana? Jangan bilang mau kencan, ya!" Revi meledek Sam yang sudah tersenyum sinis.
“Kamu lupa, Rev. Mas Sam, kan jones sekarang." Tawa renyah Reva mengisi bengkel yang tutup di hari minggu itu.
"Ngeledek trooss! Awas aja ya, nanti aku bilangin bapak kamu biar nggak di bolehin pacaran." Sam mengancam keduanya, tentu hanya candaan pula.
Acara saling sindir dan candaan masih berlangsung hingga lima menit kemudian mereka meninggalkan bengkel dan kedua bersaudara itu tak mendapat jawaban akan kemana tujuan Sam.
Sampailah Sam pada sebuah desa. Menurut peta yang sudah ia cari di google maps semalam, ia telah menemukan lokasi kecamatan yang tertera. Setelah tadi sempat hampir nyasar sampai perbatasan Jogja. Banyak bertanya pada orang hingga dia kali. Akhirnya Sam masih tak menemukan alamat tujuannya.
Saat bertanya pada warga yang kebetulan melintas. Rupanya Sam telah melewati desa tujuannya. Ia harus memutar haluan tiga kilometer lagi agar sampai sesuai alamat Nada.
Sampai di depan rumah sederhana dengan halaman yang luas, sesuai keadaan khas pedesaan. Ada pagar yang terbuat dari semen sepanjang halaman yang benar- benar berfungsi sebagai pagar pembatas antara jalan dan halaman saja tanpa pintu pagar. Meskipun catnya sudah memudar tapi tak mengurangi keasrian rumah itu. Halaman yang teduh karena ada beberapa pohon mangga di pinggir halaman, membuat kesan nyaman berada di desa ini.
Saat melihat sekitar Sam jadi tahu, rupanya sebagian dari rumah tetangga juga demikian. Pagar tanpa pintu itu, ada gapura di sisi kanan dan kiri dengan jalan masuk selebar dua meter sebagai jalan masuk ke halaman.
Rumah yang nyaman, gumam Sam. Ia mengangguk saat ada warga yang melintas sebagai sopan santun.
“Mau antar paket ya, Mas? Cari alamat siapa?’ tanya lelaki paruh baya pada Sam. Bahkan, lelaki itu rela berhenti dan mematikan mesin motornya.
Sedangkan Sam mengangguk kaku. Is'nt good idea. Ide yang baik, bahkan Sam tadi sempat kebingungan akan berkunjung dalam hal apa. Ia harus berterima kasih pada lelaki itu karena tanpa sengaja ia jadi mempunyai alasan untuk masuk ke rumah Nada.
Tak apa bapak ini mengira aku kang paket.
“Mau cari alamat atas nama Nada Gantari, Pak." Sam akhirnya mengikuti alur pemikiran pria paruh baya tadi. Bukan sepenuhnya salah, kan? Memang kedatangan Sam di sana untuk mengantar dompet Nada.
“Oh, alamat Buna.'’ Lelaki tadi mengangguk, “sudah tepat, Mas. Itu rumahnya." Lelaki tadi menunjuk ruah Nada yang sudah Sam ketahui. Dan semakin yakin tak salah alamat lagi karena sudah di perkuat oleh tetangga Nada.
Tapi tunggu. Mengapa nama Nada jadi berubah? Apa jangan-jangan ia memang salah alamat?
“Maaf pak. Tadi bapak sebut rumah Buna? Apa Buna dan Nada Gantari ini dua orang berbeda?” tanya Sam meyakinkan lagi, takut salah.
Si bapak tadi tersenyum. “Itu karena anak satu sekolah sering menyebut Mbak Nada sebagai Buna, Bu Nada," jelas lelaki tadi.
“Bu Nada?'’ ulang Sam mulai berdebar. Apa Nada sudah bersuami tanpa aku tau. Tapi dalam kartu identitasnya, tertera masih single. Tidak mungkin. Sam berusaha menepis pikiran buruknya.
“Jadi Bu Nada itu guru SD di ujung sana Mas. Oleh karena itu, anak-anak atau muridnya menyebutnya Buna."
Sam mengangguk lega sambil memahami perkataan bapak tadi. Tak lupa senyum tipis terus menyertainya.
Kau benar-benar telah hidup dengan baik, Nada. Kau bahkan telah membuktikan pada dunia jika apa yang kita cita-citakan akan tercapai, asal dengan tekad yang kuat.
"Ya sudah, Mas, silakan. Malah saya ajak ngobrol di sini. Nanti ganggu kerja mas nggak kelar-kelar, saya duluan mas." Pamit bapak itu sambil melanjutkan perjalannya.
Kini jantung Sam berdetak berkali-kali lipat. Ia ingin mengucap salam tapi lidahnya begitu kelu. Melihat pintu utama terbuka lebar membuat Sam mengembuskan nafasnya kasar. Berusaha mengurai ketegangan yang menjerat. Apalagi, samar-samar Sam mendengar suara yang ia rindukan tengah berbicara bersahutan dari dalam.
Baru saja mulut hendak mengucapkan salam, seorang gadis dengan pasmina hitam membalut kepala keluar sambil menuntun sepeda motornya.
“Cari siapa, Mas?" tanya Nada pada Sam yang masih mengenakan helm.
Memang dasar, jaket hitam dan tas punggung ini menjadikan Sam benar-benar seperti kang paket.
Nada pun masih meneliti tamu di depannya, d lihat dari penampilannya seperti kang paket yang biasanya mengantar paket. Tapi ia merasa sedang tak memesan apapun.
Sam salah tingkah dan mau tak mau, siap tak siap, memang ia harus membuka penutup kepalanya.
Bisa Sam lihat Nada sampai mundur beberapa langkah. Sudah Sam duga pasti Nada tengah terkejut.
“A-pa kabar, Nada?”
Mas Sam
Bukan menjawab, Nada masih diam terpaku. Apa ini mimpi. Seperti itu yang ada dalam pikiran Nada. Ia bahkan ingin berkedip tapi justru takut saat ia membuka mata, sosok itu akan lenyap. Nada yang memiliki nama akrab di mata anak didiknya Buna itu kini hanya bisa menutup mulutnya yang sedikit menganga dengan kedua tangannya.
Di saat yang bersamaan, ada seorang pengendara motor tiba di halaman rumah Nada membuat atensi Nada dan Sam yang masih belum habis memangkas keterkejutannya, kini melihat ke arah siapa yang datang.
Sam mengenali siapa tamu lain yang perlahan melangkah ke teras. Tempat Nada dan Sam berdiri.
Atar
Sam
...***...
...up malam, nih, semoga berkenan 🙏...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
miss©©©lee
nganterin motor doang dapat cepek😃😃😃
2022-12-26
1
miss©©©lee
Nada Gantari😃
2022-12-26
1
Miss Ayyyu_ptr
Atar siapa??
2022-12-25
0