***
Memikirkan Nada tiada habisnya. ia tak punya keberanian untuk mendekati Nada kembali sejak raut tak mengenakan membayangi diri Sam.
Beruntung, ada Aksel sebagai teman ribut saat di rumah.
Beberapa hari sejak pernikahan Wulan, Sam kembali sibuk di bengkelnya.
Rusno, Tantri dan si imut Aksel sudah bertolak kembali ke Manado, Sulawesi. Baru kemarin Sam mengantarkan orang tua dan keponakannya itu ke Jogja lantas berangkat dengan pesawat dari sana.
Awalnya, Sam yang sedikit kerepotan karena Aksel sudah lengket dengannya, kini merasa ada yang kurang. Tanpa sadar dalam seminggu ini, si kecil yang mirip dengannya itu telah menghiburnya. Jangan tanyakan respon Alif saat menerima video call dari Rusno, kakak kandung Sam itu tak percaya bila Sam dapat menaklukkan anaknya yang super aktif itu.
"Kangen sama tukang rusuh itu," gumam Sam.
Saat sudah jauh begini, baru terasa rumah jadi sepi. Tinggallah Sam seorang diri.
Maka dari itu, Sam lebih betah di bengkel daripada di rumah.
"Pak Sam, saya sudah kirim salinan faktur PO untuk besok pagi. Saya kirim ke email njenegan (anda), nggih (ya). Silakan di cek dulu!"
Suara Pipin, pekerja admin bengkel mengagetkan Sam yang sedang melamun.
Entah sedang melamunkan apa. Dengan membenahi posisi duduknya, Sam kembali pada layar lipat di hadapannya. "Saya cek dulu, Pin," sahut Sam pelan.
Lama berkutat dengan pekerjaannya, getar di saku celananya membuat Sam mengangkat sambungan telepon.
"Kapan?" tanya Sam pada orang di seberang sana.
"Baiklah. Bisa kok, bisa. Jadi pilih yang kemarin aku tawarkan?"
"Iya, siap. Kebetulan saya sedang free saja. Tak begitu sibuk."
Sam lekas meraih kontak mobilnya. Mobil papa, tepatnya. Ia harus segera ke Kartasura untuk membantu temannya. Untuk pengajuan promosi produknya di suatu mall.
Tak menyangka jika Rudi, teman kampus di Manado dulu punya bisnis di sini. "Keren banget sih, punya jaringan bisnis seluruh Indonesia."
"Mau kemana, Mas?" tanya Agus yang hendak ke ruangan Sam. Melihat Sam sudah rapi dan mencangklong tas hitam sudah pasti Agus mengira Sam hendak pergi.
"Cari jodoh, Gus!" Sam tertawa pelan melihat Agus melongo. Tentu Agus tak akan mengira dirinya akan menjawab se-absurd itu.
"Dah, Mas. Gaskeun aja, biar nggak kesepian kalau di rumah."
"Cariin, Gus!" Sam berjalan santai sambil memainkan kunci mobil di tangan.
"Ngeledek apa gimana, nih. Aku aja cari keliling sawah trus naik gunung nggak nemu juga!"
"Mau cari jodoh apa rumput, kamu!" Sam jadi makin terkekeh begitupun juga Agus dan pekerja yang lain. Ia masuk mobil dan membuka kacanya. "Keluar dulu, ya, Gus! Nitip bengkel lagi."
"Ya, Mas!"
Semakin akrab saja Sam pada semua karyawannya. Memang membangun kedekatan dan kenyamanan sangatlah penting saat bekerja. Jika tidak, bekerja akan jenuh dan membosankan.
Sampai di tempat tujuan Sam segera menemui temannya di ruangan khusus. Rupanya ia sudah di tunggu oleh empat orang dari dua pihak. Berdiskusi cukup lama hingga menghasilkan kata sepakat. Sam sebagai penghubung antara teman dan rekan pakde Wahid sebagai pemilik Mall agar menyewakan lantai utama mall sebagai tempat promosi produk mobilnya kini telah selesai tanda tangan kontrak.
"Terimakasih Sam atas bantuannya. Tak heran aku hubungi kamu di sini. Tanpa berbelit-belit, pihak kedua langsung menyetujuinya."
"Jangan di berlebihan. Dalam berbisnis, jika mereka sudah pasti mendapatkan untung, pasti akan mudah mencapai kata deal."
Sam memang tak suka di puji berlebihan. Akan terasa aneh bila pujian terlalu banyak di berikan padanya. Ia dulu bahkan lebih akrab mendapatkan cibiran juga komentar pedas nan menusuk, itu lebih mengena di hati daripada mendapatkan sanjungan yang membuat lupa diri.
Selanjutnya kehadiran wanita cantik memakai celana jeans, high heels tujuh centimeter dan tunik bunga-bunga menghampiri Sam dan Rudi.
"Sudah, Pa?" tanya wanita itu pada Rudi, membuat Sam menunduk sambil sedikit tersenyum.
"Eh, kamu. Sam, kan? Sambara?" tanya wanita itu antusias.
Sam sedikit tersenyum lalu mengangguk pelan membuat Rudi berbinar dan tertawa tanpa suara.
"Iya, Ma. Kok kamu kenal Sam? Kalian sudah saling kenal rupanya?" tanya Rudi membuat Sam mengangguk. Sedangkan Sam sendiri masih menyimpan rasa penasarannya.
"Sam, dia ini istri aku." Rudi dengan bangga memperkenalkan wanita itu sebagai istrinya.
Sam ber-oh saja menanggapinya.
"Aku penasaran Ma, kalian teman sekolah?" tanya Rudi pada istrinya.
Melihat istri Rudi yang masih berfikir dan terlihat bingung, dengan cepat Sam menyahut. "Kalau tidak salah, dia teman SMA dulu Rud."
Tidak mungkin kan, istrimu itu bilang dulu mantan pacarku. Pacar dua minggu. Batin Sam menahan tawanya. Dasar aku, bisa-bisanya mainin anak orang.
*
Siang ini Nada tak sempat mengajar. Ia hanya meninggalkan tugas pada siswa kelas empat. Walau ia merasa tak tega pada mereka yang terlihat tak rela melepasnya. Ia tetap pergi juga. Padahal sudah ada guru ganti yang mengawasi kelas. Namun, Nada merasa tak enak hati pada mereka.
"Duh, semoga nggak antri aja," gumamnya sambil memutar gas motor maticnya. Ia membawa printer sekolah yang ngadat saat deadline.
Sampai di tempat service, Nada segera memberikan printer yang harus di benahi pekerja.
"Kalau kertas keluar tuh, jadi ya blur, Mas. Udah di ganti juga padahal, tapi nggak tahu. Masih aja tetep gitu," terang Nada pada pekerja lelaki berseragam SMK. Melalui lokasi pada bet, rupanya anak itu sedang PKL (praktek kerja lapangan).
Sementara printer sedang di periksa kerusakannya. Nada bertukar pesan pada pemilik jasa service. Kebetulan pemiliknya adalah tetangga sendiri.
"Mbak, harus nunggu nanti sore jadinya. Gimana?"
Nada berdiri dari kursi dan memeriksa ponselnya kembali melihat balasan dari pemilik jasa servis ini. "Iya, Mas. Saya sudah WhatsApp Mas Thariq, biar nanti dia bawa pulang."
Setelah sepakat, Nada pun kembali pulang. Tak lupa ia membeli bahan-bahan kue untuk membuat dagangan. Ia ingat anak didik di kelasnya sudah riques bomboloni untuk besok pagi.
Nada juga tak berhenti sampai di situ, ia ambil pesanan tas pada temannya. Ya maklum saja, gaji wb di sekolah tak seberapa. Jadi ia harus pandai-pandai dalam mencari uang tambahan. Harga skincare pun pasti mahal, jadi ia harus memutar otak agar tetap punya penghasilan lain.
"Buna, bulan ini omsetnya bagus loh, tingkatkan lagi yah promosinya. Lumayan akhir tahun dapat reward nanti."
Ucapan wanita berjilbab syar'i itu membuat Nada lebih bersemangat lagi.
"Iya, Mbak. Story' WhatsApp aku isinya cuma dagangan terus, jarang-jarang aku pasang foto sendiri." Nada tertawa, "sampai ada teman bilang gini, Gedeg aku lihat story' kamu, isinya dagangan semua."
"Anggap mereka sebagai spirit buat terus berusaha."
"Iya sih, Mbak. Hp juga butuh kuota kan, jadi gunakan kuota agar menghasilkan juga," ujar Nada.
"Nah, betul tuh. Bijak banget. Daripada medsos cuma buat ajang curcol, kan. Mending di pakai buat bisnis."
Nada mengangguk sambil membantu memasukkan dua pieces tas limited edition yang masih ragu untuk ia ambil. Buat stok.
"Gimana, jadi ambil yang itu?" tanya wanita bernama Nur pada Nada.
Nada masih ragu, terlihat berfikir. Masing memperhitungkan uang bensin atau kebutuhan pribadi yang lain jika terpakai. "Boleh, deh, Mbak. Aku ambil," putusnya.
Nur membaca keraguan di diri Nada. "Percayalah. The power of stok. Kamu akan punya power buat getol promosi trus. Dan dengan promosi, maka peluang untuk closing juga lebih besar."
Nada mengangguk seiring senyum terbit di bibir yang semakin memucat.
"Na, kamu sakit?" tanya Nur sambil memegangi bahu Nada.
Nada sendiri menggeleng, ia rasakan hanya sedikit pusing yang tanpa ia sadari dirinya tengah pucat. Apa aku lupa lagi, siang ini belum makan? Aduh jangan-jangan gerd aku kambuh. Ia rasakan juga mual di perut.
Sementara Nur sudah pergi ke dalam. Nada mencari-cari obat yang biasa ia taruh di dalam tasnya.
"Nih, minum air putih hangat dulu. Semoga segera membaik."
Nur mengulurkan air putih hangat pada Nada agar segera meminumnya.
"Makasih, Mbak. Sakitnya sampai di ulu hati." Tangan Nada mengelus pelan tepat di atas perut agar sedikit mereda rasa sakitnya.
"Jangan kebanyakan pikiran, kamu. Punya gerd itu musti hati-hati. Karena sejatinya semua rasa sakit itu berasal dari pikiran kita."
" Kamu lagi mikir berat?" tebak Nur.
Saran dan tebakan Nur memang cukup tepat. Nada tengah bimbang manakala ia memikirkan ajakan Atar untuk melangkah ke jenjang serius. Memang mereka tak sedang menjalin suatu hubungan seperti pacar. Namun, Atar justru tak ingin pacaran tapi langsung menikah saja.
"Karena kamu sudah lulus kuliah. Jangan menolak aku lagi, Nada. Aku ingin bawa kamu langsung pada hubungan yang lebih serius. Aku tak mau pacaran. Bagiku cukup mengenalmu sejak beberapa tahun ini. Itu sudah membuatku cukup yakin."
Itulah kata-kata yang membuat Nada selalu kepikiran. Bila ingat kata Atar saat bertemu di koridor sekolahnya kemarin.
.
...***...
...Jangan lupa tinggalkan jejak, ya, mam teman 🙏...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Widya Ekasari
nahh kan,,, Atar
2023-03-25
0
miss©©©lee
part, aman, next
2023-01-09
1
Miss Ayyyu_ptr
iyain aja Nad😀
2023-01-06
0