...***...
"Selamat pagi, Buna," sapa beberapa anak berseragam putih merah dengan kompak.
"Pagi," jawab wanita yang di panggil Buna ramah. Ia tak lekas berhenti karena memang tujuannya adalah kantor guru.
Beberapa anak tadi tersenyum riang bahkan sedikit berjingkrak karena sudah balas disapa oleh guru idola mereka.
Beberapa anak tampak bergerombol di pinggir taman ada juga yang sedang duduk sambil menikmati jajanan di depan kelas sambil bersenda gurau.
Wanita yang sering di panggil Buna oleh murid-murid adalah guru yang baru mengajar enam bulan di sekolah dasar. Ya, sebutan wb yang sering kali akrab di telinga masyarakat adalah guru yang tidak memiliki gaji tetap dari negara. Itulah profesi mulia yang sesungguhnya, bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Tapi bila tanpa adanya jasa, bagaimana mereka yang sedang mengabdi dapat membiayai kehidupan mereka? Ya tentu saja dengan mencari pekerjaan sampingan, bukan!
Selain mengajar, Buna juga mengisi kantin sekolah dengan beberapa jajanan buatan tangan sendiri. Dengan membuat donat, pukis, martabak mini, atau bakmi yang di bungkus daun pisang.
Ya. Tinggal di suatu desa bernama Sambi membuat Buna mudah mendapatkan daun pisang agar lebih aestetik saat di kemas. Pun sangat terjangkau sekali harganya. Bila di samping rumah nenek sedang tak ada daun pisang yang bisa di gunakan. Ia baru akan memakai kertas minyak sebagai pembungkus bakmi, kesukaan anak-anak.
Sampai di ruang kantor, Buna mendapatkan tugas dari kepala sekolah untuk mengerjakan beberapa administrasi pelaporan operasional.
Ia tak mampu menolak karena memang tugas seperti inilah yang dapat mendatangkan cuan.
Yuni, guru agama memberi kode ok pada tangan kirinya. Seolah menyemangati Buna. Sedangkan di tangan kanannya untuk menutup bibirnya yang tersenyum. Terlihat dari lengkungan matanya karena bibir hingga hidungnya tertutup masker duckbill. Selamat mengerjakan, begitulah yang ingin di sampaikan Yuni.
Buna mengangguk dan berujar iya dengan terpaksa, barulah Pak kepsek berlalu dari ruang guru.
"Bu Yuni, mah, ngeledek." Buna duduk di samping Yuni dan menyenderkan kepala yang tertutup jilbab segi empat warna dark yellow. "Mana barengan sama tugas kuliah, loh, Bu," rengeknya kemudian.
Yuni malah terkikik karena tugas yang biasa dia kerjakan kini dapat berpindah tangan darinya. Bukan lepas dari tanggung jawab melainkan karena begitu rumitnya pengerjaan pelaporan itu. Ia sudah cukupkan sampai di sini. Karena memang maksudnya agar pendidik juniornya juga dapat belajar.
"Inget... Cuannya lumayan nanti dari pak Kepsek." Yuni mencoba membangkitkan semangat Buna. "Lumayan, kan, buat uang jajan," lanjutnya seraya melepas masker.
"Beneran, Bu?" tanya Buna seraya mengangkat kepalanya yang tadinya nyender manja di bahu Yuni.
"Beneran," jawabnya berbisik karena pak kepsek baru saja masuk dan mengambil map hijau di meja depannya. Oh, itu tadi ketinggalaan.
Buna dan Yuni cengar-cengir saat pak kepsek menoleh dan mengangkat alis. Lalu ia buru-buru keluar karena memang sedang ada tamu di ruangannya sendiri.
Beberapa waktu kemudian, jam mengajar kembali berlangsung. Selesai menerangkan materi Buna kembali ke meja guru dan mulai mempelajari beberapa laporan operasional pada tahap sebelumnya.
Saat kelas sedikit riuh karena beberapa siswa mengeluh kurang jelas Buna terpaksa menerangkan kembali hingga anak-anak mulai paham.
Kali ini, Buna tak kembali ke mejanya. Ia akan berkeliling sambil memeriksa latihan soal yang ia berikan.
Sesekali Buna tersenyum kala anak-anak mulai resah untuk bertanya jawaban temannya. Ia bukannya melarang karena ia mencoba sedikit mentolerir anak didiknya. Asalkan bukan ulangan saja. Dulu ia juga pernah merasakannya, kan. Ah, sudahlah.
Waktu bergulir hingga waktu pulang sekolah. Buna melepas anak-anak dengan mengulurkan tangannya karena lima belas anak yang sedang di ampunya sudah ia biasakan untuk bersikap demikian.
Saat kelas kembali sepi Buna membereskan meja dan keluar kelas. Berjalan sepanjang koridor menuju ruang guru.
Koridor yang ia lewati sebenarnya tidak begitu jauh. Hanya saja saat berjalan di koridor seperti ini ia seperti terbang pada dimensi saat ia bersenda gurau dengan Via. Sahabatnya yang sudah menikah dan hidup di kota besar.
Lamunan Buna terhenti saat ponsel dalam saku seragamnya bergetar. Ia duduk di depan kelas empat dan menyempatkan membalas pesan di sana. Suasana sekolah yang sudah sepi membuat ia asyik bermain ponsel hingga tak sadar menekan notifikasi Instagram.
Sebuah postingan dari sebuah akun tertanda dengan profil yang sangat ia kenal. Matanya memanas dadanya bergemuruh hebat hingga tak sadar sudut matanya kini telah mengeluarkan lelehan air, yang di sebut air mata.
Rupanya kamu sudah kembali.
Buna tersenyum kecut dan segera menghapus air matanya dan meredakan sebongkah batu besar yang menghimpitnya beberapa tahun terakhir.
"Buna, ayok ikut nggak?" teriak Yuni. Ia datang menghampiri Buna dengan mencangklong backpack. "Di traktir Bubelle, tuh. Hari ini kan dia ulang tahun," jelas Yuni tersenyum dan menyimpan masker di saku.
"Iyakah?" tanya Buna lebih pada terkejut karena ia telah lupa tanggal ulang tahun temannya. Sedangkan Yuni tertawa karena sudah dapat menebak kepanikan yang terlihat jelas di mata Buna.
"Yassalaaammm, Bu Yuun. Bakal di bejek bejek, nanti aku," ringisnya seraya mengajak Yuni melangkah ke kantor untuk mengambil tasnya.
Sampai di kantor Buna mendapat kejutan lagi, berupa laptop sekolah agar ia pakai saat pengerjaan pelaporan nanti.
"Aku ada laptop, tapi gak sebagus ini, Bu," tolaknya.
"Ahh, nggak apa-apa. Terima aja, itu laptop sekolah yang udah lama di rental dan baru di ambil sama Pak Supri tadi." Yuni menyebut nama pegawai kebun disana.
"Jangan-jangan, nambah tugas lagi nanti," ucapnya mulai curiga.
"Anak bontot, curiga mlulu, sih. Udah ayok berangkat." Yuni malah ikut membantu merapikan bawaan Buna, membuat Buna semakin segan untuk menolak. Tapi lumayan, sih, pikirnya. Batinnya tertawa.
Yuni juga katakan tinggal mereka berdua yang belum datang ke undangan Bubelle. Keduanya lantas segera menyusul ke tempat acaranya Bella.
***
Sebuah rumah makan sederhana tapi cukup bagus jika di lihat dari lokasi di daerah desa kecamatan menjadi tempat berkumpulnya Buna, Yuni dan teman-teman yang lain.
Jangan tanyakan Bubelle yang pakai acara merajuk karena Buna lupa mengucapkan ucapan selamat ulang tahun.
"Ku pecat jadi besti yang kamu, si bontot berani lupain ultah katingnya," ujar Bella dan di timpali tawa renyah dari delapan orang yang hadir disana.
"Ya elah, kating yang tantik kinclong Bubelle idola anak-anak satu esdeh. Maafin dinda yang kelupaan ini. Huhuhhuu," sahut Buna ikut mempraktekkan gerakan mengucek mata, ikut masuk dalam drama receh Bella.
Memang ada-ada saja teman-teman mereka yang memanggil sebutan Bubelle untuk Bella. Semacam sebutan akrab.
Keriwehan Bella dan Buna merupakan hiburan tersendiri saat berkumpul di luar sekolah seperti saat ini. Sedikit menepikan berbagai tugas administrasi wajib yang harus di laksanakan di sekolah.
***
Seminggu setelah kedatangan Sam di Solo, kali ini ia sudah siap di rumah Wahid di sekitar Solo baru untuk memutuskan kesepakatan yang beberapa hari ini sudah ia bahas. Baik melalui telepon maupun dari bertemu langsung.
"Baiklah, Sam. Karena papamu sudah setuju dan kamu pun punya kemampuan. Pakde percaya saja sama kamu. Daripada kamu mau usaha apa itu sama teman kamu. Belum jelas kan!"
Sam mengangguk. "Nggih, Pakde."
"Bener-bener beda tenan. Di urus langsung sama papamu, kamu nggak ndugal seperti dulu."
Sam meringis mendapatkan sanjungan sekaligus sindiran dari kakak pertama papanya.
"Udah waktunya Sam, mulai di arahkan Pakde. Ya, bila nanti kumat lagi, tolong jangan bosan di arahkan."
"Cah gemblung. Di masukkan pendidikan brimob, mau, kamu!"
"Nggak, Pakde," tolak Sam benar-benar tidak mau. Ia sudah berhasil menurut pada papanya. Ia tidak mau lagi di paksa masuk militer yang tak sesuai dengan hatinya. Biarlah sang kakak yang dapat meneruskan perjalanan papanya mengabdi pada negara. Dirinya cukup mau jadi wirausaha sesuai impiannya.
Pergi dari rumah menaiki mobil Wahid, Sam di fungsikan sebagai sopir. Ia mengarahkan laju roda sesuai arahan Wahid.
Sam kini sudah sampai di dealer pertama yang sudah bekerja sama dengan bengkel resmi milik Wahid.
Dengan mendatangi langsung beberapa dealer yang bekerja sama dengan bengkel motor dan mobilnya. Sam jadi tahu mana saja lokasi vendor yang sudah bekerjasama. Di sana ada meeting kecil untuk memperkenalkan Sam sebagai pengelola yang baru.
Hingga waktu magrib, Sam baru sampai di rumah. Sudah ada nasi berserta lauknya di meja makan. Ia mengambil air dari dispenser lalu duduk melepaskan kancing di lengan kemeja. Menggulung asal dan mengecek beberapa pesan masuk disana.
Sampai sebuah story' dari penghuni kontaknya membuat Sam tersedak air minum yang baru saja masuk di tenggorokannya.
...***...
Nahh nahhh? story' siapa?? 🤭
jangan lupa like dan komen, ya, biar makin semangat nulisnya 🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Widya Ekasari
next
2023-01-22
0
miss©©©lee
Ohh,, guru-guru SD, to, ini Bubelle sama Buna
2022-12-18
1
Miss Ayyyu_ptr
jajan ku waktu di sma
2022-12-15
0