"Ceysa kenapa?" Hadi urung untuk naik ke motornya.
Ceysa menggeleng. "Nanti Hadi, Ceysa kasih tau setelah tau barang berharga Ceysa."
Jelas, hal itu semakin membuat Hadi bertanya-tanya. Apa hubungannya kesakitan yang diderita Ceysa, dengan barang berharga milik Ceysa. Hadi sulit menyambungkan teka-teki rumit itu, karena ia tidak memahami maksud yang Ceysa rujuk.
"Ayo pulang. Bilang ayah, Ceysa sakit." Hadi memutuskan untuk pulang lebih cepat.
"Tak perlu, Hadi. Nanti Hadi tau sendiri kok, ayah pun tau sendiri." Ceysa tak mau semua keluarga menaruh curiga padanya.
Ia pun tengah memikirkan bagaimana cara mengungkapkan pada keluarganya, karena jelas ia takut disalahkan karena terbukti berbuat dosa sampai melahirkan anak tanpa suami. Ia takut akan penghakiman keluarga, ditambah dengan sanksi dari daerahnya.
"Aduh, Cantik." Hadi sudah gelisah tak tentu arah menggambarkan tentang semua teka-teki yang ada.
Sesampainya di rumah, Ceysa langsung melipir mendekati kakaknya yang tengah duduk dipepet calon kakak iparnya. Niat isengnya datang, ia tiba-tiba duduk di pangkuan kakaknya, membuat kakaknya terkejut dan kekasih kakaknya langsung cemberut karena kebersamaan mereka terganggu.
"Abang, sayang." Ceysa merangkul leher kakaknya, dengan sorot mata mengarah pada calon kakak iparnya.
Chandra terkekeh geli, kemudian menarik sayang dagu adiknya. "Abang sayang, Abang sayang!" ujarnya kemudian.
"Kak, main sama Ra dulu sih. Aku mau pinjam Bang Chandra dulu." Ceysa masih memandang calon kakak iparnya.
"Ya ampun." Izza geleng-geleng kepala, dengan berdiri dari posisinya.
Ia mendekati saudara-saudara kekasihnya, ya sudah dikenalnya amat baik. Keramahan dan jari diri sesungguhnya, selalu ditunjukkan Izza agar semua keluarga tidak kaget dengan sifat aslinya.
Yang membuat Chandra terus mengulur menikahi kekasihnya, karena ia tahu Izza adalah wanita pemarah jika waktu mereka diganggu oleh adik-adik Chandra. Chandra tahu itu, ia pun paham tidak bisa merubah itu. Karena dia yakin, tidak semua wanita di luar sana pun tidak semuanya memaklumi seorang kakak yang digandrungi adik-adiknya.
Chandra berpikir, Izza akan benar-benar membatasi dirinya untuk mengurus adik-adiknya. Chandra berpikir, Izza akan selalu melarangnya untuk menemui adik-adiknya. Meski ia tahu keyakinannya itu belum tentu benar, ia pun tahu jika Izza mudah dibujuk olehnya. Tapi ia sadar rumah tangganya tidak akan tenang, jika adik-adiknya masih mendapat masalah sebelum tanggung jawabnya berpindah pada suami dari adik-adiknya.
Chandra tidak mengerti, jika setelah adik-adiknya menikah pun masalah tetap akan menimpa semua orang. Tidak terkecuali, dirinya dan adik-adiknya, maupun orang tuanya.
Ceysa berpindah tempat ke samping kakaknya, tempat yang tadinya diduduki oleh Izza. "Bang, Hadi mau besok ke Singapore," ucapnya begitu excited.
Chandra memicingkan matanya pada adiknya. Bukan ia tidak percaya, hanya saja ia dijanjikan Hadi kurang lebih dua bulanan lagi untuk ke sana.
"Masa?" Ketidakyakinan mengerubunginya Chandra.
"Iya, mau. Abang tadi ditelpon tak diangkat-angkat." Ceysa sampai menggoyangkan lengan Chandra.
Chandra menunjuk adik bungsunya. "HP di Cala." Terlihat Cala duduk anteng dengan memainkan ponsel kakaknya.
"Ayo pesan tiket, Bang. Aku yang pesan deh." Ceysa ingin Chandra segera bergerak, hanya saja Chandra masih tidak percaya.
"Coba panggilkan Hadinya, semalam bilang ke Abang tuh kurang lebih dua bulanan lagi. Subuh tadi kan Abang bilang ke kau kan?" Chandra memperhatikan wajah adiknya yang bersemu merah.
"Mana ya Hadi?" Ceysa mengedarkan pandangannya, untuk mencari keberadaan Hadi.
Ceysa sedikit was-was, kala melihat Hadi duduk di samping ayah sambungnya. Ia khawatir, Hadi menceritakan akan dirinya yang merasakan sakit pada perutnya.
"Di…," panggil Chandra lepas.
Tak cuma Hadi yang menoleh, ayahnya Hadi pun menoleh karena merasa dirinya dipanggil dengan nama 'Adi' oleh keluarganya dan beberapa orang yang mengenalnya. Namun, kala anaknya bangkit dari duduknya. Membuatnya mengerti, bahwa yang dipanggil oleh keponakan tertuanya adalah putranya.
"Ya, Bang," sahut Hadi dengan berjalan mendekat.
"Sini." Chandra menepuk sandaran tangannya.
Hadi mengangguk, ia duduk di sandaran tangan sebelah kiri kakak sepupunya. "Gimana, Bang?" Ia sudah ada feeling, bahwa ini mengenai perjalanan ke Singapore.
"Kau besok mau? Apa malam ini aja?" Chandra langsung bertanya kurang jelas. Tapi karena Hadi sudah berpikir akan pembicaraan ini, tentu ia mengerti maksud dari pertanyaan kakak sepupunya.
"Besok aja, Bang. Malam ini kan masih lebaran, tak enak malah pergi dari keramaian keluarga." Karena Hadi menjanjikan pada Ceysa pun besok.
Senyum Chandra mengembang. "Oke, Abang minta identitas kau. Abang mau pesan tiket." Chandra senang karena ternyata benar, jika Hadi mau untuk penerbangan secepatnya.
Ia yakin, penantian selama sembilan bulan tidak akan berlarut-larut lagi. Ia yakin, permasalahan adiknya akan cepat selesai. Ia yakin, adiknya akan mendapat kebahagiaan.
"Bang…. Main ke laut katanya," seru ayahnya dengan menggandeng Cala dan Cali.
Chandra melongo dengan pandangan menerawang. Ia baru teringat, jika ada penyampaian yang harus ia katakan pada ayahnya. Ia ketakutan untuk itu, ia takut disalahkan dan dihakimi oleh ayahnya.
"Ini HP Abang, makasih ya?" Cala memberikan ponsel kakaknya.
"Sama-sama, Cantik." Chandra menyambut ponselnya dan mengusap pipi adiknya pelan.
"Bang, jalan-jalan," rengek Cali, adik sepupunya yang tidak mau mengerti jika ia adalah adik sepupunya, bukan adik kandung Chandra.
"Ke mana, Sayang?" Chandra menarik Cali untuk duduk ke pangkuannya.
"Ke laut aja." Cali begitu manja pada kakak sepupunya itu.
"Dibilang biyung beli es krim aja di minimarket," ketus Cala membuat orang dewasa tertawa bersama.
"Tuh, beli es krim aja. Mau tak?" Chandra pun tak berniat untuk bepergian jauh, karena ia merasa dirinya akan sibuk esoknya.
Ia pun harus membujuk Izza, karena ia akan membatalkan janjinya untuk berlibur besok. Bukan apa-apa, Chandra merasa keputusan Hadi kali ini tidak bisa ditunda dan tidak datang dua kali. Ia akan membuat Izza mengerti, bahwa dirinya bukan mengabaikan permintaannya. Melainkan, ada sesuatu yang lebih penting harus diutamakan lebih dulu.
"Sama ciki," tambah Cali dengan bersandar di dada bidang kaksk sepupunya.
"Ayo, Dek. Katanya mau ke laut?" ajak ibu sambung Cali, istri baru dari pamannya.
"Mau sama Abang, Bu."
Chandra melongo, mendengar penolakan Cali. Ia pun tahu sejak dulu, jika Cali menolak tinggal bersama ibu sambungnya dan ayah kandungnya. Cali lebih nyaman menikmati tumbuh kembangnya bersama kakak dari ayahnya, yang merupakan ayah kandung Chandra.
"Katanya ke minimarket aja? Abang sibuk, Sayang. Nanti kalau ada libur panjang lagi, Abang ajak jalan-jalan ke luar deh." Chandra bisa bertutur lembut dan selalu bisa membuat lawan bicaranya terhanyut dan menurut, karena tutur lembutnya.
Ia memiliki warisan ibunya, yang selalu berbicara lembut. Ia pun memiliki warisan ayahnya, yang selalu ketus dan tajam dalam berkata.
"Kan ini libur panjang juga, Bang. Minggu depan kan baru pulang?" Givan menyimak obrolan mereka.
Chandra langsung memikirkan alasannya. Ia tidak bisa banyak berbohong, apalagi jika berhadapan dengan ayah kandungnya seperti ini.
"Mau alasan apa? Tak ketemu kah? Ada siapa di sana? Kau pengen pulang cepat ke sana? Ada perempuan? Bawa dia ke sini, bilang baik-baik ke Izza kalau kau punya perempuan idaman lain," cecar Givan dengan wajah yang tidak ramah.
"Eummmm…. Itu, Yah." Chandra melirik adiknya, untuk membantunya memberi alasan pada ayahnya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
khair
udah mahrom karena susuan juga
2022-12-17
2
SAHRIANI
lanjut terus, semakin seru alur cerita nya. kak nissa
2022-12-17
3
Ali Subkhan
menurut q sebaiknya di bicarakan terus terang aama yayah,sepandai²Xn mengatasi masalah tetep aja ortu lebih berpengalaman.mereka bisa ngasih pandangan, saran atau bahkan solusi yg terbaik...karna jam terbang mereka jauh lebih tinggi
2022-12-17
2