"Nanti aja ngobrolnya, Bang. Aku mau buang ASI dulu. Aku sampai tutup pakai semacam selotip biar gak bocor." Ceysa melangkah cepat untuk masuk ke rumahnya.
Chandra menghentikan langkahnya. "Malam nanti ya, Dek? Abang mau keluar dulu sama Izza. Kau mau ikut kah?" Chandra memperhatikan adiknya yang sudah membuka pintu rumahnya.
"Ya, Bang. Nanti ketuk aja. Aku tak ikut, bekas luka aku tak nyaman kalau pergi-pergian naik kendaraan." Ceysa menyempatkan diri untuk menoleh ke arah kakaknya yang berada lima langkah di belakangnya.
"Ya udah, nanti Abang ke rumah kau. Diminum obatnya, Dek. Kalau mau cek up rumah sakit, bilang Abang aja, nanti Abang temani." Chandra tahu jika luka itu benar-benar masih nyeri karena masih baru.
"Siap, Bang." Ceysa memamerkan senyum menenangkan.
Chandra mengangguk, kemudian dirinya berbalik arah dan kembali ke keramaian keluarga. Ia menghela napasnya, karena kekasihnya kembali mendekatinya dan menggandulinya.
"Kau nempel-nempel terus, sepi orang kau jaga jarak. Agak gila memang kau, Dek." Chandra menepis pelukan kekasihnya di lengannya.
"Abang kalau sepi orang mintanya aneh-aneh. Dua tahun lalu, malah minta begituan. Tadi di hotel, minta nyicipin dada." Izza mendongak melirik kekasihnya.
"Namanya juga laki-laki, masih untung kau kalau aku ini tak maksa." Chandra beranjak untuk masuk ke rumahnya.
"Mau ganti baju dulu aku, Za. Ibu kau ajak, pakai mobil kau aja perginya," lanjut Chandra kemudian.
Izza berpikir, apa laki-lakinya mengajaknya berkencan dengan ibunya yang ikut serta bersama mereka? Dengan tangan Chandra yang suka iseng, ia khawatir ibunya banyak menegur Chandra kala itu juga.
Sampai akhirnya Chandra sudah muncul dengan penampilan terbaiknya, ia mengerutkan keningnya melihat kekasihnya yang masih duduk bersama kakaknya. Ia ingin Izza bersiap dan pamit, agar ia kembali, mereka langsung bisa pergi.
"Pamit sana, Za! Terus ayo antar ibu kau dulu." Chandra mencubit pipi kekasihnya dari arah belakang.
"Ohh, antar ibu dulu? Aku kira, ibu ikut sama kita." Izza menoleh ke arah kekasihnya dan tersenyum malu.
Chandra menghela napasnya. "Makanya aku bilang pakai mobil kau aja, nanti kek kemarin, kau antar aku pulang sampai depan pagar." Meski ia dan Izza sudah mengenal lama, tapi tetap saja satu sama lain tidak saling mengerti tanpa komunikasi.
Izza memamerkan giginya. "Oke, oke. Aku masuk dulu panggil ibu, sekalian aku pamit sama bos." Izza beranjak melepas sandal tepleknya.
"Bos! Bos! Bos! Ayah, Dodol! Mentang-mentang dia yang ngasih kau kerjaan sampai mampu bagusin rumah dan beli mobil, manggil bas-bos aja!" ujar Chandra ketus.
"Jangan macam-macam di dalam mobil, Bang. Awas banyak WH kalau malam lebaran tuh." Key terbiasa memanggil adiknya dengan sebutan 'abang' sejak mereka kecil. Hal itu dilakukannya, semata-mata untuk mengajari adik-adiknya yang lain menurut nasehat dari neneknya.
"Iya, Kak. Semacam pun tak pernah buat aku." Chandra merasa dirinya tidak pernah berbuat di luar batas.
"Kau katanya punya pacar lagi di Singapore?" Key hanya bertanya iseng.
Chandra langsung menoleh ke arah kakaknya. "Kalau ada yang lain pun, udah anteng kelonan aku di sana." Chandra tidak mengatakan, bahwa selama ini pun hanya Izza yang ia tunggu untuk menjadi istrinya.
Key tertawa renyah, kemudian ia menepuk pundak adiknya yang duduk di tempat Izza tadi. "Kau tak ada teman dekat perempuan di sana?" Key penasaran akan hal itu.
Chandra menggeleng. "Aku sibuk, Kak." Waktunya di sana terbagi untuk belajar dan bekerja.
"Minum-minum, club?" Key memelankan suaranya.
Chandra menggeleng kembali. "Sekali-kalinya ke club, gara-gara si Sekar sialan itu." Chandra teringat kejadian yang membuat adiknya harus mendapatkan nasib buruk.
"Waktu liburan bareng itu kah? Maksudnya, waktu Hadi sama Sekar liburan itu kah? Kakak ingat, soalnya ke bandara tuh bareng. Kakak sama bang Fa'ad mau ke Bali, mereka berdua katanya mau liburan ke Singapore." Key bangkit dan menimang anaknya yang terlihat mengantuk dengan menikmati ASI.
"He'em." Chandra menoleh ke belakang, ia melihat kekasihnya dan calon ibu mertuanya jalan ke arahnya.
"Aku keluar dulu, Kak. Nitip adik-adik, aku sebentar." Mulut Chandra seperti sudah latah untuk menitipkan adik-adiknya.
"Iya, iya. Ati-ati ya?" Key tersenyum ramah pada rombongan Chandra.
"Mau jalan-jalan ke mana, Bang?" Ibunda Izza, Nani bertanya pada Chandra.
"Beli baju, Ma. Izza minta rutin tiap tahun," jawab Chandra dengan mengambil alih kunci mobil milik Izza.
"Padahal udah beli sama Ma, pas sebelum bulan puasa. Minggu lalu main ke biyung, dibelikan sama biyung juga." Nani menoleh dan mengusap pipi anaknya.
Nani dan Izza duduk di bangku belakang, Chandra seperti seorang sopir.
"Izzul kan memang gitu." Chandra melirik kekasihnya, lewat spion tengah mobil tersebut.
Sampai akhirnya, Izza sudah mendapatkan apa yang ia inginkan. Pukul sebelas malam, Chandra minta diantarkan pulang. Izza menurut, karena sejak tadi Chandra yang mengemudi.
"Za, nyicip sedikit. Pegang aja, tapi dari dalam." Chandra membujuk kekasihnya kembali, dengan menepikan kendaraannya di depan pagar rumahnya.
Suara gelak tawa masih begitu ramai, sayangnya tertutup pagar tinggi dan juga tembok beton yang mengelilingi seluruh halaman rumah tersebut. Membuat mobil Izza yang berhenti di depan pagar tersebut, tidak disadari oleh saudara-saudara Chandra yang tengah menikmati kebersamaan mereka.
"Kalau aku tak mau gimana?" Izza selalu menanyakan hal ini. Satu yang ia takutkan, kala Chandra menjawab akan mencoba untuk mencicipi yang lain. Namun, sejauh ini hanya Chandra mendiamkannya selama beberapa hari saja.
"Aku tak maksa. Aku minta baik-baik, karena masih menghargai kau." Chandra mematikan mesin mobil tersebut, lampunya tidak menyala sama sekali.
Kaca yang gelap, Chandra yakini dari luar tidak bisa melihat apapun ke dalam mobil tersebut. Ia hanya ingin memenuhi rasa penasarannya, dari egonya sebagian laki-laki.
"Tapi besok kita bareng ya? Aku tak mau Abang pergi-pergian tak ajak aku." Izza memastikan dirinya akan tetap direspon oleh Chandra, meski keinginan Chandra dipenuhi.
Chandra mengedikan bahunya. "Apa kata nanti. Kau aja, tak pernah pertimbangkan keinginan aku. Kau mau ini, aku langsung ajak kau pergi. Kau mau itu, aku selalu transfer masa kau cek out belanjaan." Ia bukan sengaja mengungkit, hanya saja ia ingin Izza mengerti bahwa dirinya tidak pernah menolak keinginan wanitanya.
Diam beberapa saat, Izza baru memberikan keputusan saat Chandra sudah melepaskan sabuk pengamannya. Kemudian, ia menoleh ke arah belakang untuk mengambil belanjaan miliknya.
"Iya, iya, iya. Boleh pegang dari dalam." Izza takut esok dirinya tidak diajak bepergian oleh kekasihnya.
Chandra langsung tersenyum lebar, ia mengurungkan niatnya untuk menggapai plastik belanjaannya. Ia langsung beralih mengusap-usap lutut kekasihnya, punggungnya sedikit condong ke arah kekasihnya.
"Nomor berapa?" tanya Chandra lirih.
Izza mengerutkan keningnya dan memandang kekasihnya. "Cuma ada dua, terserah mau pegang kiri apa kanan."
Chandra lekas menyatukan alisnya. Maksudnya tidak tersampaikan dengan baik pada Izza, ia mencoba meyakini bahwa kekasihnya memang masih polos.
"Ukuran wadahnya itu berapa, Izzul?!" ketusnya tepat di depan wajah Izza.
Izza terkekeh menyadari kekeliruannya. "Ohh…. Tiga delapan, Bang. Lingkar dada delapan puluh lima, sembilan puluh. Mau belikan kah?" Izza membingkai wajah kekasihnya.
"Eummm, belilah sesuka kau." Chandra langsung mengincar bibir kekasihnya.
Ia mendapatkan bibir kekasihnya, tangannya bergerak untuk mencari tujuannya. Telinganya memerah, ia mendapatkan ego lelakinya.
Tok, tok, tok….
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
khair
jasmine aja punya suami... malah ceysa yg kejadian gini
2022-12-13
4
Red Velvet
Untung ada yg ketok bang, takutnya nanti abang kebablasan😅
2022-12-12
2
Yuli Amoorea Mega
Mudah-mudahan aja izza ky biyung ayah givan ttp ngayomi adik"nya ttp dukung tp masalah tanggung jawab bg Chandra berat
di titipin jaga adiknya mlh kena kasian anak bg daeng hancur tuh hati biyung klo tahu...l
2022-12-12
5