Anak Laki-laki Ayah
"Ya stop untuk selalu nanya, kapan nikah?! Kapan nikah?! Aku tak akan kabur ke mana-mana! Rumah orang tua aku pun kau tau, Za!" Chandra berbicara lantang pada seseorang yang tengah menghubunginya lewat ponsel.
Di seberang telepon, Izza langsung tergugu mendapat bentakan dari kekasih hatinya. Ia hanya meminta kejelasan, karena Chandra terus mengulur waktu pernikahan mereka. Hari ini adalah janji pernikahan mereka, yang tidak dilangsungkan oleh Chandra.
Chandra panik dan berusaha membuat pengasuh yang menggendong seorang bayi, agar mampu menenangkan bayi yang masih menangis lepas tersebut. Sorot matanya dan isyaratnya mengatakan, bahwa ia tengah bertelepon dan tak mau mendengar bayi itu menangis.
Semata-mata, Chandra hanya tak ingin kekasih hatinya tahu. Bahwa, ada seorang bayi yang tinggal bersamanya di Singapore tersebut. Chandra mengemban pendidikan perguruan tinggi di sana, sejak dirinya lulus SMA dan keluar dari pondok pesantren.
"Bayi siapa itu?" Izza mendengar suara bayi tersebut.
Sudah terhitung empat tahun Chandra mengemban pendidikan, di tahun terakhir inilah aktivitasnya bertambah karena ia menemani seseorang yang tengah mengandung dan kini ia memiliki seorang bayi yang harus ia asuh dan jaga. Karena alasan ini juga, ia urung menikahi kekasih hatinya yang tinggal di desa.
"Tetangga." Chandra bergerak keluar rumah, agar Izza samar mendengar suara bayi tersebut.
"Bohong!" Izza yakin suara bayi tersebut amat dekat dengan posisi kekasih hatinya.
"Aku tak minta kau percaya, Za." Suara yang mendadak lembut tersebut, membuat Izza langsung percaya bahwa laki-lakinya tidak berkhianat di sana.
Chandra memiliki sisi kelembutan, yang dari suaranya saja mampu membuat semua orang percaya, meski ia tak meyakinkan siapapun dengan pengakuannya. Karena mereka yang mengenal Chandra sejak kecil, termasuk Izza yang sudah bersama-sama bersama Chandra sejak mereka duduk di kelas satu SMP, mengenal pasti siapa seorang Chandra.
"Terus kita bakal kapan menikah, Bang? Waktu awal keluar pesantren, Abang bilang dua tahun lagi, tak apa Abang masih jadi mahasiswa juga, Abang ngerasa mampu ngasih makan aku. Dijanji pertama, Abang meleset, katanya nanti setelah wisuda. Bukannya pagi tadi Abang wisuda kan? Aku tanya kejelasannya kapan, bukan bentakkan yang aku minta." Suara Izza yang parau, karena merasa begitu tersakiti dengan janji-janji dari kekasihnya.
Chandra pun sulit untuk berbohong kembali. Namun, ia sampai rela wisuda tanpa memberitahu orang tuanya. Karena, ia takut kedua orang tuanya tahu bahwa ada seorang bayi mungil yang tinggal di tempat tinggalnya di Singapore.
Bukan ia ingin menyembunyikan, hanya saja ia ingin membicarakan di waktu yang tepat. Karena, ia pun bahkan tidak mengharapkan kejadian seperti ini terjadi.
Ditambah lagi, ia khawatir disalahkan oleh orang tuanya. Karena kejadian yang tak ia harapkan terjadi dalam tanggung jawabnya sendiri.
"Kata siapa aku wisuda? Aku gagal wisuda, Za," akunya berbohong.
Ia pun mengatakan hal serupa pada keluarganya, agar keluarganya tidak datang untuk merayakan wisuda bersamanya. Sempat terlintas di pikiran orang tuanya, apa mungkin anak sulungnya benar-benar gagal meraih pendidikan sarjana dalam waktu empat tahun? Namun, Chandra mengatakan kesalahan yang tak pernah ia lakukan pada orang tuanya. Ia berdalih, bahwa ia belum menyelesaikan untuk sidang terakhir pendidikannya. Tentu saja, dengan alasan tersebut orang tuanya langsung percaya.
Ia malah mendapat nasehat panjang, karena dikira ia lebih mengutamakan tanggung jawab pekerjaan ketimbang pendidikan. Padahal ia sudah melakukan apa yang orang tuanya inginkan.
"Kenapa? Kok bisa?" Tentu Izza tidak percaya mendengarnya.
"Aku tak selesaikan sidang." Chandra memberi jawaban yang sama seperti pada orang tuanya.
"Selama ini Abang sibuk, apa mungkin Abang tak selesaikan?" Izza jelas merasa ragu atas pengakuan Chandra.
Setiap ia berkomunikasi, Chandra selalu mengatakan bahwa dirinya sibuk dan membalas pesannya telat. Ia pun amat sulit dihubungi, kecuali Chandra sendiri yang menghubungi Izza.
"Nyatanya kek gitu, Za!" Nada tinggi dikeluarkan kembali oleh Chandra.
Amarahnya tertuang, dalam setiap bentakan yang keluar dari mulutnya.
"Abang kenapa sih?! Dari tadi kita telpon, kenapa bentak-bentak terus?" Meski Izza sudah tahu karakter Chandra yang sukar membentak, tapi ia tidak suka karena Chandra terus membentaknya padahal ia hanya bertanya, bukannya melakukan kesalahan.
"Nanti aku hubungi lagi, Za. Dari tau kau buat aku kesal terus." Chandra langsung mematikan panggilan telepon mereka tanpa pamit.
Ia menyimpan ponselnya ke saku, lalu ia menyugar rambutnya dan menghela napasnya. Ia bingung, ia harus melakukan apa.
Tangis lepas bayi itu terdengar kembali dari dalam rumahnya. "Ya ampun, nak!" gerutunya dengan masuk ke dalam rumahnya dengan langkah cepat.
"Apa yang sakit? Apa kita ke rumah sakit aja?" Chandra bingung dengan mencoba mengambil alih bayi yang baru berusia satu minggu tersebut.
"Mungkin kerasa kalau ibunya ninggalin dia sama Abang aja," jawab pengasuh bayi yang dulunya adalah pengurus rumah tersebut itu.
Chandra tidak mau rahasia yang terjadi di rumah tersebut terbongkar, jika ia mempekerjakan orang baru. Ia rela rumahnya menjadi sedikit kurang terurus, karena pengurus rumah tersebut beralih tugas menjadi baby sitter.
"Gau Rezky Dayyan, anak Ayah, anak sholeh, kenapa, Nak? Apa ada yang sakit?" Chandra menimang bayi tersebut dengan penuh kasih.
Bayi itu diberi nama yang memiliki arti, anak laki-laki pemberian Tuhan yang giat bekerja dan baik hati. Agar bisa mengangkat derajatnya sendiri yang lahir tanpa pernikahan dan bisa memaklumi kesalahan orang tuanya, yang menyebabkan dirinya hadir ke dunia ini.
Rintihan anak itu, yang seolah-olah terdengar seperti seorang bayi yang meminta ASI begitu menyayat hati Chandra. Ia paham suara khas bayi yang merintih ingin ASI tersebut, ia baru teringat jika ia baru membiasakan bayi yang baru mengenal ASI tersebut untuk terbiasa tanpa ASI.
"Sabar ya, Nak? Ibu pulang dulu, nanti ke sini lagi. Ibu bakal sering-sering tengokin Dayyan kok, Dayyan mimi sufor aja dulu ya?" Chandra mengusap-usap kepala tersebut, mencoba memberi pengertian pada bayi yang masih merah tersebut.
"Buat sufor aja dulu, Mbak. Dia haus keknya."
Seiring perintahnya, mbak Yani langsung mengangkat dot botol dalam genggamannya. "Saya udah buatkan sejak Dayyan nangis itu, Bang," jelasnya kemudian.
"Tak suka kah rasanya?" Chandra mengambil alih dot botol tersebut.
"Tak paham, Bang. Mungkin kaget aja, dia udah terbiasa ASI sejak lahir. Udah seminggu terbiasa rasa ASI, eh malah harus disapih mendadak. Aturannya kalau memang mau dititipkan sama Abang, ya jangan dikasih ASI." Mbak Yani sudah seperti saudara tua yang mengarahkan benar.
Sayangnya, suaranya tersebut tidak pernah diterima baik oleh anak muda itu.
"Aku cuma pengen yang terbaik, Mbak. Aku tak nyangka juga, kalau dia disuruh pulang ke sana. Aku mikirin bekas operasi sesarnya." Chandra mencoba memberikan sufor dalam dot tersebut pada bayi di dekapannya.
"Ayo, Dayyan. Anak pintar Ayah, dicoba dulu, Nak," bujuknya halus, dengan menempelkan dot tersebut ke bibir bayi itu.
Dayyan mulai merasa beradaptasi dengan rasa susu dan bentuk dot tersebut. Sampai akhirnya, ia membuat senyum orang dewasa itu terukir karena ia mau untuk mengganti ASI dengan sufor tersebut.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Fatkhur Kevin
penjelasan bayi sapa thor
2023-05-24
1
Mafa
lo lo lo br buka kok langsung ber bayi🤭
2023-01-10
1
Yuli Amoorea Mega
Bayi siapa itu....
2022-12-11
3