"Langkah yang kau ambil salah, Dek," tuturnya amat lembut.
"Aku tak mau ngerusak hubungan siapapun, Bang. Hadi udah bahagia juga sama Sekar, tahun depan kan mereka mau nikah." Ceysa tertunduk dengan pemikirannya sendiri.
"Tapi Hadi udah ngerusak kau, Dek. Abang bantu selesaikan dengan cara Abang sendiri ya?" Chandra sejak dulu ingin ikut campur.
"Jangan dikasih tau kalau aku lahirin anaknya, dia tak akan percaya. Lihat aja, Hadi aja sekarang udah berubah drastis. Dia kek bukan Hadi yang dulu, dia kek banyak diam sejak sama Sekar." Ceysa merasakan perubahan Hadi.
"Abang tak bakal bilang, tapi Abang pancing dia untuk ke sana. Biar dia lihat sendiri, kalau Abang besarkan anak laki-laki yang mirip betul sama dia." Chandra benci kebenaran itu, ia benci keponakannya begitu mirip ayah biologisnya, membuatnya pasti akan sulit menyamarkan identitas anak tersebut.
Ceysa memperhatikan kakaknya, ia menelisik baik kakaknya. "Kalau dia tak jadi sama Sekar, dia pasti jadi pribadi yang lebih berubah lagi." Hal yang begitu menyakiti Ceysa, adalah karena perubahan pada Hadi.
"Hadi berubah, karena tekanan dari Sekar. Abang ngerasa karena hal itu, buktinya kalau dia kumpul itu Sekar kek tak diladeninya. Abang pun memang ngerasa risih dan malu, kalau Izza dekat-dekat Abang yang lagi kumpul sama keluarga. Tapi, omongan dia tuh Abang dengar. Abang peduli keinginannya." Chandra memahami gerak langkah Hadi.
"Hadi ngeladenin Sekar kok, Bang. Abang aja yang tak tau." Ceysa sedikit memperhatikan interaksi Hadi dan kekasihnya tadi.
"Hadi itu berubah sejak setahun terakhir, dulu dia tak begitu. Abang sih curiga kalau dia sebenarnya ingat kejadian malam dengan kau, tapi dia tak mau tanggung jawab jadi dia ngehindar." Chandra memiliki spekulasi sendiri.
"Aku tak tau, Bang. Tapi aku tau Hadi, Hadi tak mungkin begitu kalau dia merasa berbuat." Ceysa mengenal pribadi Hadi sejak kecil.
"Ya kau tidurlah, istirahat. Besok lagi ngerjain kerjaan kau. Lagian, kau tak balik ke sana aja kah? Lanjut ASIin Dayyan." Chandra teringat anak laki-laki yang sering mengeluarkan rengekan khas meminta ASI.
"Tak boleh sama ayah, Bang. Katanya, udah aja pendidikan akunya. Gelar aku udah banyak juga, aku harus mulai dunia usaha. Sedangkan, tinggalan untuk aku kan lahan sawit. Aku punya pikiran untuk olah sendiri, selain ekspor." Ceysa ingin nilai jual sawitnya tinggi, salah satunya dengan cara mengolahnya lebih dulu.
"Bukan Abang keberatan, Abang kasian sama Dayyan." Chandra selalu besar rasa tidak enaknya.
"Iya, Bang. Aku ngerti, aku pasti usahakan sering nengok Dayyan. Maaf ya aku ngerepotin Abang terus." Ceysa menggeser tempat duduknya, kemudian ia memeluk lengan kakaknya.
"Malang tak ada yang tau, Dek. Abang sebisa mungkin bakal bantu kau." Chandra mengusap-usap tangan Ceysa.
"Makasih, Bang." Ceysa tidak mengerti kenapa ia menjadi korban dari kebingungan perasaannya sendiri.
"Abang keluar dulu ya?" Chandra begitu menggebu ingin bercakap-cakap dengan Hadi.
Ia ingin tahu sendiri, alasan apa yang Hadi berikan karena perubahannya.
"Ya, Bang." Ceysa melepaskan pelukannya pada lengan kakaknya, kemudian ia membiarkan kakaknya pergi keluar dari rumahnya.
Ia mengunci pintu rumahnya dan mematikan lampu ruang tamu rumahnya. Setelah itu, ia melirik pada makanan yang Hadi bawakan untuknya. Sedikit rasa kecewanya, karena Hadi mengatakan bahwa dirinya dipinta untuk datang oleh ibu kandungnya, bukan karena keinginannya sendiri.
Chandra menilik keramaian, tidak ada Hadi di sana. Ia berpikir bahwa Hadi pulang ke rumahnya, setelah dirinya mengantar makanan pada Ceysa.
Ia langsung mengarahkan kakinya ke rumah bibinya, ia yakin Hadi pun belum tertidur sekarang. Ia tahu kebiasaan saudara-saudaranya ketika di malam lebaran.
"Abu…. Mana Hadi?" Chandra berpapasan pada ayah Adi, yang baru keluar dari rumahnya.
"Ehh, ada di kamarnya. Masuk aja gih." Zuhdi memberikan jalan untuk Chandra masuk, karena ia masih berdiri di tengah-tengah pintu.
"Abu mau ke mana?" tanya Chandra sebelum ia melewati Zuhdi.
"Mau ke masjid, mau nyuruh Fandi pulang, biar Abu yang gantikan." Zuhdi melangkah mencari sandalnya.
"Aku izin ke kamar Hadi ya, Bu?" Chandra masih urung untuk melangkah masuk.
"Iya-iya, Bang. Ajak dia ngobrol, tanyain ada apa. Biar tak banyakan diam, ngurunv diri terus. Khawatir ada masalah di tempat kuliahnya, entah sama dirinya sendiri." Zuhdi pun merasakan perubahan pada anaknya.
"Ya, Bu." Chandra melangkah masuk dan menutup pintu rumah itu.
Chandra langsung mengarah ke arah kamar Hadi, yang berada persis di sebelah ruang tamu tersebut. Ia langsung mendorong pintu yang setengah terbuka tersebut, ia melihat Hadi yang tengah merokok dengan menatap kosong ranjangnya.
"Di…," panggil Chandra, sengaja ingin mengalihkan perhatian Hadi.
Hadi mendengar, ia langsung menoleh dan melanjutkan sesi merokoknya. "Iya, Bang," sahutnya kemudian.
"Abang mau ngobrol," ucap Chandra pada laki-laki yang tiga tahun lebih muda darinya tersebut.
"Masuk aja, Bang." Hadi langsung merasa tegang.
Chandra sengaja menutup pintu kamar Hadi. Tetapi, ia melangkah ke arah jendela dan membuka jendela kamar Hadi. "Kalau ngerokok, jangan di dalam ruangan," ujar Chandra kemudian.
"Iya, Bang. Udah nyaman aja begini." Hadi tahu hal itu, tapi ia tidak melakukan hal yang benar.
"Semester berapa kau?" Chandra duduk di ujung ranjang, berhadapan dengan posisi Hadi yang duduk di sofa panjang.
"Semester dua, Bang." Hadi sadar, pendidikan dirinya tertinggal di bandingkan Ceysa.
"Kapan nikah?" Chandra mencoba aktif bertanya, karena Hadi sekarang lebih tertutup.
"Diminta tahun depan, Bang," jawab Hadi seperlunya.
"Bukan keinginan kau?" Chandra duduk condong ke depan, dengan siku bertumpu pada sikunya.
"Bukan, Bang." Hadi memperhatikan abu rokoknya. Ia menggerak-gerakkan tangannya, untuk membuang abu tersebut di asbak yang terdapat di meja samping sofanya.
"Kenapa kau mau?" Chandra ingin Hadi membuka sedikit informasi tentang dirinya sendiri.
Hadi terdiam, ia tidak mampu membuka alasan terbesarnya. Ia jelas tidak ingin keluarga atau saudaranya tahu aibnya.
"Kalau kau nikah muda, kau berniat untuk jadi beban orang tua kah? Bukan Abang sombong, ma abu kau tak sekaya yang kau kira. Usahanya cuma satu, belum lagi kau masih nyusahin mereka karena beban pendidikan kau." Tidak diragukan lagi, jika mulut Chandra benar-benar mirip ayahnya.
Hadi langsung meluruskan pandangannya pada Chandra. "Itu yang aku pikirkan, Bang. Keluarga Sekar, dari kalangan biasa. Jangankan usaha, rumah aja kan masih ngontak, mana adik-adiknya banyak." Hadi menghela napasnya dan menurunkan pandangannya.
Ia tidak berniat memandang status sosial. Tapi, keadaan Sekar pun membuatnya memikirkan masa depannya yang belum jelas.
"Mending kau sama Ceysa, jangankan usaha, warisan pun dia dapat." Gurau Chandra yang membuat Hadi tersenyum geli.
"Ceysa yang tak bakal mau sama aku." Hadi merasa dirinya tidak pantas untuk Ceysa.
"Kenapa Ceysa tak bakal mau? Ada apa dengan kau? Kau normal, sempurna, tak kurang satu apapun." Chandra semakin memperdalam pertanyaannya.
Hadi menghela napasnya. Ia teringat alasan terbesarnya untuk meminang Sekar, tapi ia masih ragu untuk menceritakan hal itu pada siapapun. Termasuk, dengan orang tuanya.
"Aku…..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Zaskia Fivana
up dong thor aq tunggu2 ini apa jawaban hadi
2022-12-14
4
fitrizakiah
coba bicara jujur Hadi
2022-12-13
5
Red Velvet
Berhubung kebenarannya sdh diungkapkan Ceysa, jd bang Chandra bisa bantu luruskan. Ayo buat Hadi kembali lagi, ingat jodoh tidak akan pernah tertukar🥺🥺🥺
2022-12-13
4