"Abang! Abang buat aku takut!" Izza tidak sengaja menepuk wajah Chandra, saat ia kalap kala tangannya dicekal oleh Chandra.
"Eummmm…." Chandra kaget dan matanya terbuka sempurna mendapat tepukan di wajahnya.
"Sialan kau!" Ia malah memunggungi Izza, karena merasa Izza sudah mengganggu tidurnya.
"Eh, janganlah tidur lagi! Ayo kita berangkat." Izza menyandak baju Chandra.
"He'em, Za! Aku bisa bangun sendiri, kalau tidur aku cukup." Chandra menggerakkan bahunya, agar tangan kekasihnya tidak lagi berada di bahunya.
"Ya masa tunggu Abang bangun? Ya keburu pagi nanti. Aku yang nyetir nanti, Abang tidur lagi aja tak apa." Izza terpancing emosinya sendiri karena Chandra sulit sekali dibangunkan.
"Iya! Iya!" Chandra langsung duduk, kemudian menarik kedua pipi Izza berlainan arah.
"Ganggu orang tidur aja kau!" maki Chandra kemudian.
Izza sudah tahu watak dan sifat asli seorang anak juragan tersebut, ia tidak merasa aneh melihat seorang Chandra yang kadang memperlakukannya tidak lembut.
"Abang sayang, ayo cepat siap-siap," bujuk Izza dengan senyum sumringah.
"He'em!" Chandra kembali iseng untuk mencolek dada kekasihnya.
Kegiatan isengnya itu, sering dilakukan Chandra sejak dua tahun terakhir. Meski Izza selalu merasa kaget dengan tindakan kekasihnya, tapi ia cukup tenang karena kekasihnya hanya berani melakukan sebatas gurauan saja.
Izza langsung memeluk dadanya sendiri. Kemudian, ia berdiri dan mundur beberapa langkah.
"Aku ambil tas dulu ya, Bang? Aku tunggu depan kamar." Izza beranjak untuk meninggalkan kamar Chandra.
"Minta cium dulu sih, Dek." Chandra menurunkan satu persatu kakinya.
"Nanti aja di rumah." Izza mengambil ancang-ancang untuk keluar dari kamar ini lebih cepat.
Ia mengeluarkan kartu kamar dari saku celana kulotnya.
"Kapan rumah kau kosong? Sama cicip itu ya." Chandra sudah berada di posisi Izza berdiri, sayangnya Izza sudah bergerak ke arah pintu.
Izza mengikuti pandangannya kekasihnya yang mengarah ke dadanya. "Kalau aku tak mau, gimana?" Satu yang Izza khawatirkan, ia khawatir kekasihnya berpaling darinya.
"Aku tak maksa." Chandra mengedikan bahunya kemudian ia masuk ke dalam kamar mandi kamar hotel tersebut.
Sedikit tersirat keinginannya, untuk melakukan hal dewasa bersama kekasihnya. Ia tahu hubungan suami istri, akan dihitung zina besar dan bisa saja turun ke adik-adiknya atau ke anak-anaknya. Namun, ia hanya sedikit ingin melihat bentuk indah kekasihnya tanpa penutup di sana.
"Nikah, Bang. Aku pasrah." Setelah mengatakan itu, Izza keluar dari kamar Chandra.
Chandra mendengar hal itu, ia hanya menganggukkan kepalanya berulang. "Nanti, Za," lirihnya dengan mulai menyalakan keran air di wastafel keramik tersebut.
Ia pun sebenarnya ingin segera menikah, tapi ia khawatir Izza mengunci kehidupannya agar terpaku padanya saja. Sedangkan, Chandra memiliki banyak tanggung jawab pada adik-adik perempuannya. Ia takut Izza membatasi dirinya, untuk mengurus adik-adiknya.
Mereka mengemudi bergantian, hingga Izza menurunkan Chandra di depan pagar rumah orang tuanya. Kemudian, ia tancap gas kembali untuk segera pulang. Ia khawatir ibunya bersedih karena tidak menikmati pagi yang dinanti-nanti.
"Assalamualaikum…." Chandra memasuki rumah orang tuanya yang terlihat sepi.
Ia tidak mengerti, kenapa bisa begitu sepi pukul enam pagi ini.
"Wa'alaikum, Bang. Masih pada tidur, Bang. Jam dua malam baru pada masuk ke rumah, habis bakar-bakaran dan beres-beres rumah pusaka di sana semalam." Mbak Murni yang bekerja sebagai asisten rumah tangga selama lima tahun terakhir itu muncul, dengan membawa sebuah sapu.
Chandra manggut-manggut. "Aku nempatin kamar mana nih, Mbak?" Ia menurunkan ranselnya dari punggungnya secara hati-hati.
"Ini kamar tamu paling depan katanya, Bang. Udah disiapin, udah dibersihin." Mbak Murni membukakan pintu kamar tersebut.
Chandra mengangguk. "Ya, Mbak. Makasih." Ia masuk ke dalam kamar tersebut dengan menenteng tasnya.
Ia langsung mengeluarkan barang-barang elektronik dari ranselnya, kemudian ia beralih untuk membersihkan diri lebih dulu. Tujuannya sekarang adalah terlelap lebih dulu, karena ia merasa tidurnya masih kurang.
"Bang, bangun." Canda menepuk pelan pipi anaknya.
Chandra langsung menggeliat, kemudian ia membuka matanya perlahan. "Ya, Biyung." Ia bangkit kemudian mencium tangan kanan ibunya.
"Ada Izza sama ibunya tuh. Ayo bangun, cepat keluar." Canda bergegas untuk keluar dari kamar yang anaknya tempati tersebut.
"Ya ampun, Izzul! Kalau aku ada di sini, kerjaannya main terus," gerutunya dengan menurunkan satu persatu kakinya dan menapakkannya ke lantai.
Ia memilih untuk mencuci muka saja. Kemudian ia berganti pakaian dan mengenakan parfum, agar dirinya yang tidak mandi tetap tercium harum.
Senyumnya langsung dikembangkan, kala melihat semua keluarganya tengah berkumpul di ruang tamu yang sofanya disimpan di tempat yang lain, agar memiliki space yang luas. Ia menundukkan punggungnya dan mencium tangan orang yang ia tuakan, kemudian beralih tangan dirinya dicium oleh adik-adiknya dan sepupu-sepupunya yang lebih muda darinya. Berakhir, sampai giliran Izza yang mencium tangannya dan mereka disoraki banyak keluarga.
"Kan enak kan? Coba kalau sah," ujar Givan kemudian.
Chandra hanya membalasnya dengan senyum saja, kemudian ia duduk di sebelah ayahnya. "Buka puasa bersama kah nanti, Yah?" Chandra teringat kebiasaan mereka menikmati hari spesial sebelum lebaran.
"Iya, udah pesan catering," jawaban ayahnya membuat Chandra terkekeh.
Ia hafal tabiat ibunya. Ditambah lagi ayahnya yang selalu memanjakan ibunya, pasti tidak tega melihat ibunya harus memasak banyak makanan.
Chandra mendongak ke atas, untuk melihat jam dinding. Ia menggeleng tidak percaya, bahwa sekarang sudah pukul empat sore. Ia ingat kapan terakhir ia mandi, yaitu kemarin pagi saat masih berada di Singapore. Sudah dua hari ia tak mandi.
"Abang baru bangun?" tanya Izza kemudian.
Chandra mengangguk samar dan tertunduk. Ia pun tidak mengerti kenapa ia bisa jago tidur.
"Tak ada waktu dia untuk mendua, Dek. Karena ada waktu senggang, ya dia tidur," ucap Givan yang membuat anaknya ditertawakan.
Chandra menepuk jidatnya sendiri. "Aku belum punya baju baru loh, Yah."
Givan menoleh cepat pada anaknya. Ia tidak mengerti, kenapa anaknya selalu mengalihkan pembicaraan ketika mereka tengah mencoba memojokkan Chandra dengan Izza.
"Kau mikirin itu?" Givan terus memandang wajah anaknya.
Ia tidak mengerti, kenapa anaknya selalu menolak pernikahan. Padahal ia pun tahu sendiri, jika Izza adalah pujaan anaknya sejak kelas satu SMP.
Chandra melirik ayahnya, kemudian ia mengangguk cepat.
Givan mengambil ancang-ancang, untuk berbicara dengan nada rendah. "Kakak-kakak kau udah pada nikah, tengok Aksa dan Adib juga tuh. Mereka udah ada anak semua, Bang. Itu calon Zio, habis lebaran haji mereka nikah. Gimana kau? Kau yakin dilangkahi lagi?" Ia berbicara pelan untuk menjaga perasaan anaknya.
Chandra langsung melihat pada seorang adik perempuan, yang terlihat diam dan murung. Ia tahu bagaimana perasaan Ceysa, kalah Hadi hadir dengan seorang wanita yang terlihat begitu bahagia duduk di samping Hadi. Chandra dikenalkan perempuan tersebut sudah lama, perempuan tersebut pun kini hadir dengan status calon istri Hadi.
Givan langsung mengikuti arah pandang anak laki-lakinya. Ia bertanya-tanya, apa hubungannya anak laki-lakinya dengan anak tirinya, Ceysa. Jelas tidak mungkin, jika di antara keduanya memiliki hubungan khusus. Namun, Givan menangkap ada sesuatu yang sulit dimengerti di sorot mata keduanya.
Sorot mata Ceysa yang nampak kosong dan hampa, dengan sorot mata Chandra yang terlihat iba dan tulus. Givan semakin menerka-nerka, tentang apa yang terjadi dengan kedua anaknya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Mafa
alhamdulillah ahirnya ada izza , wanita yg teguh pendirian dan g mudah pasrah pd laki2 seperti kebanyak tokoh wanita di novel outhor
2023-01-10
1
khair
kasian ceysa, si anak yatim... malang betul nasibnya
2022-12-13
4
khair
ya ulltimatum lah... kawin ama Chandra.. adiknya ya otomatis jadi adik si izza
2022-12-13
4