"Za…." Givan memanggil pemilik mobil ini.
Ia teringat ketika ia keluar dari rumah satu jam yang lalu, tidak ada mobil calon menantunya di depan pagar rumahnya. Namun, saat pulang dari keperluannya dari rumah furniture tempat usahanya. Ia mendapati mobil Izza di depan rumahnya.
Gerakan panik Chandra dan Izza di dalam mobil tersebut, membuat mobil sedikit bergoyang. Givan yakin, di dalam mobil tersebut ada orang.
Ia bersedekap tangan, kemudian menunggu orang keluar dari mobil Izza. Ia tidak percaya, alisnya menyatu menggambarkan kebingungannya.
"Kau ngapain?" Givan bertanya cepat pada Chandra yang baru keluar dari dalam mobil.
Telinga anaknya yang biasanya begitu cerah, seperti warna kulitnya. Kini terlihat memerah, dengan bekas lipstik yang tersisa di bibir anak laki-laki tertuanya.
"Ish!" Givan sudah menebak apa yang dilakukan anaknya.
"Pulang, Za. Udah malam." Givan melongok ke dalam mobil, melihat Izza yang nampak panik dengan gerakan tak menentu.
"Iya, Yah." Izza mencoba menyamarkan kegugupannya dengan senyum ramahnya.
"Belanjaan aku, Dek." Chandra melongok mengambil belanjaan miliknya.
"Oh, ya." Izza membantu mengambilkan belanjaan kekasihnya.
"Ati-ati pulangnya, Dek." Chandra menutup pintu mobil Izza, setelah ia mendapatkan belanjaannya.
"Ya, Bang."
Tin….
Izza membunyikan klaksonnya, kala kendaraannya sudah melaju perlahan meninggalkan tempat tersebut. Kini Chandra dirundung ketakutan, ia khawatir ayahnya memberi pertanyaan macam-macam padanya.
"Coba gini." Givan mengusap mulutnya dengan lengan bajunya.
Chandra lekas melakukan hal yang ayahnya contohkan. Ia terkejut, ketika ada bekas pewarna bibir menempel pada lengan bajunya yang baru ia gunakan untuk mengusap mulut.
"Lulusan pesantren kok gitu." Givan geleng-geleng kepala, dengan memasuki rumah.
Chandra merasa amat malu. Ia tidak menyangka, ternyata ayahnya berada di luar rumah.
"Ayah dari mana?" Chandra mengekori ayahnya.
"Dari bapa Ghavi, abis ke rumah furniture," jawab Givan dengan terus melangkah.
"Kok tak dari pintu samping, Yah?" Itu adalah jalan pintas, untuk menuju ke rumah sebelah.
"Karena ada mobil Izza, jadi Ayah penasaran. Ayah taunya Izza pulang jam tujuh tadi." Givan menoleh ke belakang, ia menyetarakan langkahnya dengan anaknya.
"Ohh." Chandra bingung ingin menimpali apa.
"Besok kalau free, nanti ke Ayah ya? Ayah mau banyak ngobrol." Givan merangkul anaknya.
Chandra sudah berdebar, ia yakin ia akan diberi pertanyaan sekitar kemesuman yang ia lakukan pada Izza. "Aku bisa jelaskan kok, Yah." Ia tidak mau menunggu hari esok, karena ia pasti selalu merasa tidak tenang nantinya.
"Apa? Nyium Izza? Dosa-dosa kau, kau pasti tau hukumnya. Kau lulusan pesantren, Bang. Harusnya, kau tau baiknya gimana untuk diri kau sendiri, pasangan kau, orang tua kau. Kau kau karena ulah kau, anak kau jadi taruhannya? Saya terima nikahnya anak kau binti Ismu Nurul Izza. Lah, apa tak malu kau? Ayah aja nyesel betul." Givan memiliki keyakinan, jika anaknya pasti tahu batasan. Hanya saja, ia tidak ingin anaknya terlalu terhanyut dalam perasaan puas sebelum menikah.
"Iya, Yah." Chandra tertunduk dan masih mengikuti langkah ayahnya.
"Ingat adik-adik kau perempuan." Setelah mengatakan itu, Givan berbelok ke kerumunan yang terdapat istrinya di sana.
"Biyung, Sayang. Belum tidur sih?" Suara ayahnya mendapat sorakan anak-anaknya.
Chandra memperhatikan adik-adiknya yang berbahagia, sampai akhirnya ia memutuskan untuk masuk ke kamarnya dan menaruh isi belanjaannya. Terbesit di otaknya, untuk mencuci pakaian tersebut sembari menunggu kantuknya datang.
Setelah ia berganti pakaian kembali, ia berjalan ke arah belakang untuk mencuci baju-baju barunya. Setelah mensetting mesin cuci tersebut untuk mencuci dan mengeringkan otomatis, Chandra beranjak keluar rumah untuk melihat keramaian adik-adiknya.
Ia merasa, banyak sepupunya yang sudah tidak ada di sini. Ia teringat akan Ceysa, ia pun tidak melihat adiknya di sekitar sini. Ia melipir ke arah rumah Ceysa, untuk berbincang dengan adiknya yang tengah down tersebut. Ia yakin tidak hanya fisiknya, mental Ceysa juga tengah begitu terpuruk. Meski Ceysa dikatakan anak genius, tapi tidak dengan hatinya. Ia tetaplah seorang perempuan, yang memiliki perasaan yang sensitif dan lembut.
Namun, ia terkejut ketika Hadi malah keluar dari rumah adiknya yang tengah menikmati waktu kesendiriannya tersebut.
"Heh, ngapain?!" Urat tidak biasa terpasang di wajah Chandra.
Hadi kalap, ia tidak tahu jika Chandra melihatnya yang baru keluar dari rumah Ceysa. Meski ia tidak melakukan apa-apa, tapi ia yang tengah melakukan jaga jarak demi menghargai perasaan Sekar, merasa takut jika Chandra menanyakan kenapa dirinya setahun belakangan menjaga jarak dengan mereka.
"Itu, nganterin makanan ke Ceysa. Dia tak ikut kumpul, katanya tak enak badan. Jadi, aku disuruh biyung untuk anterin makanan ke Ceysa," jelas Hadi dengan cepat karena ia gugup.
Chandra hanya diam dengan melangkah naik ke teras rumah Ceysa. Ia tidak menghiraukan Hadi yang masih terdiam di tempat, Hadi malah terlihat bingung kala Chandra melewatinya begitu saja.
Brughhhh….
Chandra membanting pintu rumah Ceysa, membuat Hadi tersentak kaget dan mengusap-usap dadanya sendiri. Ia tidak tahu, efek dari ia menjaga jarak dengan mereka akan seperti ini.
Ia merasa seperti dirinya dimusuhi oleh mereka.
"Dek…." Chandra mencari keberadaan Ceysa.
"Di sini, Bang."
Chandra menemukan Ceysa yang tengah berkutat dengan laptopnya. Ia menghampiri adiknya yang tengah sibuk tersebut, ia melihat isi laptop adiknya.
"PT. Cipta Aneuk Daeng. Kok lucu?" Chandra terkekeh melihat proposal adiknya.
"Aku olah sawit aku sendiri, Bang. Aku lagi daftar PT, biar resmi." Ceysa tidak memperdulikan kekehan adiknya.
"Semoga sukses ya? Abang bantu semampu Abang." Chandra tersenyum dengan menatap layar laptop Ceysa.
"Ya, Bang." Ceysa mendongak menatap kakaknya. "Mau ngobrol apa, Bang?" Ia menyimpan proposal yang telah ia buat, kemudian ia mematikan laptopnya.
"Abang pikir, kau mau cerita tentang kejadian kau sama Hadi? Dari awal Abang ikut keinginan kau, Abang diam dan tak lakukan apapun karena ngehargai keputusan kau. Tapi tengok Hadi kek gitu, Abang malah berpikir bahwa dia punya masalah sama kau." Chandra mencari tempat duduk, tapi Ceysa malah mengajaknya untuk lesehan di karpet ruang keluarga tersebut.
Terdapat beberapa makanan di atas piring, berada di tengah-tengah karpet tersebut. Itu adalah makanan yang dibawakan oleh Hadi untuk Ceysa.
"Coba Abang tengok bekas luka kau." Saat di Singapore, Chandra selalu melihat bekas luka tersebut.
Ceysa menyibakkan kemejanya. Ia mengenakan setelan kulot dan kemeja, membuatnya mudah untuk menunjukkan bekas luka yang berada di bawah pusarnya.
"Udah tak apa, Bang. Cuma ya kalau dibawa perjalanan itu sakit." Ceysa merasa dirinya pulih.
"Kau sampai dibedah begitu, lahirin anak Hadi. Hadi yang punya benih, adem aja kek tak ngerasa. Sebenarnya tuh gimana? Kenapa kau sampai milih nunggu Hadi untuk datang sendiri dan tahu sendiri keadaan kau di sana? Dia tak datang-datang, ya sampai anaknya lahir dia tak tau. Abang rasa nyesel, udah ikutin keinginan kau." Chandra menekuk satu lututnya dan meluruskan satu kakinya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
khair
wah kayaknya ulah Sekar ni.. ngajak mabuk... tiba tiba kejadian
2022-12-13
4
SAHRIANI
kok kayak sedih banget ending nya, jadi kepengen nangis aja,
2022-12-12
4
mboke nio
ngikut alur kak anissa saja...sambil nunggu kak nissa khilaf up si ken ken😁😁😁
2022-12-12
4