"Boleh, Ceysa mau kapan? Besok kah?"
Bagikan Ceysa dapat memeluk semua bunga yang berada di satu taman. Senyumnya langsung mengembang sempurna, dengan ia langsung mengeluarkan ponselnya.
"Boleh, Ceysa hubungi bang Chandra dulu ya? Kita berangkat bertiga, nanti pulang lagi dengan barang berharga Ceysa." Ceysa ingin mengatakan, mereka pulang akan berempat. Namun, ia tidak ingin membuat Hadi curiga.
"Kan Hadi temani Ceysa, kok masih sama bang Chandra aja? Hadi kira, Ceysa butuh Hadi untuk temani ke sana karena Ceysa tak berani sendirian untuk ambil." Hadi mengemukakan pendapatnya.
"Ceysa butuh Hadi untuk bawa barang berharga Ceysa." Ceysa tersenyum lebar dengan dagu menempel pada bahu kiri Hadi.
"Loh? Berat sangat kah?" Hadi tidak mengerti dengan maksud jelas dari Ceysa.
"Ya sekitar tiga kiloan." Ceysa teringat bayinya lahir di angka tiga koma dua kilogram.
"Bang Chandra untuk apa ikut, kalau barang bawaan dibawa Hadi?" Hadi tidak mengerti fungsi dirinya di sana.
"Bang Chandra untuk bawa barang-barang Ceysa yang lain, karena Ceysa punya koper yang harus dibawa bang Chandra." Yang Ceysa maksudkan, adalah tentang kebutuhan anaknya selama perjalanan.
Ia tahu, dirinya saja mampu membawa. Tapi ia membawa perantara kakaknya, untuk menjadi pihak yang mendukung dan menjelaskan akan keberadaan anaknya.
Hadi mengangguk. "Iya deh. Tapi jangan lama-lama ya di sana, Ceysa? Hadi mulai belajar di Senin depan." Hadi menghitung enam hari cukup untuk perjalanan mereka dan waktu istirahatnya.
"Tak kok, Hadi. Kalau udah ambil, Hadi ngerti, ya kita bisa bawa pulang langsung barang berharga Ceysa." Sering pernyataan Ceysa, hari mulai curiga dan bingung dengan teka-teki yang ada.
"Kok jadi patokannya sama Hadi?" Hadi semakin bingung.
"Pokoknya kita berangkat kan? Jadi kan? Hadi mau kan?" Ceysa tidak ingin dirinya keceplosan terlalu banyak.
"Iya oke, Ceysa." Hadi tidak bisa menolak keinginan Ceysa.
Ia bisa memberi alasan pada Chandra, tapi ia tidak bisa memberi alasan pada Ceysa. Apalagi, ia merasa mampu untuk memenuhi keinginan Ceysa.
"Tuh, Hadi. Tukang bakso langganan kita." Ceysa menunjuk ruko di sisi kirinya.
"Buat Ceysa aja ya?" Hadi merasa dirinya tidak mampu untuk membayar dua mangkuk bakso. Ia tidak membawa uang, ia pagi tadi hanya diberi uang pegangan oleh ayahnya senilai lima puluh ribu.
"Tenang, Hadi. Ceysa bawa uang. Hadi tuh tak kaya-kaya sih, ma abu punya Fortuner terbaru harga tujuh ratus jutaan, jangan buat malu dong." Ceysa menarik Hadi masuk ke dalam ruko tukang bakso tersebut.
"Ada, Cantik. Kan buat mas kawin Ceysa," terangnya lirih, tapi mampu menarik perhatian Ceysa.
Jelas hati Ceysa langsung terenyuh. Ia berpikir, bahwa beruntungnya perempuan yang akan diperistri Hadi. Karena Hadi bisa menyisihkan uangnya, sebagai tanda kesungguhannya. Meski kalimat Hadi merujuk pada Ceysa langsung, tapi ia sadar jika ada perempuan lain yang dijanjikan oleh Hadi.
"Sok masuk." Hadi melepaskan tangan Ceysa. Ia memiliki uang, tapi di rumah, tidak ia bawa untuk saat ini.
"Hadi juga, Ceysa ada uang." Ceysa kembali mencekal lengan Hadi.
Hadi mengangguk. "Nanti di rumah Hadi ganti." Ia mengikuti tarikan tangan Ceysa.
Terkejut bukan main, karena Hadi malah mendapat tatapan marah ketika baru masuk ke dalam ruko bakso tersebut. Ceysa menyadari, tapi ia bisa bersikap santai, dengan masih mencekal lengan Hadi.
"Buat tiga puluh bungkus untuk di rumah, Pak Cek. Makan di sininya dua."
Hadi bertambah terkejut dengan pesanan yang Ceysa buat. Perhatiannya teralihkan seketika, bukan lagi fokus pada tatapan marah Sekar yang berjarak tiga meter dari tempatnya berdiri.
"Aduh, Ceysa. Udah berkurang satu gram uang untuk mas kawinnya nanti." Mendengar kefrustasian Hadi, Ceysa malah tertawa geli dengan mencengkeram pegangan pada lengan Hadi.
"Hadi yang sukses dong, nikahi orang kaya nanti diminta mahar tinggi loh." Sudah biasa Ceysa bergurau sedikit ekstrim dengan Hadi. Jika orangnya bukan Hadi, mungkin ia akan tersinggung.
"Ya udah, nanti dihamili dulu aja biar murah," bisik Hadi dengan menahan senyumnya.
Ceysa bertambah ingin tergelak lepas, tapi ia teringat jika perutnya tidak baik-baik saja. Ia mencoba menahan tawanya, tapi malah tidak sengaja menganiaya lengan Hadi.
"Nanti Hadi kerja dulu, usaha dulu. Sabar, masa depan masih panjang. Hadi baru mau semester tiga ini tuh, baru selesai semester dua. Wajar belum beruang," lanjut Hadi kemudian.
"Ya tak apa, asal jangan nunggu buaya aja, beruang tak apa," timpal Ceysa kemudian.
Mereka tidak menyadari, jika Sekar sudah begitu dekat dengan posisi mereka. Ia bersedekap tangan, dengan menatap mereka penuh amarah. Beberapa pengunjung yang merupakan tetangga mereka sendiri, tentu langsung memusatkan perhatiannya pada mereka.
"Begitu ya cara kau?! Inilah kenapa makanya aku larang kau komunikasi dan ketemu Ceysa!"
Barulah mereka menoleh ke arah Sekar. Hadi melirik Ceysa, dengan Ceysa yang memandang Hadi dan Sekar secara bergantian.
"Kita lihat nanti ya?" Ceysa memberikan senyum pada Sekar.
Kemudian ia berbalik badan menghampiri tukang bakso yang tengah sibuk menuangkan kuah bakso tersebut. "Buat tiga puluh lima bungkus aja deh, Pak Cek. Tak jadi makan di sini. Dianterin ke rumah ya, Pak Cek?" Ceysa langsung membuka dompetnya yang ia genggam sejak tadi.
Terlihat juga benda pilih dengan harga fantastis, di dalam dompet tersebut. Merek dari dompet tersebut pun, mencerminkan bagaimana status ekonomi seorang Ceysa.
"Dianterin ke mana, Dek Ceysa?" Pedagang tersebut tahu, jika Ceysa memiliki rumah sendiri.
"Di rumah teungku haji aja, Pak Cek. Lagi kumpulan di sana semua. Jadi berapa totalnya?" Ceysa bersiap mengeluarkan uangnya.
"Yang jumbo semua ya?" Pedagang tersebut mengalihkan perhatiannya dari kegiatannya sejenak.
"Iya, Pak Cek. Campur semua isinya, saos sambal dipisah aja."
"Jadi, enam ratus tiga puluh ribu." Pedagang bakso selalu tersenyum senang, jika keluarga tersebut membeli bakso padanya. Karena mempersingkat waktunya berjualan, dikarenakan baksonya cepat habis.
"Uangnya tujuh ratus ribu, sisanya tak usah dibalikin. Diantar ke sana ya, Pak Cek? Jangan lama-lama, nanti kelupaan mau makan bakso." Riang dan ramahnya tutur kata Ceysa.
"Oke siap, Dek Ceysa. Ini udah lagi disiapkan." Pedagang bakso tersebut menerima pembayaran Ceysa.
Kemudian, ia berbalik badan dan memegangi Hari kembali. "Aku bawa ya Hadinya? Setelah ini, masalah Hadi sama kau, jadi masalah aku." Ceysa mengunci sorot Sekar.
Sorot mata tajamnya, sudah seperti sorot mata ayah kandungnya.
Ceysa merasa amat percaya diri, jika Hadi kembali seperti Hadi yang ia kenal dulu. Ia merasa memiliki kekuatan, untuk mengambil alih ayah dari anaknya.
"Sadar diri!" Sekar tersenyum menyepelekan.
"Kau yang sadar diri! Dari kecil, Hadi udah milik aku. Kau tak akan tau, kalau selama ini dia ngusahain mas kawin untuk aku. Bukan untuk kau!" Ceysa sengaja memanas-manasi Sekar.
Mata Sekar mekar seketika.
"Jangan dikasih tau!" Hadi menepuk jidatnya sendiri.
Ia merasa dirinya seperti ketahuan berselingkuh. Padahal, dirinya pun tidak merasa menjalin hubungan hangat dengan Sekar.
"Kau jelek dan kere aja banyak tingkah betul, Di!"
Ceysa dan Hadi melongo tak percaya, mendengar makian Hadi.
"Ya makanya kau jangan kere juga dong! Hadi kere, kau kere, nanti gimana masa depan kalian?!" Ceysa bersedekap tangan dengan menaikan dagunya.
Ia cukup pandai mengcopy paste mulut ayah sambungnya. Meski hanya ayah sambungnya, tapi peran Givan begitu besar untuk pertumbuhannya.
"Udah, Ceysa. Padahal mirip kakek Riyana penuh sejarah pesona, malah dibilang jelek," gerutu Hadi dengan merangkul Ceysa untuk keluar dari ruko bakso tersebut.
Pikirannya sudah macam-macam, tentang asumsi tetangganya yang melihatnya diperebutkan dua wanita. Itu bukan kebanggaan untuk Hadi, ia malah seperti pengkhianat ulung.
"Hadi tak jelek padahal. Tapi memang tak setampan bang Chandra aja." Ceysa membuat Hadi terkekeh kecil.
"Tapi Ceysa cantik, padahal mangge Lendra jelek." Hadi selalu memuji Ceysa, jika Ceysa mengejeknya dengan halus.
"Kan biyung cantik, Di. Tengok dong ratunya siapa?" Ceysa makin bersombong diri, hal itu membuat Hari bertambah geli.
Tentu sosok Ceysa yang dikenal teman-temannya, tidak sama seperti sosok Ceysa jika di hadapan Hadi.
"Ma aku jelek rupanya." Hadi geleng-geleng kepala dengan wajah murung.
Ceysa kembali menertawakan Hadi, sampai ia lupa dengan luka bekas operasinya. Ia langsung meringis kesakitan dengan memegangi lukanya, membuat Hadi langsung panik melihat reaksi Ceysa.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 296 Episodes
Comments
Edelweiss🍀
Agak sedih gimana gitu Hadi sebagai ayah dari anak Ceysa malah gak tau dia udh punya anak😢😢😢😢 semoga lancar ya berangkat ke Singapur nya. Minimal Hadi tau lah, masalah nanti urusan belakanganan 🥺🥺🥺
2022-12-17
1
Red Velvet
siap2 Sekar, kebohonganmu akan terbongkar😌 kak Nisa jgn lama2 bikin Hadi cepat tau kebenarannya ya kasian Ceysa😣😣
2022-12-17
1
Yuli Amoorea Mega
Ya ikut jejak omongan pedasnya givan bg Chandra, Cessa n Ra hhhhh klo Cani ky biyung ntah Cala nih
2022-12-17
1