Hari-hari segera berlalu dalam sekejap, hari berganti hari dan minggu berganti minggu.
Airin selama tinggal dirumah Erlan, dia merasa cukup nyaman dan lebih banyak terbiasa.
Dan sekarang di sela-sela hari damai ini, ada acara penting yang menunggu mereka.
"Ah, benar bagaimana jika kita ke pemakaman Kakek? Kak Erlan, sebelum pergi ke sana bukan,"
Erlan yang mendengar kata-kata Airin itu, terlihat terdiam sebentar.
Ya, mungkin karena dirinya selama ini masih belum percaya, tentang apa yang terjadi pada Kakeknya, tank bagaimana kakeknya pergi begitu cepat.
Semua hal terjadi begitu cepat sampai sampai, Erlan masih belum terbiasa menghadapi semua ini.
Tentang Kakinya yang saat ini lumpuh, soal penghianatan dan perceraiannya, juga soal kematian Kakeknya.
Hal hai ini sangat berat untuk Erlan terima begitu saja.
Namun mungkin ini juga saatnya untuk dirinya mencoba untuk menerima semua ini.
"Ya, mari kita ke sana,"
Airin awalnya sedikit ragu ketika menanyakan hal ini, kena dirinya juga tahu hal ini pasti sangat berat Erlan, soal kematian Kakeknya itu, bagaimanapun Airin tahu jika Erlan sangat dekat dengan kakeknya itu.
Walaupun, dalam momen-momen terakhir pertemuan mereka berdua, mereka berdua terlihat berselisih...
Namun mungkin justru itu yang membuat semuanya jadi sulit.
"Apakah Kak Erlan tidak apa-apa?"
"Ya, kamu tenang saja aku sudah tidak apa-apa,"
Dan begitulah mereka berdua mulai bersiap-siap untuk pergi ke pemakaman Keluarga Castillo.
Namun sayangnya, ada hal yang tidak mereka berdua juga ketika mereka sampai di tempat pemakaman itu.
Itu benar, kebetulan Airin dan Erlan yang masih berada di parkiran, melihat Keluarga Castillo yang lain ternyata mengunjungi pemakaman itu.
Lebih tepatnya, itu berisi, Ayah Erlan, dan Ibu Tirinya, juga Austin dan Sylvia juga.
Airin yang melihat itu tentu saja menjadi cemas, dan setelah memberikan beberapa kode kepada Erlan, Airin segera bersembunyi dibalik salah satu mobil disana.
Jadi, yang bertemu dengan Keluarga itu hanya Erlan, alasan Airin sembunyi karena dirinya tidak ingin dituduh yang macam-macam jika terlihat bersama Erlan.
Dan lagi, Airin juga tidak ingin rencana balas dendam nya itu terungkap.
Airin dari balik mobil lalu mulai melihat percakapan antara keluarga itu.
Austin pertama kali bicara menatap ke arah, Erlan.
"Owh, Astaga Kak Erlan? Walaupun sudah satu bulan berlalu, aku tidak menyangka kakak masih saja lumpuh seperti ini sudah aku juga jika kamu akan lumpuh selamanya,"
"Tutup mulutmu, Austin," kata Erlan dengan nada dingin.
"Cih, kenapa kamu masih begitu sombong walaupun keadaanmu seperti itu?"
Erlan memilih untuk mencoba menahan emosinya agar tidak terpancing oleh perkataan adiknya.
Erlan, pertama-tama menyapa orang paling tua yang ada di keluarganya itu, yaitu Ayah Kandungnya, Max Castillo.
"Salam, Ayah,"
Ayah Erlan, di situ hanya mengangguk ringan menerima sapaan dari Putra tertuanya itu.
Erlan juga paham, hubungan antara dirinya dan Ayahnya itu tidak begitu baik.
Itu mungkin karena Kakeknya, dulu daripada menyerahkan jabatan CEO pada Ayah Erlan, namun nggak malah langsung memberikannya kepada Erlan, seolah melangkahi Ayahnya itu.
Hubungan, antara Kakek Erlan dan Ayah Erlan, memang terlihat kurang baik dari awal, dan Erlan kebetulan terlibat dalam pertarungan ayah dan anak yang membingungkan itu.
"Kamu belum sembuh?" Tanya Ayah Erlan setelah menatap putranya itu masih duduk di atas kursi roda.
"Kata dokter aku masih membutuhkan beberapa terapi sampai aku sembuh,"
"Jadi begitu,"
"Ayah barusan mengujugi Makam Kakek?"
"Ya, itu benar,"
"Sangat kebetulan aku juga ingin berkunjung ke sana. band lucky mumpung kita bertemu di sini sebenarnya ada beberapa hal yang ingin aku sampaikan pada Ayah,"
"Katakan, hal penting apa yang ingin kamu sampaikan,"
"Aku ingin mengambil Hak Warisan milikku,"
Mendengar kata-kata yang sangat jelas itu keluar dari Erlan, jelas saja semua orang yang ada di sana segera menatap dengan marah, termasuk Ayah Erlan, Max.
"Bicara omong kosong apa kamu?" Kata Max dengan marah.
"Itu benar, Ayah kita bahkan masih hidup, kamu tidak tahu malu meminta warisan!" Kata Austin tidak terima.
"Kakek seharusnya memberikan beberapa Warisannya padaku,"
"Erlan, benar apa kata Austin, Ayahmu ini masih hidup namun kamu bisa bisanya meminta hak warisan you dan jelas warisan dari kakakmu itu diberikan padaku yang merupakan anaknya,"
"Namun aku ingin pembagian nya untuk sekarang, kan lebih cepat juga setidaknya dibagi semuanya dengan jelas,"
Sekarang, Ibu Tiri Erlan lalu berkata,
"Sayang, jangan dengarkan apa kata putra tertua mu itu, itu benar benar tidak tahu malu meminta warisan semacam itu tiba-tiba, dan lagi bukankah Erlan ini mandul? untuk apa pula memberikan warisan padanya kalau nanti di masa depan dia tidak akan bisa meneruskannya pada anaknya?"
Kata-kata itu, terdengar begitu tajam namun sangat melukai harga diri Erlan.
Erlan hanya bisa menahan amarah nya.
"Itu, benar Erlan. Ayah pikir lagi, kamu memang tidak akan memiliki keturunan dimasa depan, jadi ayah pikir sangat sia-sia memberikan warisan padamu, yang tidak akan pernah bisa diturunkan ke generasi berikutnya,"
"Ayah jangan bicara sembarangan! Aku tidak mandul!" Kata Erlan lagi, dengan marah.
"Erlan, kamu tidak perlu menyembunyikannya. Kami semua sudah dengar soal kamu tidak akan bisa memiliki anak itu dari, Sylvia. Kami sudah tahu segalanya jadi setelah dipikir-pikir memang seharusnya, tidak perlu ada warisan untukmu, toh tidak akan ada generasi selanjutnya darimu,"
Austin yang mendengar itu lalu segera menambahkan juga,
"Itu benar, Kak Erlan apa gunanya kakak memiliki Warisan? Jika Kakak tidak akan memiliki anak yang bisa meneruskan nya? Hah, benar-benar tidak berguna,"
"Ayah! Aku pikir ini tidak adil, Aku ingat jika Kakek akan memberiku...."
Namun sebelum Erlan bisa melanjutkan bicara, Austin segera memotongnya.
"Kakek akan memberimu Saham Perusahaan katanya? Jangan kamu bermimpi! Setelah apa yang kamu lakukan pada perusahaan, untuk kamu tidak dimasukkan ke dalam penjara saja sudah merupakan suatu kebaikan dari Kakek,"
"Kalian jangan sembarangan menuduhku! Ini aku jelas di Fitnah! Ayah! Ayah seharusnya yang paling tahu segalanya!"
Max memilih diam, tidak mengatakan apapun, dan segera pergi dari sana menuju kearah mobilnya bersama Istrinya.
Hal ini, semakin membuat Erlan kecewa.
Dan sekarang, hanya ada Austin dan Sylvia disana.
"Kak Erlan, sepertinya tidak sadar dengan posisimu, lihat sekarang keadaanmu seperti ini, laki-laki Lumpuh, dan lagi mandul yang tidak bisa memiliki anak, namun kamu masih bertingkah begitu sombong, bahkan berani meminta warisan segala!" Kata Austin lagi sambil menendang kursi roda Erlan.
Jalanan di parkiran tidak terlalu rata itu semua membuat, Kursi roda Erlan sedikit tergelincir.
Erlan tidak siap dengan hal itu, tentu saja menjadi jatuh dari kursi rodanya.
Austin yang melihat itu lalu segera tertawa dengan senang,
"Lihat, bahkan tanpa kursi roda mu itu kamu sekarang sudah tidak bisa apa-apa lagi!"
Erlan mencoba untuk bangun, dan berdiri, namun gagal.
"Hah! Jelas kamu itu lumpuh, seorang Pria cacat! Tapi masih berlagak kuat! Benar bukan Sylvia? Kak Erlan, sudah menjadi sampah sekarang,"
Sylvia yang tadi tadi diam lalu segera angkat bicara.
"Itu benar, Erlan kamu itu sebaiknya menyadari posisimu dan jangan minta yang aneh-aneh seperti warisan, kamu sendiri harusnya yang paling paham jika kamu itu tidak akan memiliki keturunan, jadi tidak ada gunanya memiliki warisan,"
"Sylvia! Kamu benar-benar berani mengatakan semua omong kosong tentangku pada semua orang? Soal aku yang tidak bisa punya anak?"
Ya, Erlan sesungguhnya benar-benar tidak pernah menyangka jika Sylvia bisa menjadi seperti itu.
Seorang wanita yang seharusnya menjadi belahan jiwanya...
Sejujurnya, hatinya masih sakit melihat meraka berdua bersama, namun dirinya mencoba menahan nya selama ini.
Masih sulit untuk melupakan semua rasa ini dalam sekejap.
Namun, semakin ke belakang dirinya menjadi semakin mengerti sifat asli dari wanita itu...
"Apa? Aku hanya mengatakan kebenarannya!"
Erlan ingin membantah itu semua namun pada dasarnya sebagian yang dikatakan untuk benar soal dirinya yang masih kurang subur, hingga dalam tiga tahun pernikahannya itu, dirinya belum diberikan keturunan.
Fakta ini begitu menyakitkan jika di ungkit-ungkit, membuat Erlan merasa begitu sakit belum lagi kenyataan bahwa dirinya sekarang lumpur yang bahkan tidak bisa kembali duduk kembali ke kursi roda setelah jatuh dari kursi rodanya itu.
Perasaan di abaikan oleh Ayah Kandungnya sendiri, lalu di hina oleh adiknya sendiri, dan mantan Istrinya....
Airin yang menatap dari jauh itu, merasa tidak tahan dengan cara mereka semua menghina Erlan, apalagi sekarang Erlan yang ada di tanah itu, jatuh.
Akhirnya, Airin kesana dan membantu Erlan untuk kembali duduk di kursi rodanya.
Erlan yang tiba-tiba merasakan pelukan hangat yang membantunya bangun itu jelas merasa terkejut.
Itu pula dengan dua orang yang ada di sini.
Austin, yang paling pertama untuk berbicara,
"Airin! Kenapa kamu bisa ada di sini!"
Airin lalu segera menatap kearah Austin,
"Apakah aku berada di mana itu jelas tidak ada hubungannya dengannya," kata Airin dengan ekpersi marah pada Austin, lalu segera menatap kearah Erlan, dan mulai menanyakan keadaannya juga membenarkan posisi duduk Erlan di kursi rodanya.
Austin yang melihat itu tiba-tiba menjadi sangat marah.
"Hah! Sudah Aku duga, Airin! Kamu itu ternyata tidak tahu diri! Ternyata, selama ini kamu memang memiliki perasaan pada Kak Erlan!"
Airin mendengar omong kosong dari Austin itu jelas menjadi semakin marah.
"Jangan samakan Aku dengan sampah seperti Kamu dan Sylvia! Berani berselingkuh di belakang! Aku disini, membantu Kak Erlan karena rasa kemanusiaan, tidak seperti kalian berdua yang akan manusia dan tidak memiliki hati, bisa-bisanya kalian sampai membiarkan Kak Erlan jatuh seperti ini, bahkan tidak ada yang mau menolongnya!"
"Siapa yang kamu bilang sampah? Airin! Kamu yang tidak tahu malu! Sekarang lihat, kamu pasti mencoba merayu Erlan!" kata Sylvia dengan marah.
Airin, mendengar perkataan mereka berdua menjadi semakin emosi.
"Sylvia, cari semua orang di sini kamu yang selalu menggoda suami orang, bisa-bisanya menyebut Aku begitu? Siapa di sini yang merupakan wanita murahan?"
Sylvia yang marah itu, jelas mencoba menampar Airin, Airin jelas sudah menduga dirinya akan di tampar, namun yang tidak Airin kira, bahwa tamparan itu tidak pernah sampai ke pipinya.
Tangan Erlan memegang tangan Sylvia, mencegah Sylvia untuk menampar pipi Airin.
Sylvia juga menjadi terkejut dengan ini tiba-tiba, melihat Erlan membela Airin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Ida Blado
katanya readers tinggal baca aja krn gk buat ceritanya,tpi kita bacanya jg hrs sambil mikir arti deretan kalimat yg sebenernya,itu jg blm ktentu pas
2023-01-18
1
Ida Blado
sejauh ini typo masih bertebaran,tanda kalau authornya blm melakukan perbaikan
2023-01-18
0
cinta pertama
lanjut thor
2022-12-15
0