BAB 04

“Hai Babik kuda.” Saat Angga membuka pintu kos Zumna menyambutnya dengan senyum selebar iklan pepsoden, “telat tiga detik nih lo bukain pintunya.” Katanya lagi sambil melihat jam yang mengiasi pergelangan tangannya.

Angga berdecak malas, tubuhnya menyender pada pintu. Kedua tangannya dia lipat di depan dada, menatap Zumna dengan gaya cool. “Lo gak bisa ya kalau gak ganguin hidup gue?”

Rambut panjang Angga terlihat kusut, namun dimata Zumna itu malah membuat tampilan laki-laki itu semakin menawan. Ditambah lagi kaos putih yang bertuliskan FG juga celana hitam polos membuat Angga terlihat seperti model walaupun tampilannya seperti laki-laki rumahan pada umumnya. Zumna segera menepis kekagumannya. Tidak mungkin dia memuji babik menyeblakan dihadapannya ini walaupun itu dalam batinnya sekalipun.

“Oh jadi selama ini gue ganguin hidup lo?” Zumna pura-pura berang.

“Udah tau masih nanya.” Angga menyentil jidat Zumna, “ngapain sih malem-malem ke sini?”

“Auhhh sakit babik.” Rengek Zumna sambil memengangi jidatnya yang terasa perih akibat sentilan jari Angga. “ah bakalan berbekas nih pasti.” Sungutnya kesal

“Mana?” tanya Angga sambil memeriksa dahi Zumna, “sini gue tiup biar perihnya hilang.” Lalu tanpa menunggu jawaban Zumna, Angga meraih kepala Zuman untuk mendekat ke arahnya dan meniup dahi perempuan itu.

“lo udah sikat gigi kan? Nanti kena infeksi lagi karena bau jigong lo.” Ya ampun kapan sih Zumna tidak menyebalkan. Angga rasa Zumna ditakdirkan untuk bersikap menyebalkan di setiap harinya.

“Udah mending diem.” Dan Angga masih meniup-niup kecil dahi Zumna. Zumna tampak tidak protes lagi dan hanya pasrah dengan apa yang Angga lakukan padanya. Perempuan itu tidak dapat memungkiri rasa nyaman karena perlakuan Angga. Ah jangan baper. Zumna terus merapalkan kata-kata itu di dalam hatinya.

“Gue baru tahu kalau lo punya tai lalat di mata.” Angga memperhatikan betul titik hitam samar yang berada di dekat mata Zumna. Kalau dari kejauhan memang tidak akan terlihat, namun jika dari jarak sedekat ini Angga dapat melihatnya dengan sangat jelas. Angga lalu menyentuhnya membuat kepala Zumna mendongkak menatap mata Angga yang sedang menatapnya begitu intens. “cantik.” Guman Angga tanpa sadar.

Apalagi jika dia bisa melihat titik itu dari atas tubuhnya....

KAMPRETTTT. KENAPA DIA JADI MESUM GINI SIH.

“Hah?” mata bulat itu mengerjap imut, “lo bilang apa tadi Ga?” lalu senyum jailpun tercetak jelas diwajah ayunya.

Angga mengerjap, membuat jarak dengan Zumna, “Apaan orang gue gak bilang apa-apa.” Ucapnya seperti pura-pura tidak pernah mengatakan apapun, “Udah lo ke sini malam-malam gini ngapain?” .

Zumna mengerucutkan bibirnya, “Gue belum ngerjain tugas. Dan gue gak ngerti sama sekali.”

“Terus?” kata Angga songong.

“Ya lo ajarin gue dong Ga.” Kata Zumna imut sambil menarik-narik kaos Angga. Ya ampun tahan Ga, jangan bilang kalau perempuan di hadapannya ini imut. Dia gilaaa sangat gila lo harus ingat itu.

“Tapi gak gratis ya.” Ketus Angga.

“Iya besok gue jajanin yang enak-enak deh.” Zumna sampai membuat janji jari kelingking. Angga hanya menatapnya, mendegus kesal karena tingkat keimutan Zumna semakin terlihat jika dia bertingkah seperti ini.

“Janji ya?” Kata Angga sambil menautkan jari kelingkingnya, “terakhir kali lo buat janji lo mengingkarinya.”

“Kali ini gue bakal tepatin deh. Boncengin lo ke kampus selama satu minggu penuh juga traktir lo makanan yang enak-enak.” Zumna lalu tersenyum, “jadi gue boleh masuk kan?”

Lalu dua orang itu masuk ke dalam kos menuju ruang makan dimana Angga hampir menyelesaikan tugasnya. Angga sangat tahu jika membawa perempuan ini masuk ke dalam kos akan sangat beresiko karena peraturan bang Satria buat. Namun karena ini mendesak dan juga anak-anak lainnya sudah tahu jika dia dan Zumna adalah sahabat jadi tidak akan terjadi hal-hal yang mencurigakan jika bang Satria mengetahuinya.

“Adek-adek lo udah tidur ya Ga?” tanya Zumna sambil melihat isi kosan yang tampak legang dari penghuninya.

“Ngapain lo nyariin mereka? Lo mau ngelonin mereka apa gimana?”

“Yeee.” Seru Zumna kesal, “gaklah. Cuma terlihat sepi aja gak kayak biasanya.”

“Iya lo mertamunya di malam-malam buta gini sih. Mereka udah pada molor jam segini.” Angga lalu mengambil kacamatanya lagi dan memakainya. Melanjutkan tugasnya yang hampir selesai.

Zumna sempat terpaku saat melihat Angga dengan kacamatanya. Angga sangat terlihat berbeda jika menggunakan kacamata. Terlihat dewasa sekaligus cool. “Lo mau ngerjain tugas apa mau terus ngelihatin gue sambil magap gitu?”

“Ih apa sih.” Zumna langsung merubah ekspresinya. “pede banget lo babik.”

“Gue emang ganteng kok.” Zumna hampir membenarkan hal itu namun tidak jadi karena wajah Angga benar-benar songong saat mengatakannya.

“Kalau ganteng harusnya lo udah punya pacar.”

“Emangnya gue boleh punya pacar?” Pertanyaan itu tanpa sengaja lolos dari bibir Angga. Angga terdiam saat menyadari pertanyaannya yang terkesan aneh di telinganya, “eh ngapain juga gue izin sama lo.” Angga langsung mengkoreksi, “besok deh gue cari pacar.” Jawabnya enteng menghiraukan raut tak terbaca dari Zumna.

Sumpah gitu aja Angga sudah jantungan rasanya. Aneh banget gak sih.

“Gak ada yang mau sama lo.” Jawab Zumna ketus, “lo kan ceroboh banget orangnya. Sehari jadian udah ditinggalin lo Ga.”

“Santai mah gue.” Angga benar-benar tidak nyaman dengan percakapan kali ini. Jantungnya sangat berdegup kencang. Apalagi jika dia menatap perempuan yang duduk di sampingnya, “kalau gak ada yang mau sama gue, kan masih ada lo Na.”

APAAN SIH LO GA? KENAPA MULUT LO LEMES BANGET SIH.

Perempuan di hadapannya hanya terpaku sambil berkedip, masih mencerna ucapan Angga. Setelah dia menyadarinya barulah ekspresinya berubah drastis, “Enak aja.” Serunya galak, “memangnya gue ban serep yang lo pake pas lo butuh doang! Kampret.”

Keduanya tampak cangung namun mereka masih nekat untuk melanjutkan percakapan absrud ini. “Emangnya lo gak mau sama gue?”

ANJIR-ANJIRRR. KENAPA SIH LO GA!

Angga hampir memukul mulutnya yang mulai tidak sejalan dengan pikirannya, “Ngomongin apa sih, udah mending lanjutin nugas. Yang mana yang lo gak bisa?” Angga lalu meraih buku Zumna lalu membukanya. Enggan untuk melanjutkan percakapan yang tidak baik untuk dilanjutkan bagi keduanya.

Zumna pun menangkap sinyal-sinyal ketidak nyamanan itu, “ah iya yang ini, ini Ga, gue gak ngerti sama bagian yang ini.” Zumna menunjuk asal pertanyaan yang ada dibukunya. Pikirannya masih blank. Masih memikirkan pertanyaan terakhir Angga.

“Oh yang ini. Ini gampang kok.” Lalu Angga mulai menjelaskan langkah-langkah detail yang harus dikerjakan untuk memecahkan pertanyaan itu. Zumna masih blank. Penjelasan Angga sama sekali tidak masuk di kepalanya. Tatapannya masih terfokus pada Angga yang menjelaskan langkah-langkah untuk menjawab soal yang dia ajukan.

“Jadi gitu.” Kata Angga setelah selesai menjelaskan secara detailnya, “lo udah paham kan sampai sini?”

Saat Angga memfokuskan netranya pada Zumna, pada detik itu juga Zumna seperti di tembak mati. Zuman langsung gelagapan, “Oh iya-iya gue ngerti kok.” Ucapnya gagap padahal sejak tadi Zumna tidak memperhatikan penjelasan Angga. Hanya wajah Angga yang sejak tadi dia lihat.

“Ya udah lo coba kerjain soal yang satunya lagi. Nanti gue koreksi.” Angga kembali menyerahkan buku tugas Zumna. Zumna mendadak keringat dingin. Dia sama sekali tidak mengerti dengan beberapa rumus yang Angga coret-coret di dalam buku tugasnya.

Sudah setengah jam dan Zumna belum bisa menyelesaikan soal itu. Padahal tadi pada saat Angga menjelaskan, dia hanya butuh waktu dua menit saat menyelesaikan soal susah itu. Zumna mendesah kesal ,”Ah Ga gue gak bisa.”

Zumna kira Angga masih larut mengerjakan tugasnya karena Angga tidak bersuara sama sekali sejak Zumna fokus pada soal yang ada dihadapannya. Nyatanya saat netranya menatap Angga laki-laki itu ternyata tertidur dengan tangan kanannya yang menjulur ke atas sebagai bantalan kepalanya.

Nafas laki-laki itu terdengar teratur. Kalau dilihat seperti ini Angga terlihat lebih kalem. Tidak seperti saat dia menggunakan kecamatanya. Poni panjang laki-laki itu hampir terjatuh menutupi matanya. Dengan sangat hati-hati tangan Zumna bergerak untuk merapikan poni itu kembali ke tempat semula.

Zumna sedikit grogi saat melakukan hal itu. Namun setelah memastikan bahwa Angga benar-benar tertidur dan tidak menyadari perbuatannya Zuman sangat lega. Dengan gerakan pelan Zumna meletakkan tangannya diatas meja lalu menyenderkan kepalanya persis dengan posisi Angga. Mengahadap wajah Angga sambil menatap intens wajah Angga yang tertidur.

Zumna tersenyum saat melihat wajah itu.

Dan tanpa dia duga laki-laki yang dia kira tertidur itu ternyata belum tertidur sepenuhnya. Angga masih bisa merasakan saat tangan imut Zumna merapakian poni depannya dan tersenyum saat melihat wajahnya.

Entah keberanian dari mana yang Angga dapatkan saat tangannya mulai menarik kursi roda yang Zumna duduki agar lebih dekat dengan dirinya hingga kursi itu membentur dengan kursi yang Angga pakai, “Kalau bisa memandangi wajah gue dari dekat kenapa harus melakukannya dari kejauhan.” Gumannya dengan nada lirih, masih memejamkan kedua matanya.

Zumna tampak kaget dan reflek ingin mendorong mundur untuk menarik diri dari kedekatannya dengan Angga, namun tangan laki-laki itu mencekal tangannya, “Mau ke mana?” tanya Angga lalu membuka matanya. “Gue gak memungut biyaya kok. Gratis. Jadi lo bisa memandangi wajah gue selama yang lo mau.” Zuman yakin, jantungnya seperti berlari maraton saat mendengar itu. Sial bagaiaman tidak baper jika laki-laki itu memperlakukannya seperti ini.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!