BAB 03

Seharusnya malam ini Angga tidur nyenyak di kasurnya. Memutar lagu-lagu pengantar tidur, menyibak selimut hingga menutupi dadanya, ah rasanya Angga ingin sekali melakukan itu. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, dan dia masih berkutat dengan tugas yang sama sekali belum dia selesaikan.

Ditemani oleh kopi yang sudah mendingin, Angga mencoba untuk fokus dan kembali mengerjakan tugasnya. Seharian ini Angga sudah cukup letih dengan kegiatannya. Setelah pulang kuliah tadi Angga membantu Janu mengosek wc dan memasang lampu toilet yang selalu mati tanpa sebab. Sorenya Angga harus memasak menyiapkan makam malam untuk para bocil karena malam ini Janu akan pulang terlambat. Katanya Janu sedang menyelesaikan urusannya dengan ibunya yang mengamuk karena Janu mempunyai seorang pacar namun tidak mengenalkannya kepadanya. Ah anak itu memang kelewat pintar sampai-sampai hal seperti itu saja dia lewatkan.

Angga jadi berfikir bagaimana jika suatu hari dia mempunyai seorang pacar. Apakah dia akan mengenalkannya kepada ibunya langsung atau menunggu pacarnya siap untuk dibawa ke hadapan ibunya. Ah kenapa Angga jadi memikirkan itu. Mempunyai pacar saja tidak. Tetapi yang pasti jika Angga mempunyai pacar dia ingin sekali mengajak pacarnya itu bersepeda santai, atau menikmati kopi di kedai sederhana dengan saling berpegangan tangan. Angga jadi tersenyum saat membayangkannya. Mungkin akan terlihat sederhana tetapi entah kenapa Angga bisa merasakan kehangatan dibalik kesederhanaan itu.

Suara pintu kosan yang terbuka terdengar begitu nyaring hingga membuyarkan lamunan Angga. Sepertinya ada seseorang yang baru saja pulang. “ahh cepek banget.” Suara Razka yang sudah sangat ia hafal terdengar hingga meja makan dimana Angga sedang mengerjakan tugasnya.

“Mau gue buatin kopi?” Suara lainnya terdengar lagi yang tidak lain adalah Janu.

“Eh itu meja makan gak dimatiin lampunya?” seru Razka lagi karena melihat ruangan meja makan yang tampak terang benderang.

“Gue cek deh.” Kata Janu lalu berjalan menuju meja makan.

“Oh lo ternyata Ga?” Gumannya saat melihat Angga yang berada di meja makan lengkap dengan kacamata tebalnya dan juga beberapa kertas yang berserakan dimeja. “Belum tidur?” Janu menarik kursi di dekat Angga lalu ikut duduk di samping laki-laki itu.

“Belum.” Jawab Angga dengan nada lemas sambil melepas kacamatanya lalu mengurut hidungnya yang mancung, “tugas gue masih banyak.”

“Mau gue buatin kopi yang baru?” tawar Janu baik hati. Tumben banget nih aki-aki.

“boleh deh.” Janu lalu membuatkan tiga cangkir kopi. Untuk dirinya, Razka dan juga Angga. Terkadang jika seperti ini Janu memang terlihat sangat pengertian kepada adik-adiknya. Bagaimanapun juga Janu yang paling dewasa di kosan ini. Hal itulah yang membuatnya bersikap dewasa jika adik-adiknya membutuhkannya. Ya walaupun dalam hal sepele seperti ini.

“Eh belum tidur lo Ga?” Razka menyusul Janu dan ikut duduk di samping Angga.

“Seperti yang lo lihat.” Jawab Angga lemas. “terimakasih kakak tertua.” Angga tersenyum tipis saat Janu menyodorkan kopi buatannya. Begitu juga dengan Razka.

“Gimana tadi nyokap lo bang?”

Razka tertawa melihat ekspresi sebal Janu, “Dia sama nyokapnya perang dunia ketiga tadi Ga.”

“Oh ya? Kenapa?” tanya Angga penasaran.

“Dia kira ceweknya itu gue.” Razka sangat ingat dengan jelas bagaimana raut syok dari ibu Janu saat dia melihat Janu dan dirinya berada di hadapannya, “langsung deh tuh tanpa aba-aba sendal meluncur bebas di kepala bang Janu.” Razka langsung tertawa saat mengingat kejadian itu.

“Gak usah ketawa deh lo ikan mujaer.” Sungut Janu dengan nada kesal, “gue heran juga sama nyokap gue, kenapa dari dulu gak pinter-pinter baca situasi. Gak mumgkin juga kan gue makan jeruk, orang gue normal.”

Angga ikut tertawa, “kayak lo pinter aja bang. Baca perasaan cewek lo aja lo remidial terus.”

“Ngaca deh mending.” Seru Janu judes

“Ngapain gue harus ngaca? Gue single fine and happy.”

Janu tidak percaya, “heleh pretttt. Tetangga sebelah tuh gimana kelanjutannya?”

“Siapa? Pak kodir maksut lo bang? Hah jadi Angga suka sama pak Kodir?” tanya Razka karena setahu dia tetanga yang sering berramah tamah dengan Angga adalah pak Kodir.

“Gue seplat juga lama-lama lo Ka. Bukanlah. Itu loh si Kuna-Kuna yang suka senam zumba di atas balkon.” Janu sempat mendengar kalau si Kuna-Kuna ini kalau sedang zumba bikin merem melek. Itu kata Bagas dan Ijal sih karena dua bocah itu yang pernah melihatnya secara langsung.

“Zumna bang elah.” Angga mengkoreksi, “lagian gak mungkin gue sama dia. Dia sahabat gue bang.”

“Gak ada namanya sahabat diantara cewek dan cowok Ga. Lo tahu sendiri kan?” Angga sangat tahu apa yang diucapkan oleh Razka. Angga juga pernah mendengar itu dari beberapa orang namun sampai saat ini Angga tidak pernah percaya. Dia dan Zumna murni hanya sebagai sahabat. Bertengkar setiap hari lalau berbaikan di hari yang sama sudah menjadi rutinitas mereka.

“Lagian setahu gue selama ini cuma Zumna, cewek yang deket banget sama lo.”

Untuk yang satu itu memang benar. Angga memang tidak dapat memungkiri bahwa hanya Zumna yang selama ini selalu berada di sampingnya. Angga bukannya malas untuk mencari pasangan baru, hanya saja itu akan sangat terlihat aneh jika dirinya mempunyai seseorang spesial sedangkan dia dan Zumna masih menempel seperti benalu disetiap harinya. Angga belum menemukan seseorang yang bisa memahani hubungannya dengan Zumna tanpa ada rasa cemburu dan juga iri karena hubungan kedekatannya dengan Zumna.

“Udah deh mending lo jujur aja sama dia. Gak mungkin selama bertahun-tahun lo sahabatan sama dia lo gak ada perasaan apapun ke dia.”

“lah emang gue gak ada perasaan apapun bang sama dia.” Elak Angga, “lagian dilihat darimananya sih kalau gue bakal cocok sama dia? Sumpah tiap hari dia tuh kerjaannya cuma ngajak ribut bang. Gak ada manis-manisnya sama sekali. Lo cuma gak tau aja.” Angga sampai repot-repot untuk menjelaskan.

“Iya siapa tahu kan dia bersikap seperti itu hanya untuk menutupi fakta kalau sebenarnya dia juga punya rasa sama lo. Dia bersikap seperti tidak terjadi apa-apa, kerena dia tahu kalau dia berubah itu bakal aneh untuk hubungan lo sama dia. Ibaratnya tiap hari lo selalu masak telur ceplok karena udah jadi runtinitas lo, padahal lo bisa buat yang lainnya dengan telur itu. Martabak kek, telur kecap kek, ah jadi laper kan gue.” Kata Janu malah melantur sampai ke telur ceplok segala.

“Tau lah bang.” Angga tidak mau memikirkan hal-hal yang menurutnya mustahil, apalagi hal itu bersangkutan dengan Zumna si cewek yang tidak ada manis-manisnya sama sekali.

“Tapi Ga, gue setuju sama yang Bang Janu bilang.” Ucap Razka sambil melihat fokus Angga yang enggan untuk menatapnya balik. Sepertinya Angga sangat takut jika Razka melihat sesuatu yang selama ini Angga sendiri tidak ingin ia akui. Angga hanya menganggap Zumna sahabat. Angga sangat yakin akan hal itu.

“Udah deh mending pada tidur sana.” Angga mengusir dua orang itu, enggan melanjutkan obrolan yang membuat hatinya kurang nyaman. “ tugas gue masih banyak.”

“Ah ya udah terserah lo deh. Gue udah berpengalaman dalam hal kayak gini.” Padahal Janu belum lama juga melepas status singelnya. Ucapannya seperti dia sudah berpengalaman bertahun-tahun. Dasar manusia tidak sadar diri. “gue sama Razka naik duluan deh, lo jangan malam-malam nugasnya. Kalau gak selesai bilang aja sama dosennya udah malam pak saya udah tidur. Ngapain capek-capek ngurusin tugas bapak yang ngerepotin. Bapak kalau direpotin malam-malam juga gak mau kan? Alah mending ***-*** sama istri.”

Razka hanya tertawa menanggapinya, “udah biarin dia nyelesain tugasnya bang.” Lalu Razka menyeret Janu naik menuju kamar mereka.

Kini tinggal Angga ya g berada di ruangan itu. Kalau dihitung-hitung, sebagian waktunya dia habiskan dengan Zumna karena dia selalu bertemu dengan perempuan itu. Entah di dalam kelas ataupun diluar kelas. Di kosanpun terkadang Zumna sering menganggu aktivitas Angga.

Disaat Angga memikirkan kenapa dia bisa selengket itu dengan Zumna padahal mereka sering bertengkar tidak jelas, ponsel yang ada di depannya bergetar lalu muncul pesan yang membuat matanya membulat penuh.

Cewek Ogep

HEH BABIK gue ada di depan pintu kos. Bukain. Gue gak bisa ngerjain tugas sendirian.

Gila. Ini sudah jam duabelas malam. Dan perempuan itu masih saja menganggunya.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!