BAB 04

"Baiklah anak- anak, kuliah pada siang ini sampai disini dulu. Jangan lupa tugas yang bapak berikan tadi dikerjakan mengingat tugas itu bisa menambah nilai akhir kalian."

Materi kuliah siang ini ditutup oleh dosen yang menurut Suga menyebalkan. Menyebalkan karena disetiap peretemuannya pasti selalu memberikan pekerjaan rumah. Walaupun Suga terkenal dengan kepintarannya, Suga adalah tipe laki- laki yang malas untuk mengerjakan tugas, apalagi jika berkelompok. Dia tidak suka berinteraksi dengan orang- orang yang tidak begitu ia kenal.

Terlebih lagi perempuan.

Mereka suka berbasa basi hingga membuat Suga muak. Contohnya saja yang awalnya berjanjian mengerjakan tugas tiba- tiba berganti topik menjadi seorang wartawan, menanyai Suga ini itu. Untuk menghindarinya, Suga lebih memilih keluar kelas paling terakhir. Dengan begitu dia tidak akan menjawab pertanyaan- pertanyaan seputar sepulang kuliah ini mau kemana atau boleh pulang bersama atau tidak.

Setelah dirasa sepi Suga keluar dari kelasnya.

Laki- laki itu hari ini tampak memukau walaupun hanya menggunakan kaos polos berwarna hitam dan juga jaket hitam bertuliskan Love Your Self dibagian belakang tangannya. Rambutnya dihiasi dengan bandana merah bertuliskan Supreme yang tampak kontras sekali dengan kulit putihnya. Dengan penampilan sesederhana itu, perempuan- perempuan yang ia lewati pasti akan menjerit gemas.

Hal itu berlaku juga pada Momo. Hanya saja perempuan ini memiliki efek yang berbeda ketika dia meneriaki namanya.

"GAAAA... Kan aku udah pernah bilang, keluarnya nanti aja kalau udah gak ada orang." Momo cemberut sambil menatap Suga yang saat ini terlihat malas untuk meladeni celotehan perempuan itu. Lebih tepatnya Suga ingin segera pergi ke toilet karena saat ini dia sudah tidak bisa untuk menahannya lagi.

"Aku pengen pipis. Masa aku tahan sih Mo?" Jawab Suga. Kali ini dia berjalan meninggalkan Momo yang masih cemberut.

Momo kemudian menyusulnya, "Iya tapi kan kamu jadi dilihatin cewek- cewek."

"Mereka punya mata Mo."

"SUGA IHHH!"

Suga berhenti berjalan, berdiri tepat di depan Momo, "Kamu kenapa ngomel- ngomel terus? PMS?"

"Kenapa sih hari ini kamu harus ganteng banget?"

Suga bersumpah, sampai kosan nanti dia akan menjerit sekencang- kencangnya meneriaki nama Momo.

Dengan sok cuek Suga menjawab, "Emangnya aku ganteng?" Suga mengacak- acak rambutnya hingga membuat kadar kegantengan dari laki- laki berkulit salju itu semakin melsak naik tak terkendali.

Perempuan yang melewatinya dan melihat aksinya itu pun menjerit gemas, semakin membuat Momo cemberut di tempatnya.

"Siapa yang nyuruh acak- acak rambut kayak gitu?"

"Kamu kenapa sih sebenarnya?" Suga jadi serba salah.

"Aku gak suka kalau kamu pas lagi ganteng gini banyak yang lihatin kamu." Momo menunduk, tampak terlihat sedih dan juga pasrah.

Suga tidak bisa untuk menahan senyumnya saat melihat itu, "Ya udah besok kamu bawa karung." Kata Suga.

"Buat apa?"

"Buat ngarungin aku biar gak ada yang bisa lihat aku selain kamu."

Tanpa menunggu lebih lama lagi senyum manispun menghiasi wajah Momo. Perempuan dengan rambut sebahu itu langsung menarik tangan Suga, lalu mengandengnya. "Gak mau kamu berat."

Suga terkekeh kecil, "Ya udah gimana kalau kamu aja yang aku karungin? Biar gak cerewet terus." Suga menarik sudut bibir Momo dengan gemas.

"Oh jadi selama ini aku cerewet?"

Suga mengangguk dan menambahi, "Dan juga menyebalkan."

Sebelum Momo protes, Suga terlebih dahulu masuk ke dalam toilet. "Ck dasar." Gerutu Momo kesal. Dengan sabar Momo menunggu Suga keluar dari toilet. Sesekali ia juga memainkan ponselnya, melihat- lihat gambar ice cream yang begitu menggiurkan mata.

"Ah jadi pengen kan." Guman Momo sambil terus melihat gambar- gambar itu.

"Pengen apa hayo?" Sintia sahabatnya sejak ia SMA dulu tiba- tiba berdiri di samping Momo dan mengagetkan Momo.

"Aaa Tia." Momo langsung memeluk Sintia, "Dari kapan lo pulang ke sini? Kok gak ngabarin gue sih? Gue kan bisa jemput lo."

Sintia membalas pelukan Momo, "Sebenarnya hari ini gue mau langsung ketemu lo, eh malah ketemu disini."

"Gue kangen lo Tia." Kata Momo. Wajar saja semenjak lulus sekolah Sintia memang memilih untuk kuliah di luar kota. Semenjak saat itu Momo dan Sintia jarang bertemu menginggat kesibukan dari masing- masing. Selain kuliah di luar kota, Sintia juga sibuk untuk mengurusi usaha kedai kopinya. Hal itu semakin membuatnya jarang keluar kota untuk menemui Momo.

"Uwuuuu gue juga kangen lo Mo. Kamu baik- baik aja kan disini?" Sintia melepaskan pelukan Momo, tersenyum kecil sambil mencubit pipi Momo dengan gemas.

"Seperti yang lo lihat gue baik- baik aja. Baik banget malah." Jawab Momo dengan tawa kecil. "Oh iya lo ngapain di sini?"

"Tuh nganterin si boncel." Kata Sintia sambil menunjuk sesorang laki- laki yang baru saja memasuki toilet.

"Gue seneng lo masih sama Davin."

Sintia mendesah pasrah, "Iya mau gimana lagi, cuma dia yang mau mengejar gue, disaat banyak cowok lain memilih untuk mundur." Sintia kemudian berbalik bertanya, "Lo disini nungguin siapa Mo? Temen lo?"

Momo sedikit tidak yakin saat menjawabnya, "Gue nungguin Suga."

"Oh wow." Sudah Momo tebak, reaksi Sintia pasti akan terkejut. "Udah sampai tahap mana nih? Jangan lupa pokoknya lo harus bilang- bilang ke gue Mo."

"Apasih." Kata Momo enggan untuk melanjutkan topik saat ini.

"Why?" Wajah Sintia berubah curiga, "Jangan- jangan masih dengan cerita lama?" Tanya Sintia lagi.

"Maksud lo apa? Jelas- jelas gue baik- baik aja sama Suga, gu..."

Sintia memotong cepat ucapan Momo, "Maksud gue, dia udah ngasih kepastian buat hubungan kalian atau masih stuck di cerita lama?" Momo hanya diam tidak berani menatap Sintia, "Jangan bohong ke gue Mo. Lo tahu kan gue gimana?"

Dengan gerakan lemah Momo menggeleng pelan. Terlihat begitu menyebalkan di mata Sintia.

"Sejak kita masih duduk di bangku kelas dua SMA, dan kak Suga yang saat itu udah mau lulus, dia sama sekali gak ngasih lo kepastian?" Sintia menggeleng takjub, "Wah.. wow.. " Perempuan itu memandang Momo, dadanya sesak mendapati fakta sahabatnya diperlakukan seperti itu, "Dan sampai saat ini lo masih setia..." sampai ia tidak bisa untuk melanjutkan kata- katanya.

Sintia memegang kedua bahu Momo, tatapannya fokus ke mata Momo "Jawab gue, terus ngapain lo masih di sini? Lo ngapain nungguin cowok gak tahu diri itu? Mau sampai kapan? Harusnya lo pergi nyari cowok yang lebih menghargai lo Mo."

"Tapi kan Tia, Suga..." Momo menatap Sintia yang saat ini sedang menahan kekesalannya, "Gue sayang sama dia." Momo hampir menangis saat mengatakan itu, "Cuma dia Tia."

Sintia menarik nafas panjang, mencoba untuk tidak memaki Momo dengan sumpah serapahannya. Sintia adalah tipe sahabat yang tidak terlalu ikut mencampuri urusan asmara Momo. Dia adalah tipe sahabat yang menyerahakn semua keputusan yang terbaik yang Momo pilih. Namun jika sudah keterlaluan, Sintia akan berubah menjadi wanita yang keras kepala dimana pendapatnya harus didengarkan oleh Momo.

"Sekarang lo ikut gue."

Setelah mengatakan itu Sintia menyeret Momo pergi. Bahkan perempuan itu melupakan pacarnya yang masih di dalam toilet.

...****************...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!