Angga tidak pernah tahu kalau pagi ini dia akan sesial ini. Setelah bangun kesiangan, karena dia lupa menganti jam wakernya yang terjatuh karena ulah ceroboh tangannya, Angga jadi terlambat untuk sampai ke kampus. Padahal pagi ini ada kuliah bahasa inggris dengan dosen yang kaku dan menyebalkan. Belum lagi motor kesayangannya yang tiba-tiba macet di tengah-tengah jalan menuju kampus semakin membuat hawa panas di hati Angga semakin bergejolak. Angga sangat kesal sekali. Entah itu karena kesialan ini atau perempuan yang sejak tadi tidak henti-hentinya mengomel yang mana malah membuat kepalanya semakin pusing.
“Lo bisa diem gak sih?” omel Angga pada Zumna yang sejak tadi berbicara sambil memgumpati motor Angga.
“Lo yang harusnya diem. Gue lagi kesel nih. Jangan nambah-nambahin, ahhh kampretttt kenapa pake acara macet segala sih motor lo Ga?” Saat ini keduanya masih berjalan bersisihan dengan Angga yang menuntun motornya sambil melihat ke semua sisi jalan barang kali ada bengkel motor di dekat mereka. Jujur saja Angga sudah sangat kesal hari ini. Dan memaki perempuan yang bernama Zumna akan sia-sia karena sudah pasti perempuan itu akan menyerangnya balik dengan makian cemprengnya. Angga masih sayang dengan telinganya.
Dan benar saja di sebarang jalan terdapat bengkel motor sederhana. Tanpa menunggu lebih lama lagi Angga langsung menuntun motornya menuju bengkel itu. Menghiraukan Zumna yang berteriak kesal karena sudah meninggalkan perempuan itu.
“Permisi pak? Bisa bantu perbaiki motor saya tidak? Motor saya macet.”
Angga disambut ramah oleh pemilik bengkel, “Mari-mari mas silahkan masuk biar saya cek dulu motornya.”
Angga lalu membawa masuk motornya ke dalam bengkel untuk di persiksa kariyawan bengkel tersebut. “sini mas duduk-duduk dulu.”
“Ah iya terimakasih pak.” Sambil menunggu motornya diperiksa Angga duduk hanya untuk melepas penat dan juga lelah karena mendorong motornya sendirian. Angga sudah tidak perduli jika nanti dia terlambat masuk kelas karena kondisi saat ini benar-benar tidak memungkinkan untuk ia segera sampai di kampus dan membuka buku bahasa inggris seperti biasanya.
“Ini olinya habis mas. Harus diganti.” Kata kariyawan bengkel. “Masnya mau sekalian di ganti di sini atau bagaimana?”
“Sekalian aja mas.” Kata Angga sambil melihat jam pergelangan tangannya, “Gak lama kan? Saya udah telat soalnya.”
“Tenang saja mas gak sampai 30 menit lok.”
30 menit itu lumayan lama, dan Angga masih menempuh 10 menit untuk sampai ke kampus. “Ya udah deh mas gak papa.” Kata Angga dengan nada pasrah.
“Wahhh Ga lo bener-bener keterlauan ya!” Belum sembuh pusing yang menyerang kepala Angga, kini suara cempreng itu kembali terdengar di telinganya membuat rasa pusing itu langsung muncul. “Lo udah bangunnya telat, kesiangan, motor macet dan dengan teganya lo ninggalin gue gitu aja? Ah kesel banget gue sama lo GAA!” Zumna masih berteriak kesal menghiraukan raut kaget dari pemilik bengkel dan juga karyawannya.
“Lo gak malu teriak-teriak kayak sapi mau manak gitu?” Angga mulai kembali kesal. Ah Zumna memang suka sekali membuatnya kesal.
“Bodo amat. Pokoknya ini gara-gara lo!”
“Aduh neng, kasian jangan dimarahin terus pacarnya.” Sang pemilik bengkel ikut menibrung kasihan melihat raut lelah Angga karena Zumna terus meneriakinya.
“Dia bukan pacar saya.” Seru keduanya berbarengan.
Sang pemilik bengkel tertawa. “Bukan pacar tapi jawabnya kompak gitu.”
“Dia itu nenek lampir pak.” Seru Angga.
“Dia drakula pak, suka ngisep leher.” Balas Zumna
“Eh kampret mana pernah gue ngisep leher lo, yang ada lo...” Angga lalu menghentikan celotehannya. Sepertinya mulut Angga sudah tidak bisa di rem. Lebih baik dia yang mengalah daripada dia harus mengeluarkan kata-kata yang tentunya belum pasti dia ketahui faktanya. “Udahlah capek gue berantem sama lo.” Lanjutnya yang masih disambut oleh wajah kesal dari Zumna.
“Duduk sini neng.” Hanya ada satu kursi dan itu pun berdekatan dengan kursi yang di duduki Angga.
“Ah tidak usah repot-repot pak sebentar lagi pacar saya jemput kok.” Jawab Zumna dengan nada kemayu.
Angga langsung meliriknya, “Apa lo lihat-lihat? Lo kaget denger gue udah punya pacar? Emang gue punya pacar beneran kok wleee.” Zumna menjulurkan lidahnya, seperti sedang mengejek Angga.
“Bodo amat gue gak perduli.” Balas Angga dengan nada malas.
“Dih terserah.”
Jika bukan karena sahabat dari Angga sejak masih suka mengigit jempol, sudah pasti Angga tidak akan repot-repot untuk menjadi supir pribadi Zumna setiap harinya. Mereka berdua memang sering bertengkar dan itu bukan hal yang baru lagi bagi mereka. Kadang sampai terjadi baku hantam, balas-balasan kalimat pedas dan juga menyebalkan. Tetapi entah kenapa hubungan persahabatan itu sampai sekarang masih awet. Ya walaupun kadang Angga masih berat menyebut Zumna sebagai sahabatnya karena perempuan itu sama sekali tidak mencermikan hubungan persahabatan dengannya. Yang adalah malah sebaliknya. Seperti kucing dan tikus.
Nada dering ponsel Zumna terdengar nyaring membuat lamunan Angga terpecah. Ah apakah barusan dia melamunkan perempuan gila yang saat ini sedang berbicara lewat telfon dengan nada kemayu itu? Tentu saja tidak mungkin.
“Aku lagi di bengkel deket kampus. Apa? Kamu udah ke otw jalan ke sini?” Angga berdecak malas, suara Zumna sangat kemayu seperti sedang meledeknya, “Oh iya aku lihat mobil kamu.”
Tidak lama setelah itu sebuah mobil berhenti tepat di depan bengkel. Seorang laki-laki berwajah lumayan ganteng karena Angga masih yakin kalau dia lebih ganteng dari laki-laki itu, turun dari dalam mobil menghampiri Zumna dengan senyum selebar daun kelor.
“Hey kok kamu bisa sampai sini sih?” Kata laki-laki iti sambil melihat ke dalam bengkel. “Motor kamu rusak lagi?” tanyanya tampak terlihat khawatir yang di buat-buat. Angga seperti mau muntah saat mendengarnya.
“Ah enggak. Tadi aku naik ojek ke sini. Tapi motor abangnya rusak.” Jawab Zumna sambil melirik Angga.
“Yang mana abang ojeknya?”
Zumna menunjuk Angga dengan dagunya, “Yang itu yang lagi duduk. Yang wajahnya kayak monyet belatung.”
Lalu arah pandangan laki-laki itu terfokus pada Angga. Dengan langkah pelan laki-laki itu menghampiri Angga, “harus bayar berapa bang? Ongkos ojeknya dia biar saya aja yang bayar.” Tunjuk Laki-laki itu pada Zumna.
Wajah Angga sudah sangat merah. Menahan kesal dan juga emosi yang terlampau banyak. Sedangkan perempuan bernama Zumna itu tampak senyum-senyum dan hampir tertawa terbahak-bahak saat melihat wajahnya. Sepertinya perempuan itu sedang balas dendam kepadanya.
“lima juta.” Jawab Angga kesal.
Mata laki-laki itu tampak membulat kaget, “Banyak amat bang. Tapi muter-muter keliling dunia dulu atau bagaimana?” Ejeknya pada Angga.
Zumna juga melotot kaget saat mendengar jawaban Angga. “Dia ngebon dua tahun jadi habisnya segitu.” Dan sekarang gantian wajah Zumna yang memerah.
“Hah?” Laki-laki itu tampak bingung. Disatu sisi sang pemilik bengkel dan juga karyawannya hanya tertawa saat mendengar drama live di hadapannya saat ini.
“Udah biar aku aja yang bayar.” Zuman tampak masih terlihat malu karena wajahnya masih merah, “nih gue bayar hutang lo.” Sambil menyerahkan uang seratus ribu pada Angga.
“Hutang lo berati masih empat juta sembilan ratus sembilan puluh ya neng.” Angga harus menahan tawanya agar sukses membuat Zumna semakin kesal.
“Bodo amat. Gue gak perduli.” Lalu tanpa menunggu lebih lama lagi Zumna menyeret laki-laki itu untuk keluar dari bengkel dan masuk ke dalam mobil.
Selepas dua orang itu pergi, tawa Angga langsung menyembur memenuhi ruangan kecil itu. “Ah puas banget gue ngerjain lo Na.”
Sang pemilik bengkel juga ikut tertawa, “Ada-ada saja.” Jawabnya sambil mengelengkan kepalanya, “dia bertingkah seperti itu sebenarnya cuma cari perhatian sama masnya.”
Angga masih sibuk tertawa, “Gak mungkinlah pak, saya udah kenal baik sifat dia. Tiap hari kerjaannya cuma ngajak berantem terus.”
“Jadi sebenarnya dia itu pacarnya masnya atau bukan?” Sang kariyawan masih bingung dengan drama yang barusan dia lihat.
“Amit-amit mas.” Jawab Angga enteng, “Gue gak suka sama perempuan yang suka ngebohongin perasaannya sendiri.”
“Jadi sebenarnya disini masnya yang suka sama mbaknya tadi?”
Dan Angga lebih memilih untuk diam.
***
Ternyata hari ini tidak sesial yang Angga kira. Setelah motornya kembali menyala, tanpa menunggu lebih lama lagi laki-laki itu segera pergi dari bengkel menuju ke kampusnya. Kabar baiknya adalah jam bahasa inggris yang seharusnya di mulai satu jam yang lalu ternyata diundur karena sang dosen ada keperluan mendadak.
Angga sangat lega luar biasa. Sepertinya moodnya akan segera membaik karena saat ini Angga sudah duduk manis di kursinya, membuka buku modul bahasa inggrisnya. Disaat anak-anak lain memilih untuk memainkan ponselnya, Angga malah sebaliknya. Tidak ayal jika tidak ada satu orangpun yang berani menganggunya jika dia sudah dalam mode rajin seperti ini. Akan percuma karena Angga sudah pasti akan larut dalam buku yang ada di atas mejanya.
“Selamat pagi anak-anak.” Dan dosen yang sejak tadi di doakan oleh kebanyakan anak-anak agar tidak mengajar itu baru saja masuk dengan wajah datar tanpa senyum ramah.
“Siapkan modul di atas meja, buka buku halaman 125.” anak-anak itu langsung kembali pada mejanya masing-masing dan membuka buku modul tanpa banyak pertanyaanya.
Saat semuanya sudah siap untuk mendapatkan pelajaran dari sang dosen, pintu kelas diketuk lalu tidak lama kemudian munculah seorang perempuan yang dari radius jauh pun sudah terlihat menjengkelkan dimata Angga,”Selamat pagi madam, maaf saya terlabat tadi ke toilet soalnya.”
“Baru satu menit, silahkan kembali ke mejamu.” Perintah dosen itu dan raut lega tampak terpampang jelas dimata Zumna.
Meja Zumna tepat berada di belakang meja Angga. Saat melewati meja Angga perempuan itu tampak acuh tak acuh, mungkin karena efek kesalnya pada Angga belum luntur atau malah semakin bertambah karena Angga sudah sukses membuatnya malu di hadapan cowok yang dia sukai.
Angga tampaknya juga hanya acuh saat Zumna melewati mejanya. Buktinya laki-laki itu malah sibuk membaca buku modul yang sudah ia buka sejak tadi.
“Ada yang tidak membawa modul?” Tanya madam Sri, sang dosen bahasa inggris yang saat ini sedang menyapu pandangannya pada seluruh meja mahasiswanya, “aturannya masih sama, jika ada yang lupa entah apapun itu alasannya, ibu akan tetap memberikan hukuman “
Seisi kelas langsung senyap, “Zumna? Dimana buku modul kamu?”
“Hah?” Zumna tampak kaget karena madam Sri tiba-tiba memperhatikannya. Mejanya masih tampak kosong dan itu sukses membuat perhatian madam Sri beralih ke sana.
“Keluarkan buku modul kamu sekarang juga.” Perintah madam Sri membuat Zumna kelabakan sendiri mencari modul bahasa inggris di dalam tasnya.
“Seriusan gue gak bawa modulnya?” Guman Zumna pada dirinya sendiri, “mampus Na, tangan lo pasti bakal berotot setelah ini.”
Dan disaat madam Sri berjalan kearahnya Zumna sangat yakin kalau sebentar lagi di akan mendapatkan hukuman. “Ngapain masih bengong.” Madam Sri tepat berada di sisi mejanya, “buka halaman 125.” Lanjut madam Sri sambil mengetuk meja Zumna dengan menggunakan pengaris besi yang selalu ia bawa.
“Hah...??” Ucapan Zumna terpotong saat dia mendengar ucapan madam Sri dengan seseorang yang duduk tepat di depannya.
“Angga dimana modul kamu?”
“lupa madam.” Jawab Angga cuek
“Cepat maju. Bawa kursi kamu diangkat diatas kepala seperti biasanya.” Madam Sri tampak heran dengan kelakuan Angga, “heran, kenapa mahasiswa sepintar kamu bisa lupa bawa modul padahal kamu tahu kalau modul itu sangat penting dalam mata kuliyah saya.”
“Maaf madam. Saya benar-benar lupa.” Kata Angga lebih kalem karena tidak ingin membuat madam Sri semakin marah kepadanya.
Madam Sri hanya menghela nafas lelah, “Ya sudah sana maju.”
Angga lalu membawa kursinya maju ke dapan kelas untuk melaksanakan hukumannya. Anak-anak tampak heran karena sejak tadi mereka melihat dengan jelas kalau Angga membawa modul bahasa inggris. Ah sepertinya mereka salah. Mungkin tadi Angga membaca buku yang lain hingga anak-anak itu segera melupakan topik buku modul beralih pada madam Sri yang memulai membuka perkulihannya.
Disaat semuanya fokus pada madam Sri, hanya Zumna seorang yang fokus pada Angga yang berada di depan kelas. Laki-laki itu tidak berani menatapnya balik seperti beberapa jam yang lalu saat mereka bertengkar di bengkel motor. Zumna tidak tahu kapan Angga melakukannya, namun buku modul dengan sampul coklat yang sudah Zumna hafal nama pemiliknya itu sudah bertengger manis di atas mejanya.
“Kebiasaan.”Guman Zumna pada dirinya sendiri. Ada sesuatu yang menghangat dari balik hatinya. Dan Zumna sedikit khawatir akan hal itu.
Ah sangat menyebalkan. Kenapa sih Angga harus semanis itu. Zumna tidak boleh baper. Jangan sampai.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments