Drama Makan malam

"Loh, belum siap Nad?" Gibran keluar kamar sudah dengan pakaian siap jalannya. Nadia yang sudah mandi sejak tadi malah masih rebahan dengan baju santainya.

"Nad?!"

Nadia yang tengah menonton acara yang bikin perut keroncongan hanya menatap Gibran sekilas. Sesorean ini ia melakukan aksi mogok bicara buntut dari kekesalannya pada Gibran yang sudah mempermalukan dirinya di depan Elsa. Memikirkan wanita berhijab itu kepala Nadia rasa-rasanya ingin terbakar. Cantik tapi nyebelin. Batinnya kesal.

"Males, Om."

"Apa lah malas-malas. Cepat siap-siap!"

Nadia tak bergeming. Dua orang yang tengah makan dengan lahap di dalan televisi lebih menarik perhatiannya daripada kehadiran Gibran sepaket titahnya yang menyebalkan.

"Nad?!" Nada yang penuh peringatan itu mengusik telinga Nadia pertanda bahwa laki-laki dewasa itu tak ingin di bantah namun tak juga membuatnya seorang Nadia merasa takut. Rasa takutnya pada sosok Gibran hanya tersisa setengah, selebihnya hanya ada rasa kesal dan kesal.

"Apaan sih Om. Kalau om mau pergi ya pergi saja. Gak usah ribet deh pake ngajak-ngajak Nad." Nadia yang tadinya rebahan bangun dengan malas-malasan. Ia melipat kedua kakinya bersila. Matanya tak lepas menatap layar setebal beberapa inch di depannya. Acaranya benar-benar mengusik ketenangan cacing-cacing di perutnya.

"Jangan buat om kesal" Gibran merebut remot tv yang ada di tangan Nadia lantas mematikan televisi. Nadia berdiri menantang Gibran. Kedua tangannya terlipat di dada.

"Om jangan rese deh. Balikin remotnya!" Nadia melompat berusaha menggapai remot di tangan Gibran. Tinggi badannya yang hanya seketiak Gibran menyulitkan gadis itu mengambil kembali remot tivi.

"Cepatlah Nad." Gibran berucap lelah, melirik jam di pergelangannya yang sebentar lagi menunjuk pukul delapan malam. Ia tidak pernah terlambat sepanjang hidupnya dan kata itu tidak ada dalam kamus hidupnya. Ia tidak akan membiarkan Nadia mengacaukan semua prinsip hidupnya. Cukup dengan saat menikahi gadis itu ia melanggar prinsip untuk tidak mengencani anak bawang.

"Bodo amat. Pokoknya Nad gak mau pergi. Om pergi aja sana. Sekalian melepas rindu sama keluarga tante El yang udah rindu bangat itu. Nikahin tuh sekalian tante El supaya jadi keluarga beneran." Ujar Nadia semenyebalkan mungkin. Ia tak lagi berusaha mengambil remot dari Gibran. Mood nontonnya sudah bubar jalan sejak nama Elsa disebutkan.

"Bagus bangat bahasanya. Siapa yang ajar?" Gibran bersedekap, menatap Nadia dingin.

Gadis itu bukannya takut malah semakin niat mengompori Gibran. Tiba-tiba ide brilian ini terlintas dalam otak cerdasnya, Gibran mungkin saja akan memulangkannya ke rumah besar kalau sudah tidak tahan lagi menghadapi sikapnya yang menyebalkan. Such a good idea. Batinnya bersorak.

"Nad udah pinter. Bisa melihat kenyataan dengan jelas kalau Om dan tante El punya hubungan gelap."

"Oh ya?" Gibran mengangguk-anggukan kepala. Bibirnya mengulas senyum yang tiba-tiba membuat bulu kuduk Nadia merinding. "Pintarnya Nadia. Coba dekat sini." Gibran mengulurkan tangan hendak menggapai lengan Nadia namun gadis itu dengan gesit menghindar.

Nadia yang merasakan ancaman itu secepat mungkin berlari ke sudut ruangan memasang kuda-kuda. "Jangan dekat-dekat!!" Gibran tersenyum miring.

"Ayo sini. Ngomong apa tadi? ulangi sekali lagi." Gibran mengulurkan tangannya seperti seorang ibu yang sedang membujuk anak balitanya yang sedang ngambek. Nadia semakin merapatkan tubuhnya di dinding saat Gibran berjalan pelan kearahnya.

"Om maju selangkah, Nad teriak." Ancamnya yang sama sekali tidak membuat langkah Gibran berhenti.

"Siapa yang ajar bicara begitu?"

"Kyaaaa!!!! Sakit Om, lepaaaas!!!"

"Mulutnya jangan sembarang!" Gibran mengapit leher Nadia di ketiaknya membuat gadis itu meronta minta di lepaskan. Namun Gibran adalah lawan yang tangguh untuk hal itu.

"Oooom, lepas! Nad susah napas."

"Jangan bicara seperti itu lagi!" Ujar Gibran dengan suara berat ala militernya.

Nadia yang sudah merasa pengap akhirnya mengangguk-angguk menyerah.

"Ganti cepat!" Gibran melepaskan Nadia setelah memberikan jitakan di kepala gadis itu.

***

Nadia duduk disamping Gibran dengan wajah tertekuk masam. Sudah hampir lima belas menit mereka sampai di tempat yang punya hajatan tapi belum ada juga tanda-tanda makan malam dimulai. Ia tadi berencana delivery pizza dkk kalau Gibran datang sendiri di pesta orangtua Elsa. Tapi sepertinya Gibran tak akan melepaskannya untuk bebas merdeka walaupun beberapa menit saja maka disinilah dia sekarang, mengenaskan mendengarkan para orang dewasa berbicara tentang negara dengan keadaan cacing-cacing menuntut pemenuhan gizi empat sehat lima sempurna. Nadia menyandarkan kepalanya di pundak Gibran. Kedua tangannya seperti biasa secara otomatis mengambil jemari Gibran memainkannya membuat Gibran tampak sedikit salah tingkah karena di depannya ada kedua orangtua Elsa yang memperhatikan keduanya dengan tatapan geli.

"Nad, duduk yang manis." Bisik Gibran diatas puncak Kepala Nadia. Gadis itu langsung meluruskan badannya tanpa melepaskan jemari Gibran dari kuasanya.

"Nadia kenapa?" Tanya Mama Elsa lembut. Tatapan sayang itu tak lekat dari sorot matanya.

"Lapar, Tante." Akunya jujur. Satu tangannya yang bebas mengelus perutnya yang rata yang sejak tadi menuntut di perhatikan. Gibran yang mendengar hal itu sontak menjadi tidak enak hati.

"Maaf, Ndan, Bu."

"Tidak apa-apa, Gi. Jangan sungkan sama kami. Kamu dan Nadia sudah kami anggap seperti keluarga sendiri. Iyakan, Pa?"

"Iya, Gibran. Walaupun dulu kami berpikir kamu dan Elsa cocok tapi melihat Nadia, kami yakin kalian pasti sangat menikmati pernikahan kalian."

"Siap, benar, Ndan." Gibran langsung mengetatkan genggaman jemari Nadia saat Gadis itu ingin membuka mulut. Kalau tidak di tahan, entah apa yang akan diucapkan istri kecilnya itu.

"Nad gimana sekolahnya, lancar?"

"Lancar, Om. Nad kan pintar." Jawab Nadia lugas penuh percaya diri. Ketiga orang di ruangan itu langsung tertawa membuat gadis berambut indah itu mengerjap berulang kali. Apa ada yang lucu? Batinnya.

"Bagus sekali. Nad tambah lagi belajarnya supaya makin pintar." Ujar Mama Elsa. Nadia mengangguk patuh.

"Good, girl." Tambah Papa Elsa. Diperhatikan olah orang-orang dewasa yang baik seperti itu membuat Nadia terharu. Sudah lama sekali hal itu diucapkan padanya. Seingatnya, terakhir kali ia mendengar kedua kata itu adalah saat ia kehilangan kedua orangtuanya. Ayahnya yang setiap pagi akan ke kantor selalu mengucapkan kedua kata itu saat Nadia bisa melakuka banyak hal seperti memakai seragam sendiri atau sarapan tanpa bantuan bunda atau pembantu di rumah. Dan kini semuanya hanya menjadi kenangan. Nadia menyeka sudut matanya yang basah diam-diam. Ia tak ingin terlihat lemah apalagi di hadapan Gibran.

"Kita tunggu Elsa sebentar. Udah mau turun kok." Ujar Mama Elsa lemah lembut. Elsa versi old. Batin Nadia. Tapi mama Elsa jelas punya senyum tulus, tidak menyebalkan seperti anaknya. Nadia benar-benar menolak lupa insiden pizza itu.

"Gimana di kesatuan, Nadia bisa menyesuaikan dengan ibu-ibu disana?"

Nadia nyengir, entah itu bisa dikatakan menyesuaikan diri atau memaksakan diri yang pasti sangat sulit untuk terlihat senang diantara sekumpulan ibu-ibu yang selalu membahas tentang kepatuhan, pengorbanan dan pengabdian pada suami sebagai abdi negara. Kepala Nadia biasanya akan pusing dan kemudian memilih kabur ke kamar mandi untuk berselfi ria.

"Bisa, Tan. Ibu-ibu disana banyak membantu Nad." Ngeek, bohong bangat. Mana ada bantu, beberapa diantara mereka bahkan dengan sengaja melimpahkannya kerjaan yang seharusnya diselesaikan bersama-sama kepada dirinya seorang. Senioritas yang menyebalkan. Padahal kalau di sekolah, dia yang paling senior. Nadia tersenyum kaku lelah mendebat hati nuraninya yang memberontak.

"Syukurlah. Harus pandai-pandai membawa diri ya, Nak." Tambah Papa Elsa yang langsung diangguki Nadia.

"Siap, Om."

Suara tawa kedua orangtua di depannya itu pecah.

"Wah, udah biasa jawab begitu ya, Nak. Bagus." Nadia hanya megangguk bingung saat papa Elsa mengacungkan dua jempol untuknya. Nadia melirik Gibran berharap mendapatkan clue dari om nya itu namun yang ada Gibran hanya ikut terkekeh bersama kedua orangtua Elsa.Ia berusaha untuk tidak bertanya karena bertanya pada Gibran sama halnya balik di interogasi. Orang-orang tua yang aneh. Batin Nadia. Apa yang di pikirkannya memang benar, terjebak diantara orangtua sudah pasti membosankan dan membingungkan.

"Kita ke ruang tengah, Yuk. Bibik sudah menyiapkan semuanya. Kita tunggu Elsa di meja makan saja." Mama Elsa berdiri menghampiri Nadia, mengamit lengan kecil istri Gibran itu. "Ayo, Bang Gi, Pa."

Nadia langsung tersenyum lebar saat melihat di hadapannya tersaji berbagai jenis makanan dari seluruh nusantara. Selama ini yang ia tau hanya makanan-makanan ala resto eropa atau jepang selebihnya untuk masakan khas nusantara ia nol besar.

"Silahkan duduk." Mama Elsa duduk di kursi bagian kanan Papa elsa sementara Gibran dan Nadia di depan mereka. "Bik, tolong cek Elsa, ya. Bilangin Gibran dan Nad sudah datang." Ujarnya lanjut.

"Baik, Nyonya."

Nadia yang memang tidak biasa duduk diam melirik jauh ke lantai dua dimana bibik menghilang di balik pintu. Setiap kali mendengar nama Elsa, ia akan teringat kekesalannya pada Gibran yang dengan tidak berdosanya membuat ia menjadi sosok yang kalah di hadapan Elsa. Bagaimanapun caranya ia harus membalas Elsa.

"Oooom... " Nadia menatap Gibran dengan puppy eyesnya. Malam ini ia akan berubah menjadi anak anjing yang sangat lucu dan manja. Ia mau memberikan tontonan yang menarik untuk elsa maka ia akan mulai dari sekarang.

"Kenapa?" Tanya Gibran setengah berbisik.

Nadia melirik bahunya yang terbuka. Malam ini ia memaksa untuk memakai Baju dengan leher sabrina berwarna putih. Gibran sudah menegurnya memintanya mengganti baju tapi Nadia malah mengancam tidak mau ikut kalau tidak diizinkan memakain baju kesukaannya itu.

"Dingin."

Gibran menatapnya datar seolah mengatakan 'Bukankah aku sudah melarangmu tadi?'

Nadia yang memahami tatapan itu menunduk dalam. Bukannya dia sedih atau apa tapi ia sedang berekting. Ia bisa mendengar ketukkan sepatu dari lantai dua mendekat ke ruang makan. Sudah pasti itu Elsa. Dan Elsa harus di perlihatkan sesuatu yang menarik.

Nadia mengangkat kepalanya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Sebuah senjata yang selalu ampuh melumpuhkan Gibran Al fateh.

Gibran yang menyadari sebentar lagi akan ada drama dari Nadia segera melepaskan jaket yang melapisi kemeja lengan pendeknya dan menyampirkannya di bahu Nadia, menutupi bahu Nadia yang terekspos. Nadia menyengir lalu secara tiba-tiba mendaratkan kecupan di pipi Gibran.

"Makasih, Om."

Bukan saja Gibran, bahkan orangtua Elsa terlihat cukup kaget dengan yang dilakukan anak itu apalagi Elsa yang sudah berdiri dengan anggunnya di belakang kursi kosong di samping Kiri Gibran.

"Selamat malam, tante El." Sapa nadia ceria. Senyumnya benar-benar lebar.

"Selamat malam, Nad, Bang Gi." Jawabnya dengan suara sedikit bergetar.

"Selamat malam, Dokter El." Gibran tersenyum lembut seperti biasa. Jenis senyum yang menyebalkan kata Nadia.

"El, cantik sekali sayang." Puji mama el pada putri semata wayangnya yang terlihat cantik dengan gamis baby pink dan jilbab yang disampirkan kedua bahunya. Nadia yang tadi hendak mengambil gelasnya menghentikan gerakannya lalu memindai penampilan Elsa dari ujung kaki ke ujung kepala.

"Mama ih. El kan malu." Ujar Elsa. Kedua pipinya memerah merona ditambah lagi blush on yang ditaburi di pipinya.

"Mama benar kan, Pa??"

"Iya, mama kamu benar sayang. Kamu cantik sekali malam ini." Ujar papanya menyetujui ucapan istrinya.

Hih. Mau makan malam doang dandannya udah kayak mau lamaran. Lama bangat. Nadia mengomel dalam hati. Belum lagi melihat senyum malu-malu Elsa. Apa maksudnya tuh melirik Gibran?!

"Ya udah. Karena Elsa sudah disini. Gi, Nad, selamat menikmati hidangan kami ya."

"Terima kasih, Bu." Ujar Gibran lalu mulai menyendok nasi di piringnya.

Nadia menatap Elsa yang sering mencuri-curi pandang pada Gibran dengan penuh permusuhan. Lalu sebuah ide cemerlang meluncur dari mulutnya.

"Om, Nadia mau disuapin." pintanya dengan wajah yang sangat manis dibuat-buat. Gibran tentu tidak asing lagi dengan jenis senyum dan kalimat yang terdengar manis itu.

Gibran menatap Nadia penuh ancaman "Nad, please." Gibran melirik papa mama elsa yang mengulum senyum mendengar permintaan Nadia yang sangat kekanak-kanakan.

"Kan Nad punya tangan yang sehat. Makan sendirilah." Gibran berucap sepelan mungkin. Nadia ini tipe cewek keras kepala, kalau keinginannya tidak terpenuhi maka Gibran tinggal menunggu waktu untuk mengibarkan bendera putih dan Gibran tidak akan mengambil resiko untuk hal itu sekarang di depan komandannya.

"Kuku aku baru aja di menipedi kemarin. Sayaang kukunya." Nadia mengangkat tangannya menunjukkan jarinya pada Gibran yang sudah di lukis sedemikian rupa.

"We need to talk about this at home." Ujar Gibran penuh tekanan. Ia menyuapkan suapan pertama yang di sambut senang oleh Nadia. Tak peduli urusan di rumah, yang penting Nadia puas malam ini melihat wajah pias Elsa. Nadia di lawan, heh!

---

Terpopuler

Comments

StAr 1086

StAr 1086

semangat Nadya...singkirkan pelakor jauh jauh....

2022-11-27

1

buk e irul

buk e irul

resiko istri kecil Ndan 🤣🤣🤣

2022-07-12

1

Ili@na

Ili@na

baca lagi untuk kesekian klainya😬😬

2022-07-07

1

lihat semua
Episodes
1 Gadis nakalnya Om
2 Rumah hijau
3 Tante-tante cantik
4 Tamu tak di undang
5 Drama Makan malam
6 Drama Nadia
7 Pembuat Onar
8 Kabur dari Penjara
9 Semi militer
10 Om-om Tentara
11 Istri-Istri Tentara
12 Main ke Pantai
13 Penjaga Gadis Nakal
14 Ketika Om Tidak Ada
15 Di Ospek Lagi
16 Peliharaan Om-Om
17 Pelajaran dari Om
18 Pelajaran lainnya
19 Dapat Kunjungan
20 Kunjungan Lain
21 Malam mingguan
22 Bocor
23 Yang bersayap
24 Menu Makan Malam
25 Lebih dari 3000
26 Marahnya Gibran
27 Buatan sendiri
28 Milik Nadia
29 Dirgahayu Om Gi
30 Pewaris Gaudia Group
31 Alat Negara
32 Hari H
33 Obatnya Om Gibran
34 Jika harus pisah
35 Istri Sah Gibran Al Fateh
36 Habis manis lalu pergi
37 Menunggu Om Gi kembali
38 Kehidupan Istri Prajurit
39 Terima kasih sudah berjuang.
40 Bunga hidup untuk Om Gi
41 Anak SMA VS Om Tentara
42 Asal Om Gibran Bahagia
43 Tante-tante tutup panci
44 Calon Papa mama yang baik
45 Tugas Negara diatas Keluarga
46 Airmata Seorang Persit
47 Musuh bersama
48 Cemburunya Nadia
49 Nadia dan Om Gibran
50 Mencari Nadia
51 Usaha mendapatkan Maaf
52 Para Lelaki
53 Istrinya Gibran
54 Susu pisang spesial ala Nadia
55 Jalan sama Om-Om
56 Antara Sayang dan cinta
57 Wanitanya Om Gibran
58 Ujian bersama
59 Senjata makan Tuan
60 Salah siapa?
61 Ada apa dengan Om Gi?
62 Ngidam.
63 Satu garis samar lainnya
64 Ngidam Bucin
65 Hati yang Om Gi sakiti
66 Barisan Para Fans
67 Barisan para Fans 2
68 Butuh Piknik
69 Ada hati yang harus dijaga
70 Masih Anak Sekolah
71 Guguk menggonggong, Nadia berlenggok
72 Janji yang diingkari
73 Sumpah seorang Prajurit
74 Tentang Dokter Elsa
75 Hari-hari Terakhir
76 Tak Kenal Maka Tak sayang
77 Rumahku adalah istanaku
78 Matahari terbit di sayap Garuda
79 Menyesuaikan Diri
80 Hari Pertama di tempat Baru
81 Orang-orang Baik
82 Berburu peradaban
83 Istri yang baik
84 Tetangga Rese
85 Milikku
86 Diabaikan
87 Kepergian Nadia
88 Jarak dan Waktu
89 Kata Tanpa Rasa
90 Berita Kelulusan
91 Satu-satunya
92 Jangan Pergi
93 Obrolan serius
94 Anak hasil didikan Gibran
95 Memaafkan dan Menghargai
96 Om-om Serba Bisa
97 Badai Tak Terduga
98 Penyejuk Hati
99 Senandung Cinta Nadia
100 Om Gibran yang Baik
101 Jaga dia untukku
102 Aku pasti kembali
103 Manis Manja
104 Suami sayang Istri
105 Lidah Tetangga
106 Kata Dokter
107 Definisi Cinta
108 Para Pemburu
109 Ulat Sagu
110 Hak milik Gibran
111 Nadia Bakpau
112 Pasangan Serasi???
113 Pria menyebalkan
114 Acara Malam
115 Bayi besar Nadia
116 Obrolan pasangan
117 Lelaki Pujaan
118 Suami Nadia
119 Selamat Datang
120 Ibu dan Ayah Navia
121 Permintaan Maaf
122 The Girls in your Area
123 Balada Cinta Gendis
124 Tour Gratis Distrik
125 Anak Rantau
126 Kisah yang tak diinginkan
127 Pulang kembali
128 Lelaki baik itu masih Ada
129 Om Gi dan Make Up
130 Dia marah?
131 Lebih Sakit
132 Ibu terbaik
133 Hukuman Termanis
134 Mode Biasa
135 Saat Jauh
136 Perkara Kabar
137 Perkara Kabar 2
138 Sesal Tiada Guna
139 Hari yang Aneh
140 Buayanya Nad
141 Oh Ternyata
142 Pesona gadis muda
143 Lelaki Romantis
144 Kaum Milenial dan Orang-Orang Dewasa
145 Mahasiswa Cantik
146 Lelaki Beraroma Segar
147 Dalam Dekapan Om Gi
148 Para Senior Laknat
149 Para Pengganggu
150 Om Gi Yang Lugu
151 Sampai Jumpa Kesayangan
152 Istri, Ibu, dan Mahasiswi
153 Janji-janji Palsu
154 Disini Hanya Untukmu
155 Nadia Oh Nadia
156 Bersama selamanya
157 Kembali Kerutinitas
158 Vitamin C-nya Nadia
159 Kemerdekaan Tak Abadi
160 Kawasan Wajib Lapor
161 Istrinya Kapten Gibran
162 Bela Negara
163 Topik Utama
164 Teguran Keras
165 Malaikat Itu Nyata Adanya
166 Mari hadapi bersama
167 Atasan Sang Kapten
168 Menjaga Milik Pribadi
169 Jabatan Baru
170 Bos Kecil
171 Mahasiswi Pencitraan
172 Tentang sebuah kepercayaan
173 Ada Apa Dengan Om Gi?
174 Menjadi Dewasa
175 Nadia Hebat
176 Bukan manusia sempurna
177 Hari yang Sibuk
178 Airmata si Cantik
179 Nadia Dan Para Wanita Bar-Bar
180 Rasanya Cinta
181 Dilabrak
182 Harta yang berharga
183 Kejutan
184 Love you more
185 Bencong
186 Permintaan Pertama
187 Saran-saran
188 Bakti Sosial
189 Misi Kemanusiaan
190 Operasi Penyelamatan
191 Bahagiaku itu Kamu
192 Di tenda pengungsian
193 Terlalu Memuja
194 Muka Dua
195 Masa Tenang
196 Amit-amit
197 Melepaskan
198 Kumat
199 Menikah itu....
200 Pasca Wedding
201 Ekstra Part. Rindu Berat
202 Ekstra Part 2. Kesayangan
Episodes

Updated 202 Episodes

1
Gadis nakalnya Om
2
Rumah hijau
3
Tante-tante cantik
4
Tamu tak di undang
5
Drama Makan malam
6
Drama Nadia
7
Pembuat Onar
8
Kabur dari Penjara
9
Semi militer
10
Om-om Tentara
11
Istri-Istri Tentara
12
Main ke Pantai
13
Penjaga Gadis Nakal
14
Ketika Om Tidak Ada
15
Di Ospek Lagi
16
Peliharaan Om-Om
17
Pelajaran dari Om
18
Pelajaran lainnya
19
Dapat Kunjungan
20
Kunjungan Lain
21
Malam mingguan
22
Bocor
23
Yang bersayap
24
Menu Makan Malam
25
Lebih dari 3000
26
Marahnya Gibran
27
Buatan sendiri
28
Milik Nadia
29
Dirgahayu Om Gi
30
Pewaris Gaudia Group
31
Alat Negara
32
Hari H
33
Obatnya Om Gibran
34
Jika harus pisah
35
Istri Sah Gibran Al Fateh
36
Habis manis lalu pergi
37
Menunggu Om Gi kembali
38
Kehidupan Istri Prajurit
39
Terima kasih sudah berjuang.
40
Bunga hidup untuk Om Gi
41
Anak SMA VS Om Tentara
42
Asal Om Gibran Bahagia
43
Tante-tante tutup panci
44
Calon Papa mama yang baik
45
Tugas Negara diatas Keluarga
46
Airmata Seorang Persit
47
Musuh bersama
48
Cemburunya Nadia
49
Nadia dan Om Gibran
50
Mencari Nadia
51
Usaha mendapatkan Maaf
52
Para Lelaki
53
Istrinya Gibran
54
Susu pisang spesial ala Nadia
55
Jalan sama Om-Om
56
Antara Sayang dan cinta
57
Wanitanya Om Gibran
58
Ujian bersama
59
Senjata makan Tuan
60
Salah siapa?
61
Ada apa dengan Om Gi?
62
Ngidam.
63
Satu garis samar lainnya
64
Ngidam Bucin
65
Hati yang Om Gi sakiti
66
Barisan Para Fans
67
Barisan para Fans 2
68
Butuh Piknik
69
Ada hati yang harus dijaga
70
Masih Anak Sekolah
71
Guguk menggonggong, Nadia berlenggok
72
Janji yang diingkari
73
Sumpah seorang Prajurit
74
Tentang Dokter Elsa
75
Hari-hari Terakhir
76
Tak Kenal Maka Tak sayang
77
Rumahku adalah istanaku
78
Matahari terbit di sayap Garuda
79
Menyesuaikan Diri
80
Hari Pertama di tempat Baru
81
Orang-orang Baik
82
Berburu peradaban
83
Istri yang baik
84
Tetangga Rese
85
Milikku
86
Diabaikan
87
Kepergian Nadia
88
Jarak dan Waktu
89
Kata Tanpa Rasa
90
Berita Kelulusan
91
Satu-satunya
92
Jangan Pergi
93
Obrolan serius
94
Anak hasil didikan Gibran
95
Memaafkan dan Menghargai
96
Om-om Serba Bisa
97
Badai Tak Terduga
98
Penyejuk Hati
99
Senandung Cinta Nadia
100
Om Gibran yang Baik
101
Jaga dia untukku
102
Aku pasti kembali
103
Manis Manja
104
Suami sayang Istri
105
Lidah Tetangga
106
Kata Dokter
107
Definisi Cinta
108
Para Pemburu
109
Ulat Sagu
110
Hak milik Gibran
111
Nadia Bakpau
112
Pasangan Serasi???
113
Pria menyebalkan
114
Acara Malam
115
Bayi besar Nadia
116
Obrolan pasangan
117
Lelaki Pujaan
118
Suami Nadia
119
Selamat Datang
120
Ibu dan Ayah Navia
121
Permintaan Maaf
122
The Girls in your Area
123
Balada Cinta Gendis
124
Tour Gratis Distrik
125
Anak Rantau
126
Kisah yang tak diinginkan
127
Pulang kembali
128
Lelaki baik itu masih Ada
129
Om Gi dan Make Up
130
Dia marah?
131
Lebih Sakit
132
Ibu terbaik
133
Hukuman Termanis
134
Mode Biasa
135
Saat Jauh
136
Perkara Kabar
137
Perkara Kabar 2
138
Sesal Tiada Guna
139
Hari yang Aneh
140
Buayanya Nad
141
Oh Ternyata
142
Pesona gadis muda
143
Lelaki Romantis
144
Kaum Milenial dan Orang-Orang Dewasa
145
Mahasiswa Cantik
146
Lelaki Beraroma Segar
147
Dalam Dekapan Om Gi
148
Para Senior Laknat
149
Para Pengganggu
150
Om Gi Yang Lugu
151
Sampai Jumpa Kesayangan
152
Istri, Ibu, dan Mahasiswi
153
Janji-janji Palsu
154
Disini Hanya Untukmu
155
Nadia Oh Nadia
156
Bersama selamanya
157
Kembali Kerutinitas
158
Vitamin C-nya Nadia
159
Kemerdekaan Tak Abadi
160
Kawasan Wajib Lapor
161
Istrinya Kapten Gibran
162
Bela Negara
163
Topik Utama
164
Teguran Keras
165
Malaikat Itu Nyata Adanya
166
Mari hadapi bersama
167
Atasan Sang Kapten
168
Menjaga Milik Pribadi
169
Jabatan Baru
170
Bos Kecil
171
Mahasiswi Pencitraan
172
Tentang sebuah kepercayaan
173
Ada Apa Dengan Om Gi?
174
Menjadi Dewasa
175
Nadia Hebat
176
Bukan manusia sempurna
177
Hari yang Sibuk
178
Airmata si Cantik
179
Nadia Dan Para Wanita Bar-Bar
180
Rasanya Cinta
181
Dilabrak
182
Harta yang berharga
183
Kejutan
184
Love you more
185
Bencong
186
Permintaan Pertama
187
Saran-saran
188
Bakti Sosial
189
Misi Kemanusiaan
190
Operasi Penyelamatan
191
Bahagiaku itu Kamu
192
Di tenda pengungsian
193
Terlalu Memuja
194
Muka Dua
195
Masa Tenang
196
Amit-amit
197
Melepaskan
198
Kumat
199
Menikah itu....
200
Pasca Wedding
201
Ekstra Part. Rindu Berat
202
Ekstra Part 2. Kesayangan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!