Kunjungan Lain

"Om tidak kembali ke kantor?" Nadia membuka mata pelan. Di depannya Gibran tengah menonton tv dengan volumen kecil. Teman-temannya baru saja pulang setelah mereka makan siang delivery ayam geprek.

"Tidak." Jawab Gibran tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar televisi yang sedang menayangkan berita kriminal. "Gimana perasaan kamu? Udah baikan?"

Nadia mengangguk. Ia menggerakkan badannya untuk duduk bersandar di sofa. Saat ini ia terlelap diatas sofa sedangkan Gibran duduk melantai menyelonjorkan kaki. Diam-diam Nadia memperhatikan sosok yang sedang membelakanginya itu. Ingatannya kembali pada kejadian siang kemarin saat tak sengaja mendengar permintaan Elsa pada Gibran. Perasaannya sendiri tidak nyaman membayangkan Gibran dan Elsa pergi berdua di tempat jauh. Bukan karena ia mencurigai keduanya karena tanpa kata 'curiga' itupun Nadia tau bahwa dokter berwajah lembut itu mempunyai perasaan khusus pada Om nya. Yang Nadia belum tau pasti adalah perasaan Gibran pada dokter Elsa. Jika di pikirkan dengan akal sehat, apa mungkin Gibran menolak wanita sesempurna Elsa hanya untuk gadis seperti dirinya? Cinta? Nadia sanksi, selama ini perlakukan Gibran padanya tidak ada yang berubah, selalu perhatian padanya dari pertama ia mengenal sahabat orangtuanya itu sampai kemudian laki-laki itu menyampaikan rencananya untuk menikahi dirinya tentu saja terkecuali ciuman itu. Apa Nadia boleh mengartikan itu sebagai bentuk 'perhatian' yang berbeda? Tapi kata orang-orang, laki-laki bisa mencium gadis manapun yang ia inginkan walaupun tanpa cinta. Arg! Kenapa semuanya tampak rumit sekarang. Nadia memegang kepalanya frustasi.

"Kenapa? Sakit?"

"Oh itu--" Nadia mengatupkan mulutnya, mengabaikan pertanyaan Gibran yang menatapnya khawatir. Ia memandang wajah laki-laki itu cukup lama, sebelum kemudian melanjutkan pertanyaan yang sejak lama berkelebat dalam pikirannya "Om kenapa nikahin Nad?"

Gibran yang tak menyangka mendapat pertanyaan random itu diam sesaat, memutus kontak mata dengan Nadia.

"Karena jodoh." Ucapnya datar.

"Om tau bukan itu yang Nad maksud. Nad pengen tau alasan Om menikahi Nad selain karena kita jodoh seperti yang Om bilang." Lanjut Nadia dengan suara seraknya.

"Tidak ada alasan lain." kata Gibran lagi. Laki-laki itu kembali duduk menghadap layar televisi.

"Nad hanya penasaran. Apa karena Ayah dan Bunda? Karena kalau benar karena Ayah dan Bunda, Nad rasa Om tidak perlu sejauh ini. Nad sudah cukup mendapatkan kasih sayang Om Gi sebagai anak asuh. Nad ingin Om Gi bahagia. Nad--"

"Kalau Nad ingin Om bahagia. Nad cukup dengarkan Om saja. Jangan pikirkan hal lain." Sela Gibran dengan saura rendah. "Apapun alasan om menikahi Nad, itu yang terbaik untuk Nad."

"Bagimana dengan Om? Apa ini yang terbaik juga untuk Om?"

Gibran menoleh, menata Nadia dengan wajah kaku "Itu urusan Om." ujarnya, terlihat sekali tak ingin membahas hal persoalan kali ini.

Nadia mengangguk samar. Selama ini ia memang akan mengikuti semua apa yang Gibran ucapkan termasuk saat laki-laki yang sudah dianggap sebagai paman itu tiba-tiba datang di rumahnya setelah bertugas selama sembilan bulan lebih di tanah papua membawa maksud menikahi dirinya yang baru beberapa hari merayakan ulang tahunnya yang ke tujuh belas. Nadia tidak pernah memiliki tempat untuk bertanya dan memikirkan semuanya karena itu bukanlah lamaran melainkan keharusan bagi seorang Nadia. Sebelumnya ia tak pernah memikirkan, mengambil pusing persoalan ini karena ia rasa semuanya akan baik-baik saja selama ada Gibran di sampingnya tapi makin hari Nadia mulai mengerti bahwa selain dirinya dan Gibran, ada orang lain di luar sana yang bersinggungan dengan kehidupan mereka. Dan lagi, setelah beberapa hari ini dan banyaknya hal yang terjadi, Nadia merasakan ada yang berubah dari caranya memandang Gibran. Bukan lagi hanya sebatas Gibran sebagai laki-laki yang menggantikan peran orangtuanya tapi Gibran sebagai sosok lain yang membuat hatinya berdegup aneh. Dan ia tidak bisa mengabaikan hal itu begitu saja.

"Nad hanya ingin tau." Gumamnya menerawang.

Gibran menghela nafas pendek. Ia beranjak dari tempatnya dan duduk disamping Nadia diatas sofa. Gadis itu menatap Gibran sayu. Matanya berkaca-kaca menunjukkan ada yang tak beres dalam hatinya.

"Nad tidak mau merebut kebahagiaan Om Gibran. Nad sayang sama Om. Nad tidak mau Om terus-terusan berkorban untuk Nad. Nad--"

"Om bahagia. Om selalu bahagia selama Nad baik-baik saja."

Nadia terisak dalam pelukan hangat Gibran. Perasaannya diliputi kekacauan sejak mengenal sosok Elsa. Seorang wanita sempurna yang semua orang juga tau bahwa wanita seperti Dokter Elsa lah yang pantas mendampingi Seorang Kapten Gibran Al Fateh, bukan seperti dirinya, gadis nakal yang menambah beban untuk Gibran.

"Nad minta maaf. Nad sudah menyusahkan Om."

"Jangan bicara seperti itu." Gibran mengeratkan pelukannya pada gadis kecil yang diamanahkan oleh dua sahabatnya itu untuk selalu ia pastikan kebahagian dan keselamatannya.

Keadaan di ruang tengah asrama hijau itu sepi suara manusia. Hanya suara televisi yang terdengar samar, mengisi kesunyian diantara dua anak manusia yang kini berkutat dengan pikiran masing-masing. Nadia dengan banyak pertanyaan di kepalanya, sedangkan Gibran memikirkan penyebab Nadia tiba-tiba mengulik alasan pernikahan mereka. Sampai saat tadi, Gibran tak pernah menduga Nadia yang biasanya tak peduli dengan setiap keputusan yang ia ambil tiba-tiba menanyakan alasannya menikahi gadis kecil itu. Alasan yang selama ini orang tanyakan padanya, alasan yang akan simpan untuk dirinya sendiri. Mungkin suatu hari ia akan ungkapkan atau mungkin selamanya hanya akan ia simpan untuk dirinya sendiri.

***

"Ya ampun dek Nad, sakit kok gak bilang-bilang sama tetangga sih. Kan kesannya kami tidak peduli dengan Dek Nadia. Iya kan ibu-ibu??"

Nadia menghela nafas pendek. Baru juga berkurang sedikit sakit kepalanya, ada lagi muncul sumber sakit kepala lainnya. Ini sih bukan hanya sakit kepala lagi Nadia, sudah komplikasi sakit hati, sesak jantung dan sakit-sakit lainnya kalau Bu Agus tidak berhenti bicara.

"Cuma demam biasa kok." Ujar Nadia tersenyum kering. Bakalan jadi Demam parah kalau ia memberitahu Ibu Agus kemarin ini. Ini saja ngomongnya tidak ada berhenti sejak datang tadi.

"Makanya dek Nadia sering-sering olahraga sore jangan main ke Mall terus."

Lah, suka-suka gue dong. Nadia sudah dongkol setengah mati sejak tadi tetangga rempongnya ini menyindirnya. Nadia sudah lupa pelajaran waktu SD tapi kalau tidak salah ia masih sedikit ingat ajaran bundanya tentang adab menjenguk orang sakit yakni menghiburnya dan mendoakannya bukan malah di nyinyiri seperti yang ia alami sekarang. Kalau tidak mengingat nama baik Gibran, Nadia rasa-rasanya ingin mengusir tante Agus ini, hobi kok nyinyirin hidup orang.

"Ah iya, tante." Ujar Nadia sekenanya. Terserahlah apa kata ibu-ibu di depannya ini.

"Dek, ini buah dari kami." Bu ketut memotong.

"Wah makasih, ibu-ibu. Jadi repot-repot."Nadia menerima keranjang buah dari bu ketut lalu meletakkannya bersama kiriman-kiriman lainnya yang ia dapat sejak kabar ia sakit, merebak.

"Jangan diliat harganya ya Dek. Memang tidak sebanding dengan harga kue Robbins tapi ikhlas dari hati loh ngasinya."

Nadia mengucek hidungnya yang gatal saat melihat tatapan mata Bu Agus yang sedang menyorot buah tangan dari sahabat-sahabatnya. Ada aja.

"Ah iya, tante. Terima kasih." Nadia bertepuk tangan untuk dirinya sendiri. Entah kesabaran darimana yang ia punya hari ini yang pasti ia berterima kasih pada mulutnya sendiri karena tidak mengeluarkan kalimat-kalimat favoritnya untuk ibu-ibu satu di depannya ini.

"Dek Nadia sendiri?" Tanya seorang Ibu yang Nadia kenali sebagai lawan tim nyinyir bu agus.

"Iya, Tante. Om ada keperluan di luar."

"Hati-hati loh dek, jaga suaminya baik-baik jangan sampai tergoda wanita lain di luar sana. Apa lagi Dek Nadia--yah begitulah." Bu Agus memperhatikan Nadia dari ujung kaki ke ujung kepala.

Nadia memandang penampilannya sendiri. Memangnya dia kenapa? Ada yang salah? Nadia menggelengkan kepala, tidak paham lagi dengan tetangganya yang satu ini. Ada saja yang bikin Nadia mumet. Nadia menyengir kaku. Sampai detik ini ia masih meyakini seratus persen dugaannya bahwa Om Gibrannya yang terkenal cool dan susah diajak bercanda itu sedang kecanduan bibirnya. Tanpa sadar Nadia meraba bibir bawahnya, masih terasa dengan jelas bagaimana ******* bibir merah Gibran pada bibirnya. Nadia kira bibir yang tidak pernah menyentuh rokok itu hanya bisa meneriaki anggotanya di lapangan dan lancar memaparkan strategi di medan perang ternyata ada keahlian lain yang tidak kalah kerennya dimana hanya dirinya yang tau.

"Dek Nadia?"

"Ah iya. Maaf, bu." Nadia meringis, bisa-bisanya ia melamun jorok di tengah ibu-ibu rempong ini. Astaga, Nadia harus mandi air ruqyah, otaknya sudah benar-benar kotor sekarang.

"Jangan dipikirin omongan tante Agus, dek Nadia. Om Gibran orangnya baik, soleh, Insya Allah beda dengan pak Agus." Ucap Bu Arya setengah berbisik pada Nadia.

Nadia mengangguk kaku. Hebat juga ya bawa-bawa nama Allah pas nyinyirin orang, mungkin nanti perhitungannya 50:50. Nadia manggut-manggut. Boleh lah nanti ia coba, nyotek baca bismilah, pas lolos dari pagar baca Alhamdulillah. Nadia terkikik. Kejahatan syar'i lah istilahnya.

"Assalamualaikum"

"Waalaikumsalam."

Gibran mengangguk ramah pada tamu Nadia yang menatapnya dengan tatapan berbeda-beda. Beberapa tampak saling berbisik dibelakang. Tatapannya jatuh pada sosok menyedihkan yang juga sedang menatapnya meminta tolong.

Nadia beranjak dari kursinya untuk menyalami Gibran. Kepalanya di elus lembut oleh lelaki itu.

"Udah lama?" Bisik Gibran.

Nadia yang mengerti maksud pertanyaan Gibran mengangguk pelan. "Nad pusing." katanya lirih. Sejak tadi inginnya beristrahat namun kehadiran dari ibu-ibu tetangganya mau tak mau harus ia sambut sebagai tuan rumah yang baik. Nadia bukannya membenci tetangga-tetangganya tapi kepalanya masih sering pusing ditambah lagi dengan tekanan batin akibat omongan beberapa Ibu yang kadang membuat asam lambungnya mencuat ingin keluar.

"Sabar." Gibran mengelus kening Nadia yang mengerut.

Nadia mengangguk lagi. Setelah itu ia kembali duduk bergabung mendengarkan kalimat apa lagi berikutnya. Untuk beberapa waktu dia harus bertahan menghadapi kunjungan spesial kali ini.

.

.

.

"Tamu Nad sudah pulang?" Gibran mengusap pelan punggung tangan Nadia yang bertaut memeluknya dari belakang. Gibran baru saja memasukkan beberapa pakaian kotor dalam mesin cuci sebelum kemudian lengan kecil Nadia menguncinya dengan pelukan.

Nadia mengangguk. Menyerukkan wajahnya di punggung lebar Gibran yang hanya di lapisi singlet hitam. Hangat dan Sandarable, begitulah Nadia mendeskripsikan punggung seorang Gibran Al Fateh. Sejak kecil punggung Gibran adalah salah satu bagian favoritnya untuk ia peluk. Punggung yang semasa kecil hingga sekarang suka membawanya lari mengelilingi halaman rumahnya atau taman di sekitar kompleks.

"Masih lemas?"

"Udah mendingan. Besok Nad mau masuk sekolah." Nadia melepaskan belitannya di punggung Gibran setelah puas menghirup wangi kayu dari badan Omnya yang bercampur wangi deterjen yang baru di tumpahkan dalam mesin. Ia duduk di kursi makan memperhatikan Gibran yang begitu cekatan mengerjakan pekerjaan rumah. Mungkin bagi yang melihatnya, Nadia bisa disebut istri tidak baik karena membiarkan Gibran melakukan semua pekerjaan rumah tangga sendiri tapi sejak kecil Nadia sudah terbiasa melihat Gibran melakukan apapun sendiri. Lagian apa yang bisa ia lakukan, selama menikah dengan Gibran, ia cukup bangga bisa menyajikan roti isi slai dan susu hangat tanpa mengalami cedera. Ia tak pernah melakukan pekerjaan rumah tangga sebelumnya karena sejak lahir semua kebutuhannya terpenuhi dan dilayani oleh orang-orang yang dibayar oleh orangtuanya. Nadia hanya tau belajar dan membelanjalakan uang orangtuanya. Tapi sejak menikah dengan Gibran, perlahan laki-laki itu mengenalkannya pada dapur meskipun seperti yang sudah dijelaskan, hanya mampu membuat roti slai dan susu hangat.

"Alhamdulillah. Nanti malam minum obat lagi." Ucap Gibran sembari memutar mesin penggiling.

"Gak mau. Nad udah sembuh." Tolak Nadia. Badannya sudah terasa ringan, ia tidak memerlukan obat lagi. Apalagi kalau minum obatnya seperti cara Gibran tadi pagi, bukannya sembuh, Nadia bisa-bisa kembali demam.

Gibran menoleh, membuat Nadia langsung gelagapan. Padahal ia tidak sedang melakukan apa-apa tapi kenapa ia jadi canggung begini?!

"Obatnya harus habis." Gibran bersidekap, menyandarkan punggungnya pada mesin yang sedang berputar. Mata kelamnya menatap Nadia yang sedang menunduk menyembunyikan wajahnya yang menghangat.

"Nad gak mau. Om ngasinya gitu."

"Gitu gimana?"

"Ya pokoknya--"

Nadia terjengkat saat mengangkat kepala, Gibran sudah berdiri di depannya, menatapnya dengan seringai yang membuat Nadia menelan gugup.

"Nad yang jelas lah ngomongnya. Gitu gimana maksud Nad? Hm?"

Nadia merasakan seluruh tubuhnya merinding saat jemari besar Gibran menyentuh pipinya, mengelus rahang mulusnya dengan ibu jarinya yang besar. Sekali saja jari-jari itu menekan rahangnya, Nadia rasa ia pasti akan remuk saat itu juga.

Nadia mengerjap. Hembus nafas Gibran terasa hangat menyapu permukaan kulitnya menghadirkan sensasi aneh saat wangi nafas laki-laki itu tertangkap indranya.

"Kok diam?" Gibran semakin menunduk. Tangan kanannya menumpu di sandaran kursi yang diduduki Nadia membuat badan kecil itu seolah-olah terkurung dalam kuasanya.

"Om mau ngapain Nad?" Pertanyaan bodoh. Nadia mengutuk dirinya yang selalu kehilangan kecerdasannya setiap kali Gibran berada dalam jarak yang sangat rawan dengannya. Gibran tak menjawab, ia malah mempersempit jarak diantara mereka membuat Nadia kelabakan.

"Seperti ini maksud Nad?"

Nadia mengerjap, menutup matanya saat bibir Gibran menyentuh bibirnya ringan. Hanya sekitar dua detik, memberikan sentuhan ringan seperti bulu yang bertebrangan hinggap sesaat lalu terbang lagi. Tapi bagi Nadia, segalanya tak lagi sederhana.

***

Terpopuler

Comments

Sandisalbiah

Sandisalbiah

perlahan tp pasti ya om Gi.. tutorial menjadikan istri sesungguhnya... 😅😅 cerdas....

2023-09-03

1

Naura Sabrina

Naura Sabrina

bnar2 nih novel g bosen baca 🤗🤗🤗

2023-03-07

1

Rhiedha Nasrowi

Rhiedha Nasrowi

ihhh ya ampun om gi😍😍😍😍

2022-04-14

1

lihat semua
Episodes
1 Gadis nakalnya Om
2 Rumah hijau
3 Tante-tante cantik
4 Tamu tak di undang
5 Drama Makan malam
6 Drama Nadia
7 Pembuat Onar
8 Kabur dari Penjara
9 Semi militer
10 Om-om Tentara
11 Istri-Istri Tentara
12 Main ke Pantai
13 Penjaga Gadis Nakal
14 Ketika Om Tidak Ada
15 Di Ospek Lagi
16 Peliharaan Om-Om
17 Pelajaran dari Om
18 Pelajaran lainnya
19 Dapat Kunjungan
20 Kunjungan Lain
21 Malam mingguan
22 Bocor
23 Yang bersayap
24 Menu Makan Malam
25 Lebih dari 3000
26 Marahnya Gibran
27 Buatan sendiri
28 Milik Nadia
29 Dirgahayu Om Gi
30 Pewaris Gaudia Group
31 Alat Negara
32 Hari H
33 Obatnya Om Gibran
34 Jika harus pisah
35 Istri Sah Gibran Al Fateh
36 Habis manis lalu pergi
37 Menunggu Om Gi kembali
38 Kehidupan Istri Prajurit
39 Terima kasih sudah berjuang.
40 Bunga hidup untuk Om Gi
41 Anak SMA VS Om Tentara
42 Asal Om Gibran Bahagia
43 Tante-tante tutup panci
44 Calon Papa mama yang baik
45 Tugas Negara diatas Keluarga
46 Airmata Seorang Persit
47 Musuh bersama
48 Cemburunya Nadia
49 Nadia dan Om Gibran
50 Mencari Nadia
51 Usaha mendapatkan Maaf
52 Para Lelaki
53 Istrinya Gibran
54 Susu pisang spesial ala Nadia
55 Jalan sama Om-Om
56 Antara Sayang dan cinta
57 Wanitanya Om Gibran
58 Ujian bersama
59 Senjata makan Tuan
60 Salah siapa?
61 Ada apa dengan Om Gi?
62 Ngidam.
63 Satu garis samar lainnya
64 Ngidam Bucin
65 Hati yang Om Gi sakiti
66 Barisan Para Fans
67 Barisan para Fans 2
68 Butuh Piknik
69 Ada hati yang harus dijaga
70 Masih Anak Sekolah
71 Guguk menggonggong, Nadia berlenggok
72 Janji yang diingkari
73 Sumpah seorang Prajurit
74 Tentang Dokter Elsa
75 Hari-hari Terakhir
76 Tak Kenal Maka Tak sayang
77 Rumahku adalah istanaku
78 Matahari terbit di sayap Garuda
79 Menyesuaikan Diri
80 Hari Pertama di tempat Baru
81 Orang-orang Baik
82 Berburu peradaban
83 Istri yang baik
84 Tetangga Rese
85 Milikku
86 Diabaikan
87 Kepergian Nadia
88 Jarak dan Waktu
89 Kata Tanpa Rasa
90 Berita Kelulusan
91 Satu-satunya
92 Jangan Pergi
93 Obrolan serius
94 Anak hasil didikan Gibran
95 Memaafkan dan Menghargai
96 Om-om Serba Bisa
97 Badai Tak Terduga
98 Penyejuk Hati
99 Senandung Cinta Nadia
100 Om Gibran yang Baik
101 Jaga dia untukku
102 Aku pasti kembali
103 Manis Manja
104 Suami sayang Istri
105 Lidah Tetangga
106 Kata Dokter
107 Definisi Cinta
108 Para Pemburu
109 Ulat Sagu
110 Hak milik Gibran
111 Nadia Bakpau
112 Pasangan Serasi???
113 Pria menyebalkan
114 Acara Malam
115 Bayi besar Nadia
116 Obrolan pasangan
117 Lelaki Pujaan
118 Suami Nadia
119 Selamat Datang
120 Ibu dan Ayah Navia
121 Permintaan Maaf
122 The Girls in your Area
123 Balada Cinta Gendis
124 Tour Gratis Distrik
125 Anak Rantau
126 Kisah yang tak diinginkan
127 Pulang kembali
128 Lelaki baik itu masih Ada
129 Om Gi dan Make Up
130 Dia marah?
131 Lebih Sakit
132 Ibu terbaik
133 Hukuman Termanis
134 Mode Biasa
135 Saat Jauh
136 Perkara Kabar
137 Perkara Kabar 2
138 Sesal Tiada Guna
139 Hari yang Aneh
140 Buayanya Nad
141 Oh Ternyata
142 Pesona gadis muda
143 Lelaki Romantis
144 Kaum Milenial dan Orang-Orang Dewasa
145 Mahasiswa Cantik
146 Lelaki Beraroma Segar
147 Dalam Dekapan Om Gi
148 Para Senior Laknat
149 Para Pengganggu
150 Om Gi Yang Lugu
151 Sampai Jumpa Kesayangan
152 Istri, Ibu, dan Mahasiswi
153 Janji-janji Palsu
154 Disini Hanya Untukmu
155 Nadia Oh Nadia
156 Bersama selamanya
157 Kembali Kerutinitas
158 Vitamin C-nya Nadia
159 Kemerdekaan Tak Abadi
160 Kawasan Wajib Lapor
161 Istrinya Kapten Gibran
162 Bela Negara
163 Topik Utama
164 Teguran Keras
165 Malaikat Itu Nyata Adanya
166 Mari hadapi bersama
167 Atasan Sang Kapten
168 Menjaga Milik Pribadi
169 Jabatan Baru
170 Bos Kecil
171 Mahasiswi Pencitraan
172 Tentang sebuah kepercayaan
173 Ada Apa Dengan Om Gi?
174 Menjadi Dewasa
175 Nadia Hebat
176 Bukan manusia sempurna
177 Hari yang Sibuk
178 Airmata si Cantik
179 Nadia Dan Para Wanita Bar-Bar
180 Rasanya Cinta
181 Dilabrak
182 Harta yang berharga
183 Kejutan
184 Love you more
185 Bencong
186 Permintaan Pertama
187 Saran-saran
188 Bakti Sosial
189 Misi Kemanusiaan
190 Operasi Penyelamatan
191 Bahagiaku itu Kamu
192 Di tenda pengungsian
193 Terlalu Memuja
194 Muka Dua
195 Masa Tenang
196 Amit-amit
197 Melepaskan
198 Kumat
199 Menikah itu....
200 Pasca Wedding
201 Ekstra Part. Rindu Berat
202 Ekstra Part 2. Kesayangan
Episodes

Updated 202 Episodes

1
Gadis nakalnya Om
2
Rumah hijau
3
Tante-tante cantik
4
Tamu tak di undang
5
Drama Makan malam
6
Drama Nadia
7
Pembuat Onar
8
Kabur dari Penjara
9
Semi militer
10
Om-om Tentara
11
Istri-Istri Tentara
12
Main ke Pantai
13
Penjaga Gadis Nakal
14
Ketika Om Tidak Ada
15
Di Ospek Lagi
16
Peliharaan Om-Om
17
Pelajaran dari Om
18
Pelajaran lainnya
19
Dapat Kunjungan
20
Kunjungan Lain
21
Malam mingguan
22
Bocor
23
Yang bersayap
24
Menu Makan Malam
25
Lebih dari 3000
26
Marahnya Gibran
27
Buatan sendiri
28
Milik Nadia
29
Dirgahayu Om Gi
30
Pewaris Gaudia Group
31
Alat Negara
32
Hari H
33
Obatnya Om Gibran
34
Jika harus pisah
35
Istri Sah Gibran Al Fateh
36
Habis manis lalu pergi
37
Menunggu Om Gi kembali
38
Kehidupan Istri Prajurit
39
Terima kasih sudah berjuang.
40
Bunga hidup untuk Om Gi
41
Anak SMA VS Om Tentara
42
Asal Om Gibran Bahagia
43
Tante-tante tutup panci
44
Calon Papa mama yang baik
45
Tugas Negara diatas Keluarga
46
Airmata Seorang Persit
47
Musuh bersama
48
Cemburunya Nadia
49
Nadia dan Om Gibran
50
Mencari Nadia
51
Usaha mendapatkan Maaf
52
Para Lelaki
53
Istrinya Gibran
54
Susu pisang spesial ala Nadia
55
Jalan sama Om-Om
56
Antara Sayang dan cinta
57
Wanitanya Om Gibran
58
Ujian bersama
59
Senjata makan Tuan
60
Salah siapa?
61
Ada apa dengan Om Gi?
62
Ngidam.
63
Satu garis samar lainnya
64
Ngidam Bucin
65
Hati yang Om Gi sakiti
66
Barisan Para Fans
67
Barisan para Fans 2
68
Butuh Piknik
69
Ada hati yang harus dijaga
70
Masih Anak Sekolah
71
Guguk menggonggong, Nadia berlenggok
72
Janji yang diingkari
73
Sumpah seorang Prajurit
74
Tentang Dokter Elsa
75
Hari-hari Terakhir
76
Tak Kenal Maka Tak sayang
77
Rumahku adalah istanaku
78
Matahari terbit di sayap Garuda
79
Menyesuaikan Diri
80
Hari Pertama di tempat Baru
81
Orang-orang Baik
82
Berburu peradaban
83
Istri yang baik
84
Tetangga Rese
85
Milikku
86
Diabaikan
87
Kepergian Nadia
88
Jarak dan Waktu
89
Kata Tanpa Rasa
90
Berita Kelulusan
91
Satu-satunya
92
Jangan Pergi
93
Obrolan serius
94
Anak hasil didikan Gibran
95
Memaafkan dan Menghargai
96
Om-om Serba Bisa
97
Badai Tak Terduga
98
Penyejuk Hati
99
Senandung Cinta Nadia
100
Om Gibran yang Baik
101
Jaga dia untukku
102
Aku pasti kembali
103
Manis Manja
104
Suami sayang Istri
105
Lidah Tetangga
106
Kata Dokter
107
Definisi Cinta
108
Para Pemburu
109
Ulat Sagu
110
Hak milik Gibran
111
Nadia Bakpau
112
Pasangan Serasi???
113
Pria menyebalkan
114
Acara Malam
115
Bayi besar Nadia
116
Obrolan pasangan
117
Lelaki Pujaan
118
Suami Nadia
119
Selamat Datang
120
Ibu dan Ayah Navia
121
Permintaan Maaf
122
The Girls in your Area
123
Balada Cinta Gendis
124
Tour Gratis Distrik
125
Anak Rantau
126
Kisah yang tak diinginkan
127
Pulang kembali
128
Lelaki baik itu masih Ada
129
Om Gi dan Make Up
130
Dia marah?
131
Lebih Sakit
132
Ibu terbaik
133
Hukuman Termanis
134
Mode Biasa
135
Saat Jauh
136
Perkara Kabar
137
Perkara Kabar 2
138
Sesal Tiada Guna
139
Hari yang Aneh
140
Buayanya Nad
141
Oh Ternyata
142
Pesona gadis muda
143
Lelaki Romantis
144
Kaum Milenial dan Orang-Orang Dewasa
145
Mahasiswa Cantik
146
Lelaki Beraroma Segar
147
Dalam Dekapan Om Gi
148
Para Senior Laknat
149
Para Pengganggu
150
Om Gi Yang Lugu
151
Sampai Jumpa Kesayangan
152
Istri, Ibu, dan Mahasiswi
153
Janji-janji Palsu
154
Disini Hanya Untukmu
155
Nadia Oh Nadia
156
Bersama selamanya
157
Kembali Kerutinitas
158
Vitamin C-nya Nadia
159
Kemerdekaan Tak Abadi
160
Kawasan Wajib Lapor
161
Istrinya Kapten Gibran
162
Bela Negara
163
Topik Utama
164
Teguran Keras
165
Malaikat Itu Nyata Adanya
166
Mari hadapi bersama
167
Atasan Sang Kapten
168
Menjaga Milik Pribadi
169
Jabatan Baru
170
Bos Kecil
171
Mahasiswi Pencitraan
172
Tentang sebuah kepercayaan
173
Ada Apa Dengan Om Gi?
174
Menjadi Dewasa
175
Nadia Hebat
176
Bukan manusia sempurna
177
Hari yang Sibuk
178
Airmata si Cantik
179
Nadia Dan Para Wanita Bar-Bar
180
Rasanya Cinta
181
Dilabrak
182
Harta yang berharga
183
Kejutan
184
Love you more
185
Bencong
186
Permintaan Pertama
187
Saran-saran
188
Bakti Sosial
189
Misi Kemanusiaan
190
Operasi Penyelamatan
191
Bahagiaku itu Kamu
192
Di tenda pengungsian
193
Terlalu Memuja
194
Muka Dua
195
Masa Tenang
196
Amit-amit
197
Melepaskan
198
Kumat
199
Menikah itu....
200
Pasca Wedding
201
Ekstra Part. Rindu Berat
202
Ekstra Part 2. Kesayangan

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!